***
Aku masih di sini. Menunggu dering telpon berbunyi. Dan saat terdengar dering itu, seketika ku sambar gagang telpon dan ku berteriak, “Pak !”. Dari sana ku dengar “Bu !” kami memanggil bersamaan. Hati seakan tahu bahwa dia yang akan nelpon. “Ibu, Ibu sehat?” “Sehat Pak. Bapak sehat?” aku balik tanya. “Bapak sangat mengkhawatirkan Ibu. Bapak ingat terus ke Ibu.” “Ya, sama. Ibu juga sehari ini ingat terus pada Bapak, khawatir jangan-jangan Bapak sakit.” “Bapak sehat bu. Alhamdulillaah. Hati ini masih ada rasa khawatir, ada apa ya? Coba ditanya, apa di keluarga kita ada yang sakit. Tapi, syukur lah, kalo Ibu tak apa-apa. Nanti telpon lagi kalo ada kabar dari keluarga.” “Ya, Pak.” Kami bersama bekerja dalam sebuah lembaga sekolah, sehingga kami memanggil satu sama lain seperti anak-anak memanggil kami di sekolah. Bapak dan Ibu.
Hhhh..... Tenang rasanya setelah mendengar suaranya. Ketenangan dan rasa bahagia yang pertama kali ku rasa. Dan mantaplah dalam hati, ini jawaban dari Alloh akan do’a-do’a yang kupajatkan, do’a mohon agar ditunjukkan apakah dia yang akan jadi pendamping hidupku esok dan selamanya.
Kalau kamu bertanya, “Sesederhana itukah kesimpulan yang kamu ambil, untuk meyakinkan diri bahwa itu adalah jodohmu?” aku jawab, “Ya."
***
Alhamdulillah, 15 tahun telah berlalu. Ku arungi bahtera rumah tangga bersamanya, beserta seorang putri dan dua orang putra buah cinta kami berdua. Cinta yang tumbuh bukan dari sekumpulan rayuan gombal, bukan dari serangkaian puisi cinta, bukan dari rangkaian-rangkaian bunga yang dikirimkan. Cinta kami tumbuh dari sekumpulan do’a yang terus kami panjatkan dan memohon pada yang Maha Rahman Rahim, untuk kebaikan dan keberkahan kini dan nanti. Cinta kami tumbuh dari perhatian dan kasih sayang, meski tak bertabur kata-kata cinta.