Menilik kembali mengenai pembangunan bendungan yang ada di desa Wadas yang masih menjadi polemic saat ini. Adapun penjelasan mengenai tujuan dibangunya bendungan bener yang merupakan bagian dari Prokyek Strategi Nasional (PSN) di Jawa Tengah terdapat pada perpres No. 56 tahun 2017. Proyek Strategis Nasional menjuru pada Perpres  pasal 1 ayat (1) merupakan Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan suatu badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Bandungan tersebut dibangun karena mampu menjadi irigasi sawah, untuk memenuhi air baku, penangkal banjir, dan berpotensi untuk objek wisata baru. Dalam pembangunan proyek ini, pemerintah merangkul tiga badan usaha, yaitu  PT. Brantas Abipraya, PT. Pembangunan Perumahan, dan PT. Waskita Karya adalah tiga perusahaan BUMN yang memenangi lelang pembangunan bendungan di Desa Wadas. Ketiganya sama-sama bergerak di bidang pembangunan infrastruktur. Masing-masing bergerak di penyewaan alat berat, Pabrikasi bahan dan komponen bangunan, dan pencetakan beton serta pengecoran baja.
Adapun keuntungan adanya bendungan bener ini menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Kementerian PUPR Dwi Purwantoro suplai air lahan sawah beririgasi untuk 13.589 Ha daerah irigasi eksisting dan 1.110 Ha daerah irigasi baru, sumber pemenuhan air baku untuk masyarakat sekitar 1.500 liter/detik, pembangkit listrik di Kabupaten Purworejo sekitar 6 Mega Watt, serta mengurangi potensi banjir untuk Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kulonprogo dengan nilai reduksi banjir 8,73 juta m3. Bekas bendungan pun rencananya akan dijadikan area pariwisata oleh pemerintah.
Melihat Konflik Wadas dari Sudut Pandangan Masyarakat
Walaupun ketika menilik proyek tersebut memiliki bebebrapa keuntungan. Tentu ada dampak yang ditimbulkan dari adanya pembanguan Bendungan Bener dan pembangunan tambang di desa Wadas terutama untuk masyarakat sekitar. Pembangunan tambang di Desa Wadas dianggap tidak memberikan banyak dampak baik kepada masyarakat, karena dengan dibabatnya hutan mereka, sama saja dengan memangkas mata pencaharian mereka. Warga Desa Wadas menghidupi kehidupan mereka melalui hasil alam yang melimpah: mulai dari kayu, bambu, madu, olahan nira, dan hasil tani lainnya yang masih melimpah ruah.Â
Hazim Muhammad (22), pelajar STAINU Purworejo, menggambarkan bahwa "Desa Wadas hidup bukan dari sektor industri. Sektor perekonomian kami adalah pertanian padi, kopi, dan rempah-rempah semacam vanili, kemukus, pala,". Praktis, proyek Bendungan Bener akan mematikan lahan produktif milik warga Desa Wadas, dan mematikan mata pencaharian mereka saat proses menambang batu andesit terjadi. Tambang juga membuat hubungan masyarakat jadi buruk, karena memecah belah masyarakat menjadi dua golongan, pro-tambang dan kontra tambang, padahal sebelumnya warga Desa Wadas sangatlah solid.
Ketidak setujuan warga juga muncul dari dampak bendungan yang ternyata lebih di prioritaskan untuk warga non Desa Wadas. Air dari bendungan ini nantinya akan didistribusikan kepada kawasan "aerotropolis" di daerah Bandara yogyakarta International Airport (YIA) yang diharapkan dapat mengundang investasi dan akselerasi ekonomi di daerah Kulon Progo.
Adanya rumah warga di atas tanah yang ingin dipakai menjadi lokasi tambang yang dianggap remeh oleh pemerintah juga memicu ketidak puasan. Pemerintah merasa tindakan mereka sudah terjustifikasi dengan uang ganti berjumlah minimal 120.000/meter. Sedangkan bagi kebanyakan penduduk Desa Wadas, alam mereka bukanlah komoditas komersial. Daerah tambang yang dijanjikan akan direklamasi pun ternyata masih menjadi lubang besar yang malah menghilangkan keseimbangan masyarakat setempat.
Pernyataan aman dari pejabat di Balai Besar Wilayah dan Sungai (BBWS), Yosiandi Radi Wicaksono juga perlu dikritisi. Yosiandi menyatakan bahwa radius 300 meter antar jarak penggalian dan pemukiman warga aman. Nyatanya, radius tersebut akan menimbulkan polusi suara kegiatan penambanganan.Â
Ketidak puasan warga Desa Wadas kemudian di perparah oleh sikap pemerintah serta aparatnya. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah tidaklah damai, namun represif.Padahal seharusnya aparat yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menghargai prinsip praduga tidak bersalah jelas tidak boleh melakukan tindakan represif. Dalam konteks penangkapan di Dusun Wadas seharusnya aparat melakukan penahanan dan pemeriksaan ditempat, bukan penangkapan. Dari segi hukum pun, jika ditelisik lebih lanjut, Amdal dari pembangunan ini dapat dikatakan tidak sempurna karena tidak menuliskan perihal penolakan warga desa Wadas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H