"Anak-anak, kalau ada teman kita yang sakit, kita wajib  membantu", kata Ibu Guru dengan semangat memberikan penjelasan dan anjuran."
"Siap Bu", kata salah seorang murid di pojok.
"Kita tidak boleh egois. Hidup itu harus gotong royong dan peduli dengan sesama. Mengapa demikian?", tambah Bu Guru
"Karena bangsa kita menjunjung tinggi nilai kesatuan dan persatuan Bu" jawab anak yang paling pintar di antara kami.
Lalu guru bercerita tentang zaman penjajahan dan perebutan kemerdekaan Indonesia panjang-lebar. Bercerita tentang keragaman suku, budaya dan bahasa.
Cerita beberapa tahun lalu, mengenang mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) yang disampaikan oleh guru di depan kelas dengan topik integrasi nasional. Dari situlah awal mula saya mengenal konsep integrasi nasional. Akhirnya, setelah pembelajaran selesai di kelas itu, saya mempunyai kesimpulan bahwa integrasi nasional adalah penyatuan seluruh kehidupan di dalam masyarakat yang berbeda.
Seiring berjalannya waktu, saya semakin memahami dan menganalogikan konsep integrasi dengan kebiasaan rujakan di desa. Rujakan adalah satu gambaran masyarakat desa yang selalu hidup berdampingan dan menjaga kebersamaan. Sebab itu, selalu ada sesuatu yang selalu menarik hati untuk dieja dari segi sosial budaya di desa.
Rujakan biasanya dilakukan oleh anak muda dan ibu-ibu, dan tidak menutup kemungkinan bapak-bapak juga ikut rujakan. Waktu untuk rujakan tidak menentu asal ada keinginan dan bahan untuk dibuat rujak. Bahan yang dijadikan rujak pun biasanya variatif, seperti mangga, jambu, pepaya, dan lain-lain. Yang seru dari Rujakan adalah kebersamaannya dalam menikmati, satu cobek untuk ramai-ramai. Bahan-bahan rujakan dikumpulkan dari peserta, ada nyumbang buah ini, buah itu, kerupuk, keripik dan seterusnya.
Ketika rujakan dimulai siapapun boleh bergabung, termasuk orang yang tidak ikut mengupas buah dan mengulek sambal. Tidak ada yang menggerutu dan sibuk nyinyir, malah semakin banyak peserta justru menambah keseruan. Canda tawa sesekali menghiasi antarpeserta meski mulut sudah tidak karuan karena kepedasan. Kalau kurang biasanya mengupas dan mengulek lagi.
Seiring berjalannya waktu, lambat laun rujakan mengalami pergeseran nilai. Rujak semakin elit dan masuk panganan yang dikomersilkan.
Saya pun bertanya siapakah yang tega merampas kebersamaan dan menjadikan kita semakin individualis?
Saya bertanya begitu karena ketika muncul wacana rujakan saat ini, kita langsung menuju warung penjual rujak. Elitnya lagi sekarang rujak bisa dipesan dari rumah kemudian si empunya warung mengantarkan dengan tambahan ongkos kirim. Rujakan yang biasanya berkumpul dengan diselingi keriweuhan dan kebersamaan kini terbagi dalam piring-piring. Ujian integrasi muncul saat itu pula.
Lebih jauh lagi bersamaan dengan waktu yang terus berjalan, dari masalah rujakan yang semakin individualis bergeser ke masalah ngopi bareng. Saat ini, ngopi pun begitu terjadi pergeseran nilai seiring perkembangan teknologi dan informasi. Ngopi  biasanya menjadi tujuan untuk melebur bersama karena ketika ngopi akan diiringi dengan cerita dan pertukaran pikiran. Akan tetapi apa mau dikata, bareng hanya ketika datangnya bareng tapi ketika duduk kembali pada handphone masing-masing.
Secara tidak langsung dari dua kejadian di atas, kita dapat mengetahui dan memahami semakin terkikisnya nilai luhur kita, seperti gotong royong, kepedulian terhadap sesama, kerekatan satu dengan yang lain semakin menipis. Gejala-gejala seperti ini  merupakan gejala akan tergerusnya integrasi bangsa kita.
Mari melangkah lebih jauh lagi dari kata rujakan dan ngopi bareng menuju kejadian sekarang ini, perihal virus corona. Virus corona mari kita anggap saja sebagai ujian untuk bangsa kita saat ini. Virus corona yang semula dianggap remeh karena kekebalan dan kebandelan tubuh kita, kini telah dianggap masalah serius yang menelan korban. Sejauh ini, korban positif virus corona di negara kita sudah lebih dari seribu orang.
Di dalam situasi seperti inilah integrasi bangsa kita sebenarnya diuji. Sebesar apakah nilai persatuan dan kesatuan yang dimiliki setiap pribadi bangsa kita ini? Kita boleh menganggap ini adalah sebentuk penjajahan, penjajahan dari makhluk tak kasat mata, Â yaitu virus.
Dari kebiasaan rujakan sampai virus corona ini dapat kita lihat kepedulian, kebersamaan dan gotong royong masyarakatnya dalam menghadapi pandemi virus corona. Banyak yang menyerukan untuk kita bersama-sama dalam menghadapinya, tapi tidak sedikit juga yang memanfaatkan momen untuk saling menyalahkan, menyudutkan, bahkan isu-isu agama dan politik  turut dimasukkan.Â
Dari sudut ekonomi pun begitu, orang-orang tak mau kehilangan momentum, hingga dijuallah masker dengan harga yang melambung. Dari hal mistis dan menjadi hoax juga begitu, kasus yang terbaru seorang bayi baru lahir dan berbicara meminta memakan telur. Akibatnya banyak warga mencari dan memborong telur.
Perlu kita kaji dan renungkan kembali sejarah bangsa kita. Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan bangsa yang berdiri tegak karena persatuan dan kesatuan. Bangsa yang berintegrasi satu sama lain tanpa membedakan suku, ras, agama  dan bahasa. Saat inilah seharusnya kita tunjukkan keintegrasian kita untuk melawan virus corona ini.Â
Oleh karenanya, melawan virus corona ini adalah tugas bersama, tidak hanya tim medis, pemerintah, masyarakat, golongan A dan B, dan agama A dan B. Ini adalah perjuangan se-bangsa dan se-tanah air, bersama kita teguh, bercerai kita runtuh meskipun social distancing tetap kita jaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H