Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Youtuber, Perlukah Memaki?

10 April 2020   14:39 Diperbarui: 10 April 2020   15:58 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar youtube | Sumber : freepik.com

Kalau dilihat dari fungsi bahasa lagi, barangkali mendatangkan keuntungan tersendiri. Secara, kata makian berdasarkan fungsinya juga dapat digunakan untuk menunjukkan keakraban seperti kata Ranus (2018) dalam penelitiannya. Pandangan keakraban inilah yang mungkin membuat si youtuber memiliki banyak penonton, viewer dan subscriber.

Melihat fenomena seperti itu tentu saya sedikit tersenyum menang karena yang dilarang orang tua menjadi biasa diucapkan, sekaligus saya berpikir keras bagaimana cara mengakali adat ketimuran yang kita junjung selama ini. Adat yang mengutamakan kesopanan dalam bertingkah dan kesantunan dalam berbahasa. Berpikir seperti itu membuat saya pusing dan melenguh pasrah "sebagian youtuber telah memulai." Ini peluang.

Jika melihat dunia nyata, memang sepertinya sudah berhasil. Beberapa teman dan pelanggan kopi saya memaki-maki ketika bermain game. Saya mengatakan seperti itu karena mereka sering menonton youtube game online yang kita tahu sendiri beberapa kontennya sering menggunakan kata makian. Walaupun, faktor-faktor lain juga memengaruhi, seperti penutur, lingkungan dan game itu sendiri. Mereka menonton youtube untuk belajar tips dan trik bermain agar menang.

Keadaan ini juga telah membuktikan pernyataan ahli sosiologi, Blumer (Siti Maimunah, 2002) yang mengatakan anak-anak meniru apa yang dilakonkan di film (termasuk video di youtube), untuk diterjemahkan ke dalam permainan mereka sehari-hari. Lebih dari sekedar meniru-niru polisi dan penjahat, mereka juga belajar banyak perilaku, cara berbicara, dan cara bergaul dari film. Cukup mengerikan juga dan berbahaya, takutnya adegan bunuh-bunuhan juga ditiru. Untung hanya memaki jadi tidak apa lah, kan hanya.

Lalu bagaimana dengan karakter anak bangsa? Gampang, ada orangtua dan guru yang akan memikirkan, jadi tidak usah dipikirkan. Percuma ada pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan yang beberapa tahun terkahir ini digemborkan. Lagian cuma posisinya saja yang pindah, dari tabu menjadi lumrah dan di KBBI masih tetap artinya. Guru juga harus bersyukur karena pribahasa "mulutmu harimaumu" akan hilang dari peredaran dunia kepribahasaan kalau kata makian terus digemborkan oleh youtuber.

Jadi, jika satu saat ada yang memaki kepada kita, mari kita anggap itu hal biasa saja sebagaimana kata-kata pujian yang sering kita dengar. Kata anjing, kontol dan jancok adalah bahasa sederhana yang dapat digunakan untuk mengakrabkan diri.

Jika satu saat nanti juga ada yang menjuluki dengan kata si kontol atau Sahul kontol (nama hanya untuk perumpamaan) barangkali sudah menjadi identitas dan perlu dibanggakan karena butuh perjuangan untuk memeroleh gelar itu. Siapa tahu juga dapat menghibur seperti anak kecil yang mendapatkan sepeda ketika disuruh menyebutkan nama-nama ikan dan kemudian kilir lidah dari kata tongkol menjadi kontol dan semua penonton tertawa.


Mari memaki berjemaah karena yang berjemaah itu lebih afdol daripada sendirian dan akan menjadikan kita kuat saat ada yang menkritik. Cukup minta maaf dan tidak akan mengulangi juga bisa jadi obat. Mudah kan? Apa sih yang tidak mudah?


Salam


Referensi
https://www.e-journal.usd.ac.id/index.php/sintesis/article/download/1903/1456
Siti Mutmainah dkk. (2002). Materi Pokok Psikologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun