Terus berlatih untuk dapat mengembangkan ide menjadi sebuah cerita. Kemudian permasalahan yang sering terjadi adalah takut salah. Rasa takut salah biasanya dikuti takut dikritik.Â
Apabila perasaan takut salah dan takut dikritik masih hinggap pada diri peserta didik, maka akan menghambat ide dan kreatifitasnya. Guru harus terus memantik semangat dan mengobarkan motivasi kepada peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu sebuah cara untuk menumbuhkan bakat menulis peserta didik. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pentigraf atau cerpen tiga paragraf.
Menurut Indradi (2018) Pentigraf adalah kependekan dari Cerpen tiga paragraf. Keringkasan dan kemenarikan cerita yang disajikan membuat pentigraf sebagai genre sastra yang sangat cocok untuk dipelajari di era ini.Â
Cerpen sebagai bagian dari karya sastra memuat sisi rekreatif dan edukatif lantaran selain terhibur, pembaca dapat mengambil nilai-nilai kehidupan yang diteladaninya sehari-hari.Â
Wujud pentigraf mampu mengakomodir keperluan peserta didik. Peserta didik diuntungkan karena pentigraf ditulis dalam bentuk yang ringkas dan sederhana. Melalui gawai yang dimiliki peserta didik bisa membuat pentigraf.Â
Peserta didik dapat juga langsung mengunggah ke media sosial yang mereka miliki. Lebih ringkas dan menjadi penerapan alih wahana sastra dan adaptasi sastra dengan berbagai media, serta integrasi pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sastra.Â
Oleh sebab itu, pentigraf ini layak disajikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran sastra khusunya pembelajaran menulis cerpen di sekolah.
Menurut Tjahjono (2017), pentigraf sebenarnya merupakan salah satu wujud dari flash fiction, yaitu prosa fiksi yang singkat, meskipun tidak ada ukuran baku terkait singkatnya itu.Â
Pentigraf ini merupakan salah satu genre fiksi mini yang sempat melejit tahun 1980. Salah satu pionirnya adalah Tengsoe Tjahjono, seorang sastrawan yang aktif mengirimkan pentigrafnya ke harian Suara Indonesia Malang. Kemunculan pentigraf baru dirasakan lagi setelah beberapa sastrawan nasional mulai turun gunung untuk menyadarkan budaya literasi, khusunya literasi sastra.
Bentuk pentigraf memang terbatas hanya tiga paragraf saja, tetapi semua unsur cerita tetap harus dihadirkan. Unsur tersebut adalah (1) tokoh, (2) latar. (3) alur. (4) tema, dan unsur intrinsik lainnya.Â