"Pokoknya guys gua mau pulih Alucard. Kita buktikan, biar mereka tidak banyak bacot guys."
"Haduh sampah bangetlah pokoknya."
Petikan di atas adalah contoh petikan kata-kata dari salah satu youtuber di Indonesia. Bisa dilihat dan dibaca sendiri, sangat asyik kata-katanya. Bahasa gaul dicampur dengan sedikit memaki.
Sejak didirikan oleh Steve Chen, Chad Hurley, dan Jewed Karim tahun 2005 lalu hingga saat ini, youtube telah digandrungi banyak penggemarnya. Di Indonesia sendiri sudah banyak orang yang sukses menjadi youtuber macam Ria Ricis, Atta Halilintar, Raditya Dika, Jess No Limit dan youtuber lain. Dengan kesuksesan sebagai youtuber, pundi-pundi rupiah pun mengalir ke kantong-kantong mereka.
Melihat kesuksesan mereka, sepintas saya ingin menjajaki menjadi seorang youtuber juga, tapi tidak pernah terwujud. Sayang memang, tapi apa mau dikata saya lebih suka jadi penikmat daripada jadi kreatornya. Lebih suka dihibur daripada menghibur. Maka, jadilah saya sampai saat ini sebagai penikmat setia video di yuotube.
Baiklah kembali ke topik yang akan diulas. Dari kata-kata di atas kita bisa menilai, kiwari ini, seperti yang saya temukan pada sebagian youtuber (gaming, blog, dan tutorial) menggunakan kata-kata kotor dan kasar. Kata tersebut, dalam istilah bahasa disebut profaniti yang biasa digunakan untuk memaki. Makian sebagaimana fungsi bahasa pada umumnya, dapat berfungsi untuk mengungkapkan perasaan seperti kesal, marah, dan jengkel.
Masuknya kata makian ke dalam media, khususnya youtube membuat kata-kata tersebut naik daun dan familiar di telinga. Kata-kata yang dulu membuat saya ditegur dan dicubit oleh orangtua karena dianggap kurang santun justru seolah menjadi lumrah. Lumayan, karena kelumrahannya dapat mengurangi jumlah kata tabu dalam pembendaharaan kata.
Beberapa waktu lalu saya sempat iseng-iseng untuk menghitung berapa jumlah kata makian yang dikeluarkan oleh youtuber. Saya memilih dua youtuber dan semuanya youtuber gaming dengan jumlah penonton hampir 500 ribu penonton.
Pilihan tersebut dilakukan karena saya meyakini di masa pandemi virus corona orang-orang terutama anak-anak dan remaja akan sering bermain game dan menonton konten game. Durasi waktu tayang konten tersebut 14 menit dan 17 menit.
Dari hasil catatan saya, youtuber pertama menggunakan kata makian sebanyak 30 kata dan youtuber kedua sebanyak 24 kata makian. Jenis kata makian yang digunakan adalah kata sifat, benda, perbuatan dan hewan. Contoh kata yang sering keluar seperti kata anjing, asu, kampret, wedus, goblok, jancok, bodoh, gila, kurang ajar, gateli, fuck you, dan ngentot.
Dari hasil catatan tersebut, saya juga berpikir bagaimana kalau dalam sehari mengunggah dua hingga tiga konten di yuotube? Dapat kita hitung dalam satu channel youtube di atas sebanyak 24 kata makian dikalikan 2 menjadi 48 kata makian dalam sehari dan 1.440 kata makian dalam sebulan (30 hari). Data tersebut untuk satu chanel dengan dua unggahan dalam sehari dan bisa dihitung sendiri kalau misalkan ada 10 channel youtube yang seperti itu.
Oleh karenanya, sempat terbesit dalam pikiran saya sebuah pertanyaan sederhana, emang harus menggunakan kata makian dalam membuat konten youtube? Bukannya penikmat youtube ingin menonton video yang menarik dan kreatif bukan siaran kata makian yang sering terdengar? Namun, kemudian saya tepis sendiri pikiran itu dan berpikir barangkali itu ciri khas youtubernya agar dilihat orang.
Kalau dilihat dari fungsi bahasa lagi, barangkali mendatangkan keuntungan tersendiri. Secara, kata makian berdasarkan fungsinya juga dapat digunakan untuk menunjukkan keakraban seperti kata Ranus (2018) dalam penelitiannya. Pandangan keakraban inilah yang mungkin membuat si youtuber memiliki banyak penonton, viewer dan subscriber.
Melihat fenomena seperti itu tentu saya sedikit tersenyum menang karena yang dilarang orang tua menjadi biasa diucapkan, sekaligus saya berpikir keras bagaimana cara mengakali adat ketimuran yang kita junjung selama ini. Adat yang mengutamakan kesopanan dalam bertingkah dan kesantunan dalam berbahasa. Berpikir seperti itu membuat saya pusing dan melenguh pasrah "sebagian youtuber telah memulai." Ini peluang.
Jika melihat dunia nyata, memang sepertinya sudah berhasil. Beberapa teman dan pelanggan kopi saya memaki-maki ketika bermain game. Saya mengatakan seperti itu karena mereka sering menonton youtube game online yang kita tahu sendiri beberapa kontennya sering menggunakan kata makian. Walaupun, faktor-faktor lain juga memengaruhi, seperti penutur, lingkungan dan game itu sendiri. Mereka menonton youtube untuk belajar tips dan trik bermain agar menang.
Keadaan ini juga telah membuktikan pernyataan ahli sosiologi, Blumer (Siti Maimunah, 2002) yang mengatakan anak-anak meniru apa yang dilakonkan di film (termasuk video di youtube), untuk diterjemahkan ke dalam permainan mereka sehari-hari. Lebih dari sekedar meniru-niru polisi dan penjahat, mereka juga belajar banyak perilaku, cara berbicara, dan cara bergaul dari film. Cukup mengerikan juga dan berbahaya, takutnya adegan bunuh-bunuhan juga ditiru. Untung hanya memaki jadi tidak apa lah, kan hanya.
Lalu bagaimana dengan karakter anak bangsa? Gampang, ada orangtua dan guru yang akan memikirkan, jadi tidak usah dipikirkan. Percuma ada pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan yang beberapa tahun terkahir ini digemborkan. Lagian cuma posisinya saja yang pindah, dari tabu menjadi lumrah dan di KBBI masih tetap artinya. Guru juga harus bersyukur karena pribahasa "mulutmu harimaumu" akan hilang dari peredaran dunia kepribahasaan kalau kata makian terus digemborkan oleh youtuber.
Jadi, jika satu saat ada yang memaki kepada kita, mari kita anggap itu hal biasa saja sebagaimana kata-kata pujian yang sering kita dengar. Kata anjing, kontol dan jancok adalah bahasa sederhana yang dapat digunakan untuk mengakrabkan diri.
Jika satu saat nanti juga ada yang menjuluki dengan kata si kontol atau Sahul kontol (nama hanya untuk perumpamaan) barangkali sudah menjadi identitas dan perlu dibanggakan karena butuh perjuangan untuk memeroleh gelar itu. Siapa tahu juga dapat menghibur seperti anak kecil yang mendapatkan sepeda ketika disuruh menyebutkan nama-nama ikan dan kemudian kilir lidah dari kata tongkol menjadi kontol dan semua penonton tertawa.
Mari memaki berjemaah karena yang berjemaah itu lebih afdol daripada sendirian dan akan menjadikan kita kuat saat ada yang menkritik. Cukup minta maaf dan tidak akan mengulangi juga bisa jadi obat. Mudah kan? Apa sih yang tidak mudah?
Salam
Referensi
https://www.e-journal.usd.ac.id/index.php/sintesis/article/download/1903/1456
Siti Mutmainah dkk. (2002). Materi Pokok Psikologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H