Mohon tunggu...
LUTFI LAILA
LUTFI LAILA Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keretaku...

16 Maret 2013   02:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:42 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutengok bangku kosong di sampingku, mungkinkah saat ini dia ada di sini? mungkinkah saat ini dia tengah menatapku?

Ahhhh...semua itu tak mungkin, dia telah pergi dalam keabadian. Dan saat ini aku sangat merindukannya, aku ingin sekali mengulang saat-saat terakhir bersamanya. Saat-saat sebelum akhirnya angkutan kota itu merenggut nyawanya.

Apakah pertanyaannya sore itu sebuah pertanda? Karena aku benar-benar tanpanya, dia pergi meninggalkanku. Semua mimpi, angan dan cita-cita tentang masa depan ikut terkubur bersamanya.

Ternyata rencana-rencana kami tak sama dengan rencana Tuhan. Aku mencintainya, tapi ternyata Tuhan lebih mencintainya, dan apa dayaku bila sainganku adalah Tuhan. Dia bukan milikku, tapi milik Tuhan, Tuhan hanya memberiku kesempatan untuk bersamanya. Dia seperti malaikat yang Tuhan kirimkan untukku, mengajarkanku tentang hidup, menjagaku, dan bahkan mencintaiku hingga ajal menjemputnya. Dan ketika tugasnya telah selesai, Tuhan memintanya untuk kembali.

Sayang, terima kasih, untuk semua kenangan indah yang pernah kau berikan, dan terima kasih untuk kasih sayang dan pelajaran-pelajaran hidup yang telah kau berikan. Aku tak akan melupakanmu, karena akan sangat sulit melupakan seseorang yang telah memberikan banyak kenangan indah.

Kini, aku kerjakan semua yang telah kau ajarkan kepadaku, tentang kesabaran, keiklasan, kedewasaan, dan tentang hidup yang tak selalu seindah negeri dongeng. Hingga pada akhirnya, saat ini aku berada di kereta yang sama, kereta terakhir yang kita tumpangi, dan aku dapat berkata "aku kuat dan aku bisa tanpa kamu". Tenanglah di sana, jangan hawatirkan aku, walaupun berat tapi aku mampu.

Hai Bandung, di tanahmulah darah kekasihku tertumpahkan. Aku sempat marah, aku sempat tak ingin mengunjungimu lagi. Tapi hari ini aku datang kembali, aku telah berdamai dengan masa laluku, simpanlah kisahku sebagai bukti bahwa kekasihku pernah ada.

Dua tahun berlalu, hidupku harus terus berlanjut, kini akan kutunggu kereta baruku. Kereta yang akan membawaku pada tujuan akhirku. Tuhan, aku percaya rencana-Mu jauh lebih indah daripada rencana-rencanaku. Terima kasih Tuhan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun