"Seseorang bisa mencintai secara sehat kalau mengenal objeknya ...." Itulah kata-kata yang pernah ditulis Soe Hock Gie, salah satu aktivis pada masa orde lama.Â
Kata-kata lain yang senada dengan kata-kata tersebut dan lebih familiar didengar adalah "Tak kenal maka tak sayang". Apa artinya? Jawaban yang jelas adalah seseorang memiliki rasa cinta, suka, sayang, peduli, dan rasa memiliki pasti diawali dari perkenalan. Perkenalan akan menuntun seseorang pada tahap-tahap lebih lanjut dengan menelisik seluk-beluk objek yang dikenalnya.
Lalu apakah perkenalan untuk menumbuhkan perasaan-perasaan di atas hanya terbatas objek manusia? Rupanya tidak. Perkenalan tidak dibatasi dengan satu objek. Perkenalan dapat dilakukan seseorang dengan objek non manusia, seperti sekolah dan kampus . Oleh karenanya ada istilah Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek).
Di dalam kegiatan ospek ini, siswa yang berubah statusnya menjadi mahasiswa akan dibantu untuk mengenal lingkungan kampus mereka, agar mampu beradaptasi lebih cepat. Mahasiswa baru akan dibimbing untuk saling mengenal satu sama lain, mengenal seluk-beluk kampus mereka, sistem pembelajaran di kampus dan segala fasilitas yang dimiliki. Hingga akhirnya, segala bentuk kegamangan dan kecanggungan saat sebelum masuk di lembaga pendidikan yang baru dapat teratasi dan mahasiswa dapat belajar dengan nyaman.
Namun, sayangnya dalam praktik kegiatan ospek terkadang tatacara pengenalan tidak dilakukan dengan aman dan nyaman oleh beberapa oknum sehingga muncullah beberapa kasus yang tidak mengenakkan dalam kegiatan tersebut. Oleh karena itu, sungguh menarik bila kita mengulik kembali problematika ospek di kampus dengan cara menarik mundur ke belakang guna mengetahui latar ospek. Berikut uraian mengenai ospek berdasarkan pengalaman penulis dan beberapa sumber lain.
Sejarah ospek
Ospek telah menjadi menu wajib di tingkat perguruan tinggi. Kegiatan ini dilaksanakan oleh kampus dengan panitia biasanya terdiri dari kakak tingkat atau senior yang menginjak semester tiga, lima dan tujuh. Sementara  yang menjadi pesertanya adalah mahasiswa baru yang mendaftar dan dinyatakan lulus tes ujian masuk.
Ospek dengan tujuan baik dan segala bentuk kegiatan di dalamnya memiliki sejarah panjang di dalam lingkup pendidikan kita. Ada yang menyebutkan bahwa ospek bermula di tanah Inggris, tepatnya di Universitas Cambridge. Disebutkan bahwa, mahasiswa baru di sana yang berasal dari golongan konglomerat, sehingga bertingkah seenaknya, Â tidak disiplin dan tidak mau diatur. Oleh karena itu pihak universitas mengambil langkah bahwa mahasiswa baru yang masuk harus diplonco supaya berperilaku hormat dan disiplin.
Sementara itu, ospek di Indonesia bermula sejak zaman kolonial, tepatnya di Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (1898-1927). Kemudian terus berlanjut pada masa Geneeskundinge Hooge School (GHS) atau Sekolah Tinggi Kedokteran (1927-1942) dan sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Setelah itu, ospek berkembang ke kampus-kampus dan dijadikan menu wajib hingga saat ini.
Jadi, tidak salah manakala ospek dipandang sebagai warisan turun-temurun sejak zaman kolonial. Praktiknya pun serupa hingga saat ini, dimana perpeloncoan kerap terjadi saat pelaksanaan ospek. Sasarannya pun sama yaitu mahasiswa baru yang masuk di kampus tersebut.
Beberapa kasus kekerasan dalam ospek