Rindu
Susah payah sinar matahari menyelusup awan kelabu
Mungkin ia juga rindu kepadaku
Lolos.
Namun, sinarnya yang menerpa wajahku membakar!
Seperti rindu yang lama terpenjara dalam jiwa.
Lihat Cakrawala!
Senja di sini muram
Juga dinding rumah yang berhimpitan
Saling berbisik:
Mudah-mudahan di sana langit menjingga,
sehingga kau lupa pada gundah gulana,
pada rikuhnya cecoba.
Lihat cakrawala!
Semakin kau pandang, semakin kau kecil namun ber-asa
dan semakin ciut orang-orang yang menari di hamparan pasir
Semoga kau tidak!
Tetap berdiri tegak, menantang matahari yang lalu pergi.
Diam-Diam #1
Hujan menjadi hutan.
Orang-orang lalu tersesat dalam peraduan.
Dan tempat mengadu keluh kesah dia menangis.
Guyur.
Menapaki wajah-wajah menggigil.
Tidak berdaya.
Dan dia bercerita: hujan setia menangis.
Dan aku? Dan kamu?
Dan cerita tentang hujan?
Atau kita tersesat dalam hutan hujan?
Dan juga diam.
Diam-Diam #2
Aku ingin diam menyimpan dendang dalam hatiku.
Lagu yang kupilih karena kau diam mungkin kau berdendang dalam hatimu.
Senyap, dan malam sunyi.
Juga rindu yang berjelaga
melantunkan tawa tentang hujan-hujan yang ceria.
Apakah kita terpaut di sana?
Aku ingin diam menyimpan tanya dalam hatiku.
Aku ingin diam meminta jawab dalam hatimu.
*"catatan tanpa alas" adalah nama buku catatan harian saya, kini sudah terisi penuh oleh catatan tanpa alas(an), dan belum ada gantinya :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H