Ragam kemajuan pendidikan di negara kita saat ini semakin tampak manakala covid-19 atau korona menyerang dan memakan korban. Kegiatan sekolah dapat dilakukan di rumah dengan memanfaatkan media pembelajaran seperti whatsapp, zoom, youtube, facebok dan lain sebagainya. Dengan begitu, kegiatan belajar mengajar tetap berjalan meski tak sebagaimana mestinya.
Selanjutnya membayangkan kemajuan pendidikan dengan sekolah yang telah mentereng dan fasilitas luar biasa memang begitu indah.
Namun siapa sangka, seperti yang telah disebutkan tadi bahwa pendidikan seperti oase atau telaga di gurun pasir, nyatanya tidak semua orang dapat menikmati kesegaran airnya. Faktor-faktor seperti ekonomi, fasilitas, wilayah menjadi kendala dikecapnya tetes kemajuan itu.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut itulah penulis menulis sekolahnya orang pinggiran. Orang pinggiran tidak hanya dibatasi oleh wilayah saja, akan tetapi dari segi ekonomi pula menjadi tersisih untuk sekolah dan memperoleh pendidikan.
Bahkan ekonomi menjadi masalah utama bagi orang-orang pinggiran yang membuatnya tidak bisa turut andil dalam menyelami sumber air yang bernama pelajaran ataupun kalau ada masih perlu usaha ekstra menggapainya.
Bisa dilihat saat ini, ketika pandemi covid-19 tidak semua orang dapat mengikuti pelajaran yang diadakan dengan cara daring. Alasanya adalah ketiadaan perangkat seperti gawai, paketan data dan jaringan. Tidak sedikit anak-anak yang harus menumpang perangkat gawai kepada orang lain untuk belajar atau satu gawai untuk semua dalam keluarga.
Selanjutnya, pertimbangan membeli paketan data menjadi urutan ke sekian setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Jika pun ada paket tentu haruslah hemat untuk kebutuhan yang lain dan tidak melulu urusan sekolah. Bagi orang yang berkecukupan tentu paket bukanlah apa-apa untuk tetap bisa belajar.
Dari segi letak wilayah, kita tidak bisa menutup mata bahwasannya pendidikan di Indonesia tidak semulus jalan tol di kota-kota besar.
Daerah-daerah pinggiran masih kurang terfasilitasi dengan maksimal. Hal itu dapat kita lihat dari berbagai media seperti televisi, koran, dan lainnya.
Dapat dilihat bahwasannya tidak semua daerah dapat menangkap sinyal ponsel. Bahkan yang lebih miris lagi ada daerah yang belum menerima pasokan listrik.
Hingga akhirnya, apa yang dipandang sebagai kemajuan jika dipotret dari sudut pandang yang telah dijelaskan di atas menjadi anomali pendidikan yang sebenarnya di negara ini. Orang-orang pinggiran dengan keadaan yang serba kekurangan menjadi potret tersendiri atas ketidakmerataan pendidikan. Terlebih lagi saat pandemi covid-19 menyerang negara ini.