Mohon tunggu...
LUTFI LAILA
LUTFI LAILA Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manis di Januari, Pahit di April

24 April 2013   11:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:41 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku yang salah, aku yang ceroboh, aku yang tak mampu mengendalikan perasaanku sendiri.

Hari ini kuinjakkan kakiku di Ibu kota, aku merasa Jogja terlalu menyakitkan untukku.

Kota yang kata orang berhati nyaman, kota kelahiranku yang justru menyimpan banyak cerita pahit.

Aku bukannya lari, aku hanya tak ingin terus mengingatnya.

Yah, setidaknya untuk sementara tak kubasahi tanah Jogja dengan air mataku.

Tapi ternyata, melupakannya tak semudah itu, bahkan hiruk pikuk kota metropolitan ini sama sekali tak mengalihkan perhatianku. Tapi tunggu, bukan dia yang ingin aku lupakan, tapi perasaanku untuknya.

Semua ini terjadi begitu saja, mengalir seperti air, tapi tak pasti kemana akan bermuara.

Rasa aneh yang pelan-pelan muncul, rasa yang sebelumnya tak pernah ku tahu apa, hingga akhirnya kurasakan rasa sakit ketika sadar mulai kehilangannya.

Kehilangan? mengapa aku harus merasa kehilangan sedangkan sedetikpun aku tak pernah memilikinya?

Dia yang dulu selalu memberiku perhatian, pesan-pesan singkat yang selalu menemani hariku, dia yang akhirnya mampu mendatangkan pelangi dalam kehidupanku.

Perlahan aku merasa sangat nyaman dengan kehadirannya, menantikan setiap pesan singkatnya, dan menunggu saat-saat untuk bertemu dengannya.

Salah jika aku berharap untuk bisa terus bersamanya? Sikapnya yang membuatku berharap, sikapnya yang membuatku berangan menjadi bagian dari dunianya.

Tapi ternyata aku salah, aku merasa seperti boneka mainan, dia menghilang.Tak ada lagi perhatiannya, tak ada lagi pesan-pesan singkat darinya.

Akulah boneka itu, yang dia mainkan perasaannya, yang menemaninya saat dia merasa sepi, dan aku lah boneka yang pernah dia ajak berjalan-jalan menikmati Jogja di malam hari.

Dan kini, setelah dia bosan, dia tinggalkan boneka itu sendiri, bingung dengan sikapnya.

Seolah tak mau tau dengan perasaanku, tak peduli denganku yang mati-matian membunuh rasa ini.

Sekali lagi aku yang salah, dia tak pernah salah.

Aku pikir setiap perbuatan baikku akan dibalas dengan perbuatan baik juga.

Aku pikir segenap kepedulian dan perhatianku akan selalu menghasilkan sesuatu yang indah.

Aku pikir perasaanku akan terbalas dengan rasa yang sama.

Tapi ternyata aku salah. Walaupun begitu satu yang selalu aku pegang, menyayangi itu memberi dan tak perlu mengharapkan balasan. Menyayangi harus tulus seperti lilin, dia memberikan cahaya walapun tubuhnya harus terbakar.

Aku sadar ini bukan negeri dongeng, dimana aku akan mendapatkan semua yang aku inginkan dengan mudahnya. Ini bukan negeri dongen dimana cinta sang putri selalu tersambut oleh pangeran. Ini dunia nyata, sesakit apapun rasaku sekarang ini harus aku hadapi.

Ini salahku, ini pilihaku, pilihan untuk menyayanginya, jadi memang pantas bila sekarang kutanggung sendiri sakitnya.

Aku menyayanginya dengan iklas, maka bila sekarang aku harus merasa sakit, akupun iklas menerimanya.

Kadang aku merasa menyesal pernah mengenalnya, seandainya saja aku tak pernah mengenalnya, seandainya saja tidak pernah ada percakapan-percakapan itu dan seandainya saja tak pernah ada pertemuan itu, mungkin aku tak akan seperti ini. Aku masih akan damai dalam kesendirianku. Tapi aku percaya, ini bagian dari rencana Tuhan, untuk membuatku semakin kuat, membuatku merasakan pahitnya rasa, hingga nanti suatu hari bila Tuhan memberiku rasa manis, manisnya akan lebih terasa.

Terima kasih untuk bulan Januari hingga April ini, waktu yang singkat tapi cukup untuk membuatku menyayangimu. Tenang saja, walaupun aku masih berharap tapi secepatnya aku akan melupakan perasaanku untukmu. Satu hal harus kamu tau sebelum semuanya hilang, aku tulus menyayangimu, dan aku akan terus mendoakan yang terbaik untukmu.

Satu pesanku, berhentilah bermain boneka, karena kamu lelaki, dan seorang lelaki tidaklah bermain boneka. Mencari yang sesuai keinginanmu tidak harus dengan cara seperti itu. Temukan satu yang kau cinta, yang akan kau jadikan teman hidupmu yang setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun