Dewasa ini karakter anak bangsa tengah menjadi sorotan banyak pihak, seperti keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pasalnya beragam tindakan kekerasan baik fisik maupun verbal kerap kali kita saksikan di media cetak, televisi dan digital. Tawuran, pembunuhan, dan pelecehan seksual sebagai contoh kekerasan secara fisik seperti tak ada habisnya dan saban tahun sepertinya kian marak.
Secara verbal pun cukup sering kita lihat seperti ujaran kebencian, rasisme, dan bullying masih sering menghiasi layar kaca dan kolom utama sebuah media. Kata-kata tidak pantas semisal "goblok, tolol, bodoh, dan lainnya" yang sebenarnya tabu justru menjadi hal yang biasa dan lumrah digunakan  dalam keseharian.
Melihat hal tersebut hati kita terasa tersayat. Bagaimana tidak? Bangsa kita yang dikenal dengan bangsa yang beradab malah semakin hari menunjukan kemunduran dalam beradab. Tentu, hal ini menjadi pe-er bersama dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak. Kolaborasi antara keluarga, masyarakat, sekolah dan pemerintah akan menjadi modal penting dalam mengatasi masalah ini.
Penanaman pendidikan karakter sejak dini kepada anak dalam lingkungan keluarga akan membantu tumbuh kembangnya pengetahuan, keterampilan dan karakter baik anak. Di dalam keluarga banyak hal yang dapat dilakukan untuk menanamkan pendidikan karakter, mulai dari pembelajaran bahasa daerah, pengenalan cerita rakyat dan pengenalan permainan tradisional.
Bahasa daerah
Sebagai salah satu bentuk kearifan lokal, bahasa daerah justru malah semakin merosot penggunaannya. Tidak dimungkiri bahwasannya bahasa daerah saat ini justru kalah dengan bahasa nasional atau bahasa Indonesia. Bisa kita lihat saat ini di daerah banyak anak kecil yang lebih mengerti menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah.
Merosotnya penggunaan bahasa daerah terjadi karena beberapa perspektif, misalnya anggapan bahasa daerah kurang gaul dan sulitnya bahasa daerah karena mengenal tingkatan bahasa. Menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian terkesan lebih seperior daripada bahasa daerah.
Melihat perkembangan semacam ini memang terasa miris karena bahasa daerah semakin tertinggal. Padahal, penggunaan bahasa daerah bonusyang baik akan mengajarkan anak untuk cinta terhadap bahasa daerah. Dari kecintaan terhadap bahasa daerah inilah nanti dapat tumbuh kecintaan terhadap negaranya.
Lebih daripada itu, bahasa daerah yang diperkenalkan sejak dini kepada anak dalam lingkungan keluarga akan menumbuhkan nilai-nilai kesopanan dalam bertindak dan kesantunan dalam berbahasa.Â
Sebab, di dalam bahasa daerah yang mengenal unggah-ungguh bahasa secara langsung mengajarkan tatacara menghormati lawan bicara. Ketika akan berbicara dengan yang lebih tua otomatis berbeda tingkatan bahasanya dibandingkan dengan yang seumuran  atau yang lebih muda.
Misalnya, kata "saya" dalam bahasa Madura yang mengenal tiga tingkatan bahasa yaitu enja' iya, engghi-enten dan engghi-bhunten akan berbeda-beda dalam penggunaannya. Kata "saya" memiliki padanan kata "engko', kaule, abdina" dalam bahasa Madura. Ketiga kata tersebut digunakan dengan melihat lawan tutur. Kata "engko'" digunakan terhadap lawan tutur yang sebaya dan akrab. Kata "kaule" dan "abdina" digunakan kepada orang tua, sesepuh, dan orang yang tidak dikenal.