Potret lain dari pendidikan orang-orang pinggiran, terutama saat pandemi covid-19 dapat dilihat dalam lingkungan keluarga. Kita bisa membayangkan bahwa tidak semua orang tua dapat memahami tugas sekolah siswa selama belajar dari rumah. Bahkan, terdapat sebagian orang tua yang masih buta huruf.
Oleh karena itu, menjadi maklum manakala orang tua memasrahkan anaknya secara penuh ke sekolah. Sekolah menjadi sumber pendidikan utama untuk masa depan anaknya.
Kita dapat melihat adanya kelas-kelas pendidikan di negara kita ini. Kelas berdasarkan wilayah seperti kota, desa, pelosok, terluar, dan tertinggal.
Ada pula berdasarkan ekonomi seperti orang kaya, miskin, dan konglomerat. Berdasarkan pekerjaan pun dapat disebutkan seperti anak petani, buruh, pegawai dan pengusaha. Pengkotakan semacam itu pada akhirnya menunjukkan sekolahnya orang kaya, orang miskin, pengusaha dan beragam pandangan lainnya.
Dari semua itu, pemerataan pendidikan menjadi suatu keharusan dari pusat sampai daerah agar setiap generasi masa depan bangsa memiliki masa depan yang cerah guna membangun Indonesia yang lebih maju. Fasilitas pendidikan termasuk juga infrastruktur harus menjadi tujuan utama pembangunan agar lebih nyaman dalam proses peningkatan mutu pendidikan di negara ini.
Terakhir adalah adanya covid-19 menjadi bahan refleksi dan keterbukaan pandangan kita terhadap pendidikan orang-orang pinggiran.
Kita juga dapat melihat ketimpangan pendidikan kita selama ini yang katanya semakin hari kian maju, namun kemajuan itu belum dirasakan oleh seluruh wilayah.Â
Bagi orang-orang pinggiran, kembali dibukanua sekolah secara perlahan dan bertahap sesuai dengan protokol kesehatan menjadi angin segar yang berembus dari dataran dan membawa kesejukan.
Kesungguhan dan kedisiplinan dalam melawan covid-19 menjadi solusi normalnya berbagai sektor terutama pendidikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H