Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar, dari Rumah ke Sekolah

2 April 2023   22:48 Diperbarui: 2 April 2023   23:01 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana belajar | Kompas.com

Semoga nasibmu lebih baik, Nak! Itulah harapan orang tua yang sering kita dengar hingga kini, baik dari perkataan orang tua sendiri maupun orang tua tetangga dan rekan. Dengan menggantungkan harapan kepada si anak inilah, orang tua mengatur perencanaan-perencanaan strategis mengenai masa depan anak. Sehingga tidak keliru jika orang tua kemudian menjadikan pendidikan sebagai tangga harapan menggapai perubahan nasib yang lebih baik.


Sebenarnya, menilik lebih jauh tentang pendidikan maka kita ketahui bahwa pendidikan tidak hanya merunut pada perubahan nasib satu keluarga. Jauh lebih besar dari itu pendidikan adalah pilar utama dan pertama kemajuan suatu bangsa. Maka dari itu kemudian strategi-strategi peningkatan mutu pendidikan disusun dan diejawantahkan dalam bentuk kebijakan dan tindakan nyata. Salah satunya yang kita kenal saat ini dengan kurikulum merdeka yang dicetuskan Mendikbud tahun 2022 lalu.


Pendidikan sebagai pilar utama dan pertama menjawab harapan orang tua dan kemajuan bangsa sebagaimana disebutkan sebelumnya tidak dapat bekerja sendiri. Diperlukan sinergi oran tua (keluarga), sekolah (lembaga pendidikan) dan masyarakat. Ketiga komponen inilah yang kita kenal saat ini menjadi tiga pilar pendidikan. Dari tiga komponen ini juga kita tahu bahwa pendidikan adalah proses panjang yang dimulai dari rumah ke sekolah lalu ke masyarakat.


Dalam proses yang panjang inilah Husamah, Restian, dan Widodo (2019) menyebutkan pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pembentukan pribadi, penyiapan warga negara yang baik, dan penyiapan tenaga kerja. Keempat proses ini dapat diwujudkan mulai dari pendidikan di rumah hingga ke sekolah. Tentunya dengan syarat keempat proses ini berjalan dengan baik manakala terjadi dalam suasana pembelajaran yang memerdekakan.


Pendidikan Anak Di Rumah


Apa yang Anda bayangkan tentang rumah? Maka yang terlintas adalah tempat yang mengandung perasaan rindu, kenyamanan karena kehangatan keluarga dan rasa aman. Hal inilah kemudian banyak orang mengibaratkan rumah sebagai surga, rumah sebagai taman, dan rumah sebagai telaga untuk melepas dahaga. Pengandaian rumah yang semacam itu tidak lepas dari anggota keluarga yang membangun rumah tangga dengan penuh cinta dan kasih sayang.


Rumah tangga yang dibangun dengan cinta dan kasih sayang ini kemudian berimplikasi pada pendidikan yang menyenangkan bagi anak. Rumah (keluarga) menjadi tempat peletakan batu pertama pendidikan anak, sebab pendidikan anak dimulai dari proses hubungan antara suami istri, kemudian berlanjut pada saat anak dalam kandungan, dan terakhir saat anak telah lahir.


Pada saat dalam kandungan, orang tua terutama ibu dituntut untuk berperilaku positif sebab si ibu memiliki hubungan langsung dengan janin yang dikandungnya. Maka tidak salah jika dokter atau bidan selalu mewanti-wanti agar ibu hamil juga menjaga emosinya. Ibu dapat mengisi hari-hari mengerjakan hal-hal positif di samping kegiatan rutin seperti membaca buku, mendengarkan musik dan menonton film yang mengandung pesan moral positif yang dapat memenuhi perkembangan calon anak.


Selanjutnya, pada tahap anak sudah lahir kemudian tumbuh dan berkembang, maka di sinilah peran orang tua menjadi vital dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangannya agar menjadi pribadi yang utuh di masa depan. Ibarat pepatah anak itu terlahir suci maka orang tua lah yang harus menjaga kesucian itu dengan menanamkan pendidikan yang positif tanpa harus mengabaikan kemerdekaan anak dalam mengutarakan kemauannya.


Mengacu pada rumah sebagai surga, taman dan telaga di atas, maka jelas anak menginginkan pendidikan yang menyenangkan dimana anak bisa belajar dan bermain di dalamnya. Dalam rumah itu juga anak berharap dapat memetik bunga yang cantik nan indah sesuai yang diinginkan.

Dalam proses memilih bunga, peran orang tua sebagai pembimbing diharapkan mampu membimbing dan menunjukkan kepada anak tentang bunga mana yang sudah bisa dipetik, bunga mana yang bahaya dan diperlukan kehati-hatian dalam memetik karena berduri dan bunga mana yang tidak boleh dipetik karena mengandung racun.


Dalam konsep pembelajaran di rumah, anak dapat memilih belajar apa saja yang disukai dengan metode yang disenangi anak pula. Peran orang tua dapat mengarahkan anak memilah dan memilih apa yang ingin dipelajari. Selain pelajaran yang dipilih anak, orang tua dapat melibatkan anak dalam kegiatan rutin di rumah. Misalnya saja, orang tua melibatkan anak dalam membersihkan rumah, memasak di dapur dan lainnya. Pelibatan anak dalam kegiatan rutin di rumah secara tidak langsung menanamkan karakter positif dalam diri ini.


Dengan konsep seperti di atas, secara tidak langsung orang tua telah menerapkan apa yang disebut merdeka belajar saat ini. Hanya saja barangkali tidak semua orang tua mengerti apa yang dimaksud dengan merdeka belajar dalam kurikulum merdeka. Namun penulis meyakini sebagian besar orang tua telah menerapkannya di rumah. Keyakinan ini kemudian diperkuat dengan hasil pengamatan anak-anak tetangga hidup berdampingan dengan penulis dimana anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik.


Pendidikan Anak Di Sekolah


Seiring bertambahnya usia anak yang diikuti dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaninya, orang tua kemudian menitipkan anak-anaknya di sekolah untuk mendapatkan pendidikan lebih lanjut. Sekolah dijadikan  sebagai pilihan untuk menggantungkan harapan orang tua agar anaknya menjadi sukses di masa depan.


Oleh karena itu, sekolah harus memberikan rasa nyaman, aman dan membahagiakan sebagaimana yang mereka temukan di rumah saat fase pendidikan pertama. Sekolah yang dirasa memberikan hal tersebut akan menyebabkan anak menjadi betah untuk belajar dan menganggap sekolah menjadi rumah kedua. Namun sebaliknya jika sekolah tidak memenuhi hal tersebut maka anak akan merasa tidak nyaman di sekolah dan menganggap sekolah adalah tempat yang menyeramkan.


Sekolah yang nyaman meskipun dengan fasilitas yang kurang lengkap pernah digambarkan Tetsuko Kuroyanagi dalam sebuah novelnya yang berjudul Totto-Chan: Gadis Cilik Di Jendela (versi bahasa Indonesia). Novel tersebut menceritakan anak kecil bernama Totto-Chan yang memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu di sekitarnya yang kemudian dikeluarkan dari sekolah dikarenakan melakukan hal-hal aneh yang menyebabkan ia dicap anak nakal. Hingga akhirnya ia masuk ke sekolah yang sedari pertama telah membuatnya merasa tertarik. Sekolah tersebut adalah Tamoe Gakuen.


Yang paling menarik dari novel tersebut adalah kepala sekolah di Tamoe Gakuen, Mr Kobayashi. Mr. Kobayashi memiliki kebijakan-kebijakan unik yang mampu membuat siswanya merasa senang dan bahagia meskipun sekolah di bekas gerbong kereta. Misalnya saja,  jika kelas yang mereka ajar di sekolah lain diprogram dan disebarkan, Tomoe Gakuen akan mengizinkan anak-anak memilih kelas yang ingin mereka pelajari setiap hari. Mr. Kobayashi dilandasi oleh keinginan untuk memberinya kesempatan mempelajari mata pelajaran yang ingin dipelajarinya secara bebas sejak usia dini.


Sekolah Tomoe penuh dengan kelas. Semua yang ada di dalamnya penuh dengan ajaran pengetahuan. Pelajaran tidak hanya dilakukan ketika anak-anak berada di dalam kelas, tetapi semua kegiatan yang dilakukan di Tomoe penuh dengan pembelajaran. Pandangan ini tentu sejalan pandangan Roem Topatimasang (2013) yang menyebutkan bahwa setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, setiap buku adalah ilmu.


Intisari dari novel ini adalah kesadaran kepala sekolah bahwa setiap anak memiliki sisi uniknya tersendiri. Karena keunikan itulah diciptakan suasana belajar yang menyenangkan sesuai dengan keinginan dan kemampuan anak. Pesan-pesan moral disampaikan dalam setiap kesempatan baik  secara langsung atau tidak langsung.


Selanjutnya bagaimana dengan pendidikan sekolah di saat ini? Nampaknya kurikulum merdeka telah mengarah ke sana dimana struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial, memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik, dan memberikan keleluasaan pada siswa untuk belajar apa yang ingin mereka pelajari.


Kesimpulan


Pada dasarnya merdeka belajar sebagian besar telah terwujud dalam pendidikan rumah tangga. Hanya saja barangkali masyarakat tidak memahami istilah tersebut apalagi masyarakat awam yang jauh dari hingar bingar berita pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai perpanjangan dari pendidikan dalam rumah tangga harus mampu memberikan pemahaman terhadap orang tua sehingga terjadilah hubungan simbiosis mutualisme untuk kemajuan pendidikan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun