Mohon tunggu...
Lusita Amelia
Lusita Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Sastra Inggris, Universitas Diponegoro

Saya adalah seorang mahasiswa sastra yang memiliki ketertarikan mendalam dalam dunia literasi dan jurnalistik. Berawal dari kegemaran saya membaca buku, saya sudah beberapa kali mempublikasikan artikel. Fokus peminatan saya adalah di bidang linguistik dan media.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stereotip Pria dan Wanita dalam Bergosip secara Sosiolingustik

1 Agustus 2022   09:30 Diperbarui: 1 Agustus 2022   09:36 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu cara paling umum bagi seseorang untuk dekat dengan satu sama lain adalah melalui gosip. Banyak orang menggunakan gosip sebagai media untuk berbagi informasi yang mereka dengar baik benar atau salah. Hal ini berlaku bagi pria atau wanita. Jika kita mendengar kata “gosip”, sebagian dari kita akan berpikir bahwa itu adalah hal yang buruk untuk dilakukan. 

Namun, kenyataannya adalah orang-orang melakukan gosip dengan berbagai cara dan tujuan. Hal ini memberikan penilaian negatif bagi orang-orang yang suka bergosip karena menganggap kegiatan ini mengarah pada penyebaran rumor yang penuh dengan kebohongan atau informasi yang salah. 

Orang lain dapat mengubah informasi dengan menambahkan hal-hal yang tidak perlu atau bahkan tidak ada sebelumnya. Hal ini dapat menciptakan energi negatif yang akan mempengaruhi siapa saja yang terlibat. 

Terlebih jika orang menggunakan gosip untuk berbagi pendapat atau informasi, itu akan memberikan label negatif kepada mereka, khususnya para wanita. Oleh karena itu, bergosip adalah kegiatan yang penuh dengan stereotip berbasis gender.

Secara sosiolinguistik, gosip dikenal sebagai salah satu bentuk gaya dalam menyampaikan pesan, membedakan laki-laki dan perempuan dalam penyampaian tujuannya dalam kehidupan sosial. Baik pria maupun wanita, mereka menggunakan gosip untuk mendekatkan hubungan mereka satu sama lain. Menurut Holmes (2013), dikatakan bahwa laki-laki memilih menggunakan bahasa sebagai alat untuk memberikan komentar atas pendapat orang lain ketika itu bertentangan dengan pendapat mereka. 

Namun, wanita cenderung diam karena menurut mereka itu adalah cara terbaik untuk bereaksi terhadap komentar lain. Kebanyakan orang setuju bahwa wanita adalah orang yang cenderung bergosip daripada pria. Bergosip adalah salah satu stereotip terkait kegiatan linguistik dan sosial dengan perempuan, yang berasal dari keyakinan stereotip bahwa perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-laki. Pemikiran dangkal ini berasal dari kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang topik komunikasi masing-masing gender secara lebih mendalam. 

Penelitian menemukan bahwa pria dan wanita bergosip dalam jumlah yang cukup sama, tetapi topik yang mereka gosipkan berbeda. Saat bergosip, wanita cenderung berbagi tentang perasaan mereka dan mencoba membangun hubungan yang lebih dekat dengan orang lain. Sebaliknya, pria menggunakan gosip untuk berbagi informasi daripada membicarakan perasaan mereka. 

Dikutip dari pernyataan seorang sosiolog linguistik, Tannen (1990), wanita merasa aman dan tidak merasa kesepian setelah berbagi perasaan. Pada wanita, mereka secara signifikan cenderung bergosip tentang teman dan keluarga. Hal ini terjadi karena sebagian besar wanita berfokus pada keintiman yang menuntun mereka dalam mengambil keputusan, mencapai kebersamaan, dan sebagainya.

Tidak terkecuali, pria juga memiliki kegemaran dalam bergosip. Mereka bergosip dengan pasangannya dengan niat dan pola yang berbeda. Pria biasanya menggunakan logika mereka untuk menganalisis sesuatu yang mereka lihat atau dengar daripada menggunakan perasaan atau emosi mereka. 

Menurut Wardaugh (2005), mengatakan bahwa pria lebih tertarik untuk berbicara tentang kekayaan, status, selebriti, dan tokoh olahraga. Pria lebih cenderung daripada wanita untuk berbicara tentang diri mereka sendiri, pekerjaan mereka, hubungan mereka, dan untuk mempromosikan diri mereka sendiri. 

Oleh karena itu, ada kemungkinan bagi pria untuk bergosip tentang hubungan dan perasaan mereka. Pria tidak selalu membagikan rahasia dan perasaannya kepada pria lain karena jika mereka berpikir itu bukan masalah besar sehingga mereka tidak akan menceritakannya kepada teman atau kolega mereka. Hal ini disebabkan oleh konstruksi sosial yang membuat laki-laki merasa dapat mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri tanpa ada gangguan dari pendapat orang lain. 

Dalam sebuah percakapan, pria lebih cenderung fokus pada pembicaraan status. Jadi, mereka menganggap tidak penting berkonsultasi dengan pasangannya. Fenomena ini membawa kita kepada konsep maskulinitas di mana laki-laki mendapat doktrin untuk menentukan jalan mereka sendiri untuk menjadi gentleman atau "pria sejati". Namun, pria dianalisis jauh lebih banyak bertukar gosip dengan pasangan mereka dibandingkan wanita. Sungguh menarik, bukan?

Dari konsep tersebut,  menjadikan stereotip pria yang suka bergosip itu buruk. Gosip seharusnya bukan menunjukkan sifat buruk, melainkan menjadi forum untuk berbagi informasi. Namun, pria lebih cenderung menggunakan kata-kata kasar saat berbicara dengan orang lain.. Dari sinilah muncul stereotipe yang menyatakan bahwa pria yang bergosip tidak selamanya “jantan”. Hal ini menggiring pria yang suka bergosip sebagai gosip guy

Akibatnya, gagasan bahwa hanya gosip perempuan yang mungkin dengan mudah mendapatkan daya tarik sebagai akibat dari rumor tertentu yang diusung secara efektif oleh laki-laki. 

Gosip tidak selalu tentang menyebarkan informasi yang salah dan menjelekkan orang lain. Gosip, dalam sosiolinguistik, adalah tempat berbagi informasi tentang suatu fakta atau fenomena. 

Kegiatan ini tidak bisa dijadikan acuan untuk melabeli seseorang secara negatif, baik perempuan maupun laki-laki. Keduanya berada di tempat yang sama dalam bergosip, hanya dengan tujuan dan gaya yang berbeda. Tidak selamanya wanita adalah orang yang paling suka bergosip daripada pria karena fakta menunjukkan bahwa keduanya memiliki andil yang sama dalam membicarakan suatu topik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun