Mohon tunggu...
luthfi adam
luthfi adam Mohon Tunggu... -

why so serious?

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ambigu

14 Desember 2010   13:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:44 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku suka senyumanmu, aku menyayangi bulat matamu, aku menghasrati bibir molekmu, aku tersentuh dengan santun sifatmu, dan aku terpesona oleh gairah hidupmu. mmm… Aku mencintaimu saat ini, maukah jadi pacarku?”

“Saat ini? Bagaimana kalau besok tidak cinta lagi?”

“Saya akan berdo’a agar Tuhan membuatku mencintaimu besok dan lusa, dan seterusnya. Setiap kali aku merasakan cinta kepadamu aku akan berdo’a agar perasaan ini selalu ada.”

“Bagaimana kalau Tuhan tidak mengabulkan do’amu, dan suatu hari ia mencerabut perasaan cintamu padaku?”

“Kita mungkin berpisah.”

“Segampang itukah perpisahan? Seremeh itukah cinta menurutmu?”

“Apa yang gampang dan remeh? Kita kan tidak tahu apa yang membuat kita berpisah. Bagaimana kalau perasaanmu yang lebih dahulu dicerabut? Kamu pikir aku tidak punya kemungkinan patah hati?”

“Ah, aku bingung.”

“Mengapa bingung? Make it simple. Kamu juga mencintaiku. Aku bisa merasakannya.”

“Hah?? Darimana keegeeranmu itu datang?? Aku tidak pernah bilang itu!”

“Kamu tidak bilang? Tadi kamu bilang sendiri bahwa kamu takut rasa cintaku dicerabut. Kamu sesungguhnya telah mengatakannya, tapi yang aku rasa bukan dari yang kamu kata.”

“Ah… dasar… jika memang aku mencintaimu, aku merasa itu tidak cukup untuk kita pacaran.”

“Lalu apa lagi?”

“Aku butuh jaminan.”

“Pernyataan kesetiaan?”

“Nah, itu dia!”

“Baiklah, aku mencintaimu, dan aku akan setia pada cintaku padamu!”

“Setia pada cintamu padaku?”

“Ya!”

“Maaf, aku menolakmu. Ternyata kamu lebih mencintai rasa cintamu padaku daripada aku!”

“Ah! Lalu bagaimana dengan rasa cintamu padaku?”

“Itu urusanku!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun