Mohon tunggu...
Lusia Dyah Pratiwi
Lusia Dyah Pratiwi Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis RSUD Cilacap

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlukah Pendidikan Seksual Sejak Dini?

12 Oktober 2020   10:41 Diperbarui: 12 Oktober 2020   10:50 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kasus kekerasan pada anak dari tahun ke tahun makin meningkat. Kekerasan pada anak dapat terjadi di mana saja dan dilakukan oleh siapa saja termasuk orang-orang terdekat. Kekerasan terhadap anak-anak dapat terjadi pada anak laki-laki maupun anak perempuan. 

Kasus yang sedang ramai dibicarakan selama  pandemi ini, khususnya di Kabupaten Cilacap yaitu kasus dugaan pencabulan (sodomi) yang dilakukan oleh seorang laki-laki dewasa dengan korban anak-anak. Ada puluhan anak-anak laki-laki yang diduga menjadi korban kasus tersebut. Pelaku merupakan orang yang sudah dikenal oleh para korban.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPA) berdasarkan data SIMFONI PPA mencatat bahwa angka kekerasan pada anak selama pandemi termasuk tinggi pada rentang 1 Januari sampai dengan 19 Juni 2020. 

Tercatat telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya ada 852 kekerasan fisik, 768 psikis dan 1.848 kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual tergolong tinggi diantara kasus kekerasan yang terjadi pada anak. 

Khusus untuk Kabupaten Cilacap, data dari P2TP2A Citra Kabupaten Cilacap sejak bulan Januari sampai dengan Juli 2020 terjadi kasus kekerasan sebanyak 45 kasus. 

Kasus kekerasan yang terjadi diantaranya yaitu kasus pencabulan, kasus pemerkosaan, kasus persetubuhan, kasus pelecehan seksual. Terdapat 96 korban yang sebagian besar merupakan anak-anak.

Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang bersifat memaksa dalam hubungan seksual. Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara yang tidak wajar dan tidak disukai oleh anak. Kekerasan dan pelecehan seksual merupakan tindakan yang belum dapat dimengerti dan dipahami oleh anak-anak. 

WHO (World Health Organization) mendefinisikan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak adalah aktivitas seksual yang tidak sepenuhnya dipahami, tidak ada penjelasan mengenai melanggar norma atau aturan masyarakat (Azzahra, 2020). 

Menurut Triwijayati (dalam Sulistiyowati dkk, 2018) pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki serta berakibat mengganggu korban pelecehan, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang memiliki konotasi seksual.

Kejahatan seksual tidak selalu diawali dengan tindak kekerasan secara fisik maupun non fisik. Para pelaku biasanya akan memberikan iming-iming yang dapat berupa barang-barang yang disukai oleh anak, merayu anak, atau memberikan janji-janji yang menyenangkan bagi anak. Hal tersebut membuat anak yang menjadi korban tidak merasa dipaksa oleh pelaku. 

Selain memberikan iming-iming, pelaku memberikan suatu ancaman atau hal-hal yang bersifat manipulatif. Pelaku kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal baik misalnya keluarga, tetangga, guru, teman sepermainan, atau orang terdekat lainnya.

Bentuk kejahatan seksual antara lain, 

(1) Kontak fisik yaitu pencabulan yang dapat berupa meraba-raba bagian tubuh yang terlarang (bagian sekitar dada, kemaluan, bokong dan bibir), memasukkan benda atau alat vital ke dalam bagian tubuh yang terlarang, meminta agar anak memegang atau meraba-raba bagian tubuh yang terlarang dari pelaku dan melakukan sodomi sampai dengan memperkosa; 

(2) Kontak non fisik contohnya (a) Mempertontonkan bagian tubuh yang terlarang, gambar atau video yang terdapat unsur pornografi kepada anak; (b) Memotret atau membuat video anak dalam keadaan tidak senonoh; (c) Mengucapkan kata-kata atau istilah yang mengandung unsur seksual kepada anak; (d) Memperjualbelikan atau menyebarluaskan gambar, foto, video anak dalam keadaan tidak senonoh dan mengandung unsur pornografi kepada anak.

Beberapa tahun terakhir ini banyak terjadi kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Mengapa hal ini terjadi? Hal tersebut terjadi bisa dikarenakan anak yang kurang pengetahuan mengenai pendidikan seksual. 

Orangtua juga berperan dalam hal ini yaitu orangtua tidak pernah memberikan pengetahuan mengenai pendidikan seksual kepada anak sejak dini. Banyak orangtua yang memiliki anggapan bahwa pendidikan seksual merupakan hal yang tabu dan tidak layak diberikan pada anak. Orangtua memiliki kekhawatiran apabila anak mengenal perilaku seks sejak dini.  

Pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan seksual kepada anak sejak dini oleh orangtua. Guru pertama bagi anak-anak adalah orangtuanya. 

Pendidikan seksual yang diberikan oleh orangtua juga disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Pendidikan seksual pada anak dapat dimulai dengan pengenalan anggota tubuh dan bagian-bagian apa saja yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh oleh anak serta orang-orang terdekat (ayah atau ibu). 

Pengenalan tindakan yang baik dan tidak baik yang berkaitan dengan seksual, sehingga anak-anak dapat mengetahui batasan sebagai anak laki-laki dan anak perempuan. 

Anak yang telah memiliki bekal pengetahuan tentang pendidikan seksual dapat mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual dengan mudah dan penuh keberanian.

Bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain yaitu daerah mulut, daerah leher, daerah dada, daerah alat kelamin (vagina atau penis), daerah sekitar paha, daerah untuk buang air besar. Bagian-bagian tersebut harus dijaga oleh anak dan tidak boleh disentuh orang lain. 

Orang lain di sini yaitu orang-orang kecuali orangtua, dokter, dan pengasuh dengan didampingi orangtua. Memberikan pengetahuan tentang pendidikan seksual yang berkaitan dengan bagian-bagian apa saja yang tidak boleh disentuh kepada anak dapat mengajarkan kepada anak bahwa dirinya beserta tubuhnya merupakan hal yang sangat berharga.

Selain itu ada upaya lain menurut Choirudin (dalam Sulistiyowati dkk, 2018) yang dapat diajarkan kepada anak dengan istilah 3L, yaitu :

(1) Latih anak untuk mengenal organ seksual dengan menggunakan bahasa yang sederhana agar memiliki pengetahuan bahwa organ seksual harus dirawat dan dijaga dan anak mengetahui ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan; 

(2) Larang orang lain untuk menyentuh atau meraba organ seksual. Anak diajarkan agar menjaga tubuhnya dengan melarang siapapun apabila ada yang ingin menyentuh, meraba dan melakukan apapun di bagian organ seksual;

(3) Lapor kepada orangtua, guru atau orang terdekat yang lain jika terjadi tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Anak diharapkan mampu terbuka ketika sedang menghadapi suatu masalah dan dapat melaporkan kepada siapa saja apabila ada yang secara sengaja menyentuh, meraba, atau melakukan sesuatu pada organ seksual. Terkadang anak bersikap diam dikarenakan merasa bersalah atau takut jika orangtua marah.

Menurut Utami (dalam Sulistiyowati dkk, 2018), hasil penelitian dari Leitenberg & Gibson dalam  mengungkapkan bahwa pendidikan seks dalam sekolah juga terbukti mampu menurunkan resiko terjadinya kekerasan seksual pada anak dan tidak mengakibatkan kelainan perilaku seksual pada masa dewasa anak tersebut.

Pendidikan seksual sejak dini dapat dikatakan penting untuk diajarkan oleh orangtua kepada anak. Pembelajaran untuk pendidikan seksual dapat diberikan dengan bahasa yang sederhana disertai contoh (misalnya dengan alat peraga, cerita atau video).

Hal ini diharapkan anak lebih mudah untuk memahami mengenai pendidikan seksual. Dengan demikian kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak dapat terhindarkan.

Daftar Referensi :

KEMENPPA. 2020. Angka Kekerasan Terhadap Anak Tinggi di Masa Pandemi, KEMEN PPA Sosialisasikan Protokol Perlindungan Anak. (diakses 10 Oktober 2020)

Serayu News. 2020. 45 Kasus Kekerasan Terhadap Anak Terjadi Selama Pandemi. (diakses 12 Oktober 2020)

________ . 2015. Anak adalah Anugerah : Stop Kekerasan Terhadap Anak. Kemkominfo.

Sulistiyowati, A., Matulesst, A., & Pratikto, H. 2018. Psikoedukasi Seks: Meningkatkan pengetahuan untuk Mencegah Pelecehan Seksual pada Anak Prasekolah.  Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 06, No.01.

Azzahra, Q. M. 2020. Pendidikan Seksual Bagi Anak Usia Dini : "My Bodies Belong To Me". Jurnal Pendidikan : Early Childhood Vol. 4 No.1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun