Kalau dilihat dari fungsi bahasa lagi, barangkali mendatangkan keuntungan tersendiri. Secara, kata makian berdasarkan fungsinya juga dapat digunakan untuk menunjukkan keakraban seperti kata Ranus (2018) dalam penelitiannya. Pandangan keakraban inilah yang mungkin membuat si youtuber memiliki banyak penonton, viewer dan subscriber.
Melihat fenomena seperti itu tentu saya sedikit tersenyum menang karena yang dilarang orang tua menjadi biasa diucapkan, sekaligus saya berpikir keras bagaimana cara mengakali adat ketimuran yang kita junjung selama ini. Adat yang mengutamakan kesopanan dalam bertingkah dan kesantunan dalam berbahasa. Berpikir seperti itu membuat saya pusing dan melenguh pasrah "sebagian youtuber telah memulai." Ini peluang.
Jika melihat dunia nyata, memang sepertinya sudah berhasil. Beberapa teman dan pelanggan kopi saya memaki-maki ketika bermain game. Saya mengatakan seperti itu karena mereka sering menonton youtube game online yang kita tahu sendiri beberapa kontennya sering menggunakan kata makian. Walaupun, faktor-faktor lain juga memengaruhi, seperti penutur, lingkungan dan game itu sendiri. Mereka menonton youtube untuk belajar tips dan trik bermain agar menang.
Keadaan ini juga telah membuktikan pernyataan ahli sosiologi, Blumer (Siti Maimunah, 2002) yang mengatakan anak-anak meniru apa yang dilakonkan di film (termasuk video di youtube), untuk diterjemahkan ke dalam permainan mereka sehari-hari. Lebih dari sekedar meniru-niru polisi dan penjahat, mereka juga belajar banyak perilaku, cara berbicara, dan cara bergaul dari film. Cukup mengerikan juga dan berbahaya, takutnya adegan bunuh-bunuhan juga ditiru. Untung hanya memaki jadi tidak apa lah, kan hanya.
Lalu bagaimana dengan karakter anak bangsa? Gampang, ada orangtua dan guru yang akan memikirkan, jadi tidak usah dipikirkan. Percuma ada pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan yang beberapa tahun terkahir ini digemborkan. Lagian cuma posisinya saja yang pindah, dari tabu menjadi lumrah dan di KBBI masih tetap artinya. Guru juga harus bersyukur karena pribahasa "mulutmu harimaumu" akan hilang dari peredaran dunia kepribahasaan kalau kata makian terus digemborkan oleh youtuber.
Jadi, jika satu saat ada yang memaki kepada kita, mari kita anggap itu hal biasa saja sebagaimana kata-kata pujian yang sering kita dengar. Kata anjing, kontol dan jancok adalah bahasa sederhana yang dapat digunakan untuk mengakrabkan diri.
Jika satu saat nanti juga ada yang menjuluki dengan kata si kontol atau Sahul kontol (nama hanya untuk perumpamaan) barangkali sudah menjadi identitas dan perlu dibanggakan karena butuh perjuangan untuk memeroleh gelar itu. Siapa tahu juga dapat menghibur seperti anak kecil yang mendapatkan sepeda ketika disuruh menyebutkan nama-nama ikan dan kemudian kilir lidah dari kata tongkol menjadi kontol dan semua penonton tertawa.
Mari memaki berjemaah karena yang berjemaah itu lebih afdol daripada sendirian dan akan menjadikan kita kuat saat ada yang menkritik. Cukup minta maaf dan tidak akan mengulangi juga bisa jadi obat. Mudah kan? Apa sih yang tidak mudah?
Salam
Referensi
https://www.e-journal.usd.ac.id/index.php/sintesis/article/download/1903/1456
Siti Mutmainah dkk. (2002). Materi Pokok Psikologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H