" Anak ustad kok kelakuannya minus begitu" Â " Anak orang ulama harusnya tidak seperti itu, harusnya dia jauh lebih sholeh dari orangtuanya, ini kelakuan kaya anak tidak terdidik" Â dan banyak lagi cibiran-cibiran lain yang menimpa anak yang berasal dari keluarga terhormat namun tidak menunjukkan prilaku yang sesuai dengan kondisi orangtuanya.
Ada banyak kasus anak ideologis tidak selalu seriring sejalan dengan orangtua bilogisnya. Â Orangtua malah lebih berhasil mendidik anak-anak ideologisnya dibanding dengan anak biologisnya, demikian pula sebaliknya.
Apa yang dimaksud dengan ideologi itu sebenarnya?
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Â Ideologi merupakan kumpulan konsep bersistem yang dapat dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan kalangsungan hidup.
Setiap orangtua tentu menginginkan anak-anak biologisnya mampu menjadi anak ideologis juga, yang seiring sejalan, sepemikiran dan mempunyai konsep hidup yang sama. Â Namun pada kenyataannya banyak anak yang justru memilih jalan hidupnya sendirinya.Â
Disinilah sering terjadi pertentangan antara orangtua dan anak, satu sisi orangtua menginginkan Anak mengikuti pemahamannya sedangkan Anak justru menginginkan keluar dari pakem-pakem atau ketentuan-ketentuan yang telah Orangtua tanamkan.
Baginda Rasulullahi SAW bersabda :
" Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Nasrani, Yahudi atau Majusi (HR.Muslim)
Kilas Balik Sejarah
Ternyata perbedaan antara orangtua dan anak dalam menegakkan prinsip-prinsip ideologisnya sudah terjadi sejak dahulu kala yang tercatat dalam Sejarah kisah orangtua dan anak yang mempunyai hubungan biologis namun tidak mampu juga menjadikannya anak yang seidologis dengannya.
Dalam Al qur'an pun terdapat banyak kisah anak biologis yang tidak seidelogis dengan kedua orangtuanya.
- Nabi Adam AS
- Qabil membunuh saudaranya yaitu Habil dengan emosi yang penuh hasad dan dengki membuatnya berani menentang Ayahnya dan Allah SWT
- Kan'an Putra nabi NuhNabi Nuh protes kepada Allah SWT kenapa anaknya tidak dianggap oleh Allah SWT, Allah SWT menjawab "Innama ghoiru Sholih" ia telah berbuat yang tidak semestinya
- Nabi Muhammad SAW Tidak mampu mengislamkan pamannya Abu Thalib. Allah SWT mengatakan "Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai sekalipun, tetapi Allah SWT akan mengaruniakan hidayah kepada siapun yang dia kehendaki"
Dalam realitanya, ada empat golongan orang tua dalam upaya mewariskan dakwah kepada generasi selanjutnya :
Pertama, Orang tua yang berhasil mendidik anak nasabnya (anak biologisnya) menjadi anak ideologi Islam. Mereka juga berhasil banyak mencetak anak-anak bukan nasabnya menjadi anak ideologi Islam.
Kedua, orang tua yang gagal mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam, seperti kisah anak Nabi Nuh as. Namun mereka berhasil banyak mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.
Ketiga, orang tua yang berhasil mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam. Namun mereka tidak turut serta (tidak berdakwah) untuk mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.
Keempat, orang tua yang gagal mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam. Dan mereka juga tidak ikut serta mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.
Dari klasifikasi sederhana tersebut, tentu golongan pertama adalah golongan yang paling sukses. Mereka akan meninggalkan dunia ini dengan senyum kepuasaan dan kebanggaan sebagai seorang muslim, yang telah berhasil melakukan tauritsul amal (mewariskan amal Islam) kepada banyak anak-anak muda, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain.
Golongan kedua adalah golongan yang telah berusaha untuk mendidik anak nasabnya tapi karena kurang tepat atau kurang ilmu dalam pola asuh, maka anaknya tidak mengikuti jalan orang tuanya. Walaupun kurang sukses dalam mendidik anaknya sendiri, namun mereka masih memiliki kebanggaan karena turut serta dalam barisan dakwah yang berhasil banyak mencetak anak-anak bukan nasabnya menjadi anak ideologis.
Golongan ketiga adalah golongan orang tua yang cukup sukses dan patut menjadi teladan dalam pendidikan anak nasabnya. Namun mereka perlu instrospeksi diri mengapa tidak turut berdakwah kepada anak-anak bukan nasabnya, yang semestinya bisa mereka didik dengan mencontoh keberhasilan mereka dalam mendidik anak nasabnya. Kelalaian dalam berdakwah akan dimintai pertanggungjawabnnya kelak di yaumil hisab.
Golongan keempat adalah golongan orang tua yang tidak paham untuk apa mereka hidup dan menghidupkan. Inilah golongan orang tua yang gagal dan jahil, yang hanya bisa bangga dengan keberhasilan materi, gengsi dan gelar-gelar semu untuk dirinya dan anaknya. Mereka tidak peduli dengan masa depan peradaban manusia dan Islam.
Pertanyaannya adalah, termasuk orang tua yang manakah Anda?
Ketahuilah, masing-masing kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT terhadap tugas ini.
Semoga kita terus berusaha menjadi orang tua golongan pertama sampai akhir usia kita, karena mereka inilah sebaik-baiknya golongan orang tua (sukses).
NILAI ANAK
Dalam menanamkan nilai-nilai ideologis tentu sangat dipengaruhi oleh Nilai anak itu sendiri. Â Bagaimana orangtua memaknai nilai Anak akan sangat berpengaruh pada bagaimana orangtua memaknai kehadiran Anak.
 "Dan hendaklah TAKUT (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar" (Qs. 4 ayat 9).
Salah satu kewajiban setiap muslim adalah mewariskan nilai-nilai Islam dan dakwah kepada anak-anaknya atau kepada generasi muda selanjutnya.
Amanah dari Tuhan, sehingga harus dijaga sebaik-baiknya, dan menyiapkan mental untuk suatu saat diambil Yang Maha Kuasa sebagai Investasi akhirat
Mau dijadikan apa anak oleh orangtuanya sebetulnya tergantung dari Nilai Anak itu sendiri. Â Nilai anak dalam hal ini diartikan sebagai pandangan atau persepsi orangtua mengenai keberadaan anak yang akan menentukan gaya dan cara orangtua merawat, membesarkan,mengasuh dan mendidik anak.
Prof Euis Sunarti guru besar dalam Ilmu Keluarga mengatakan bahwa terdapat beberapa dimensi nilai anak :
- Dimensi Ekonomi meliputi pendangan orangtua mengenai biaya membesarkan anak, biaya memenuhi kebutuhan materi anak sejak dalan kandungan sampai mandiri.
- Dimensi Psikologis, menekankan prinsip orangtua yang berpandangan bahwa anak mendatangkan kesenangan, kegembiraan, rasa bangga, kepuasan, dan kebahagiaan.
- Dimensi Religius, dimensi anak ini ditandai oleh pandangan orangtua bahwa anak merupakan Amanah Allah SWT, sehingga harus dijaga sebaik-baiknya dan menyiapkan mental  untuk suatu saat diambil Kembali oleh Allah SWT.  Anak adalah investasi akhirat yang menjadi penentu apakah orangtua masuk surga ataukah neraka
- Dimensi Sosial, dimensi ini menekankan pandangan orangtua mengenai kedudukan social anak. Â Anak dipandang sebagai presitse bagi orangtuam sebagai penerus nama dan garis keturunan keluarga
Dasar-dasar pembentukan ideologis anak
Sucikan jiwanya, sebelum orang tua mendidiknya. Pahamkan adab di dalam jiwanya, baru kemudian ajarkanlah ia tentang ilmu.
Allah berfirman : "Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, "Apa yang kamu sembah SEPENINGGALKU?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya" (Qs. 2 ayat 133).
 Dasar-dasar Pendidikan Anak Dalam Islam
 Pendidikan keimanan (Ruhiyah)
Pendidikan Khuluqiyah (Moral)
Pendidikan Aqliyah (Intelektual)
Pendidikan Nafsiah (Psikologis)
Pendidikan Ijtima'iah (Sosial)
Pendidikan Jismiah (Jasmani)
Pendidikan Jinsiah (Seksual)
Pendidikan  yang Baik  bagi Anak
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Qs. 66 ayat 6).
- Hak untuk ditarbiyah secara baik
- Prioritas tarbiyah mengajarkan prinsip iman, ibadah, akhlak dan muamalah. Orang tua harus menjadi teladan konkret yg baik( ).
- Orang tua dan mas'ulin harus memperhatikan tahapan.
- Wajib hukumnya melindungi anak ,khususnya pada usia  beranjak dewasa ().
Hadirlah menjadi orangtua sosok ideologis yang hidupnya selalu bergantung kepada Allah SWT
Keteladanan sangat berpengaruh pada Pendidikan Anak karena : Keteladanan menimbulkan kepercayaan meningkatkan ketaatan menguatkan kecintaan.
(artikel ini telah disampaikan dalam webinar IFC Giga bulan september 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H