Suara tangisan itu beradu dengan suara ketukan pintu yang tidak henti-hentinya terdengar sejak beberapa menit yang lalu. Terdengar pedih, entah apa yang telah terjadi pada gadis di kamar sempit itu.Â
Malam semakin larut, kini hanya terdengar suara jam dinding yang terpasang di kamar itu. Zia tampak lebih baik jika sedang tidur. Selimut tidak lagi membungkus seluruh tubuhnya, kini hanya sampai pinggang. Air mata bahkan belum mengering di wajah gadis manis itu.Â
Matahari sudah naik dan tampak bersemangat menyinari bumi hari ini. Tubuh gadis itu tampak lebih kurus. Dengan kondisi seperti sekarang, make up bahkan tidak bisa membantu gadis itu tampil jauh lebih baik.Â
Zia tidak punya niat membersihkan diri hari ini. Hari-hari seperti ini sudah sering kali datang di hidupnya. Dia akan menangis di malam hari dan bangun di siang hari dengan penampilan kacau.Â
Dengan langkah berat gadis itu keluar kamar. Kulkas tidak lagi terisi, hanya ada beberapa minuman soda dan sebuah telur. Zia menghela nafas berat.Â
Dia meminum minuman soda itu sembari bersandar di kulkasnya. Mata gadis itu terpejam sembari menikmati minumannya. Sudah lama dia tidak mengisi kulkas.Â
Zia keluar dari dapur, mengamati rumahnya yang tampak kacau. Rumah itu seperti tidak layak huni. Di sebuah meja yang berada di sudut, tampak ada sebuah bingkisan.Â
Zia melangkah ke sudut ruangan, memperhatikan bingkisan yang bertuliskan "Selamat Ulang Tahun." Dia membiarkan bingkisan itu disitu dan kembali ke kamarnya.
Saat ingin menaiki tangga, langkah kaki gadis itu berhenti. Kembali diperhatikannya semua sudut bangunan yang sudah dia tempati sejak lahir. Rumah ini punya banyak kenangan. Tetapi, entah mengapa hanya kenangan dengan rasa sakit yang Zia ingat.
Di mata gadis itu kini terlihat bayangan bagaimana Ayah memarahinya. Ibu hanya menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.Â