Mohon tunggu...
Lusia Yasinta F Maturbongs
Lusia Yasinta F Maturbongs Mohon Tunggu... Guru - guru

saya adalah orang yang hobinya menyanyi, olahraga, jalan - jalan dan melakukan kegiatan sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Inkonsistensi Sistem Pengajaran Pendidikan dan bayang-bayang era globalisasi terhadap pendidikan nasional

2 Desember 2023   18:46 Diperbarui: 3 Desember 2023   10:36 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

          Pendidikan merupakan aspek dasar kehidupan manusia, seseorang bukan hanya mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi juga diajarkan untuk berakhlak baik dan berbudi pekerti luhur. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi, Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia yang terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain. 

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 menyebutkan mengenai arti dari pendidikan nasional yang berbunyi, “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Sedangkan Pengertian Pendidikan menurut salah satu ahli yaitu H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 fungsi dan tujuan Pendidikan nasional adalah:

          “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dari beberapa pengertian Pendidikan pada tahap sekolah dasar dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perekembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan oleh orang lain.

Apabila dibandingkan dengan negara–negara lain untuk di Asia, pendidikan Indonesia masih ketinggalan jauh. Pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat yang memprihatinkan untuk kategori membaca. Bayangkan saja, dari 78 negara Indonesia menempati posisi sepuluh terendah yang berarti masyarakat masih abai akan minat membaca yang dapat berdampak buruk pada mutu kualitas pendidikan di Indonesia. Rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia ini disebabkan karena perolehan nilai Indonesia masih jauh dari cakupan kualitas per pelajaran. 

Contohnya untuk nilai membaca Indonesia memperoleh nilai 371, sementara untuk matematika Indonesia meraih nilai 379, dan untuk bidang sains Indonesia mampu menggapai nilai 396. Data ini didapatkan dari PISA atau Programme for International Students Assessment yang bergelut pada penilaian mutu dunia di bidang membaca, matematika, dan sains. Akibat rendahnya perolehan nilai ini pula, berdasarkan survei dari Politic and Economic Risk Consultant Indonesia menempati posisi ke 12 dari 12 negara se-Asia untuk predikat kualitas pendidikan. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat Indonesia menduduki peringkat empat dunia sebagai negara yang kaya akan sumber daya manusia, tetapi masih belum mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan untuk pendidikan.

          Pasal 1 UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Berangkat dari bunyi pasal ini dapat diketahui bahwa pendidikan adalah suatu sistem totalitas struktur yang terdiri dari komponen yang saling terkait dan secara bersama menuju kepada tercapainya tujuan (Soetarno, 2003:2). Adapun komponen-komponen dalam pendidikan nasional antara lain adalah lingkungan, sarana-prasarana, sumber daya, dan masyarakat. Komponen-komponen tersebut bekerja secara bersama-sama,saling terkait dan mendukung dalam mencapai tujuan pendidikan. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, ketidakjelasan sistem pendidikan yang kita miliki membuat segala aspek kehidupan ikut mengalami ketidakjelasan.

          Sistem pengajaran yang ada di Indonesia terbagi menjadi beberapa kategori. Salah satunya yang banyak diterapkan yaitu sistem yang berorientasi pada nilai. Selain itu, ada juga sistem yang menganut konsep pendidikan terbuka. Sistem pendidikan di desain secara khusus agar KBM lebih efektif, maka dari itu perlu adanya penyesuaian kurikulum sesuai perubahan zaman. Perubahan kurikulum di Indonesia sudah mengalami 10 kali pergantian. Kurikulum berubah agar peserta didik bisa mengikuti perubahan zaman, realisasinya dapat di lihat seperti berikut:

1. Akses pendidikan, Telah diupayakan untuk memantapkan program dan pengelolaan pendidikan bermutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan untuk melayani setiap warga, bahkan setiap daerah pun telah berusaha keras untuk mewujudkan Sekolah Berstandar Internasional dalam rangka merespon arus globalisasi. Namun di sisi lain ternyata semakin banyak warga negara yang mengalami kesulitan untuk memperoleh akses pendidikan yang bermutu pada semua jenis dan jenjang.

2. Kurikulum dan program, pemerintah selalu melakukan updating kurikulum. Model kurikulum yang saat ini diterapkan yaitu kurikulum 13 (K-13). Namun, karena adanya pandemi pemerintah menerapkan fleksibilitas sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Sebelum diberlakukan K-13, kurikulum yang dipakai yaitu KTSP. Perubahan kurikulum ini memberikan perubahan dalam sistem proses pembelajaran. Yang tujuannya membuat peserta didik agar lebih aktif dan kreatif. 

Kenyataannya, banyak guru yang salah kaprah karena beranggapan bahwa dalam k-13 walaupun masih banyak mata pelajaran yang perlu dijelaskan oleh guru, guru tidak menjelaskan buku teks tersebut kepada siswa kelas. Seorang guru masuk ke kelas dengan memberikan beberapa pekerjaan rumah, kemudian meminta siswa membentuk beberapa kelompok dan berdiskusi, kemudian mengumpulkan laporan hasil diskusi. Guru kemudian meninggalkan kelas tanpa memantau atau memberikan materi apa pun.

3. Metode belajar yang monoton. Sejak awal, pembelajaran di Indonesia masih mengandalkan teori-teori saja. Masih banyak sekolah yang jarang mengadakan praktikum atau membekali peserta didik dengan soft skill dan hard skill. Akibatnya banyak peserta didik yang menyelesaikan pendidikan, namun sedikit hal yang bisa mereka lakukan. Waktu belajar di Indonesia banyak menghabiskan waktu pelajaran di dalam kelas, yang membuat peserta didik bosan dan stres. Sedangkan luar negeri, waktu belajar sekitar 30-40 persen dan selebihnya waktunya berinteraksi di luar kelas. Masih banyak sekolah yang tidak mengaktifkan organisasi atau kegiatan yang bisa menyalurkan bakat peserta didik. Sehingga membuat sistem belajar di Indonesia yang membosankan dan menjadikan rendahnya prestasi peserta didik.

          Terlepas dari sistem pengajaran pendidikan yang masih inkonsisten, dunia pendidikan indonesia di bayangi oleh arus globalisasi yang kian maju dimana ada pengaruh positif dan negatif yang ditimbulkan. Pada era globalisasi ini Pendidikan Nasional di dukung oleh kemajuan zaman dalam hal teknologi yang dapat memudahkan baik bagi si pendidik maupun siswa/i dalam memperoleh informasi. 

Kecanggihan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat beragam sebut saja salah satu yang sering digunakan oleh khalayak umum seperti Gadget atau Handphone yang didukung koneksi internet, sangat mudah digunakan oleh semua kalangan dari anak-anak hingga orang dewasa serta cukup praktis untuk dibawa kemanapun. 

Adapun berbagai fiture/aplikasi yang tersedia pada Handphone seperti Google,Youtube dan berbagai platform lainnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan termasuk dalam hal pendidikan.

Memang peran kemajuan teknologi berpengaruh terhadap dunia pendidikan dan cukup membantu dalam memperoleh informasi namun proses pembelajarannya yang kurang efektif dalam mengedukasi dimana pada akhirnya munculah paradigma “tradisi serba cepat dan instan”, penyikapan arus globalisasi yang tidak tepat bisa menjadikan pendidikan kehilangan orientasi idealnya yaitu proses pembelajaran.
Dampak negatif pada era globalisasi terhadap siswa di lihat dari segi pendidikan dan sosial budaya dan kesehatan  :

 1. Pendidikan

- Pendidikan semakin dikomersialkan
- Pengelompokan masyarakat berdasarkan status sosial untuk menikmati pendidikan berkualitas
- Kekuatan negara mengontrol pendidikan semakin melemah
- Menurunnya kualitas moral siswa karena informasi dari internet yang dapat diakses secara mudah
- Sistem pendidikan mengacu ke negara lain

2. Sosial budaya

- Peluang masuknya kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan ideologi negara semakin besar
- Kesenjangan sosial, karena tidak menyentuh wilayah pedalaman
- Kebiasaan meniru kebiasaan negara lain, seperti kebarat-baratan atau K-Pop
- Muncul kebiasaan instan atau serba cepat
- Semangat gotong-royong, solidaraitas, kepedulian. Dan ketidaksetiakawanan sosial semakin luntur

3. Kesehatan

- Radiasi Handphone dapat merusak mata
- Pengaruh game yang berakibat kurangnya siswa berolahraga
- Situs atau konten negatif merusak kondisi psikis siswa

Salah satu contoh pengaruh era globalisasi yang membuat menurunnya moral siswa seperti yang terjadi di SD Kawasan Akabiluru yang terletak di kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat pada hari senin 17/07/2023, dikutip dari website Minangsatu.com dijelaskan bahwa seorang siswa laki-laki yang nama nya tidak disebutkan oleh penulis berkata kasar dan menendang pintu seraya menantang seorang guru untuk berduel (wartawan: siska afriani) unggahan video yang sempat beredar di media sosial banyak mendapat hujatan terhadap perilaku siswa tersebut tetapi telah telah di hapus agar tidak di contoh siswa lainnya.

Hal yang lebih memperihatinkan terjadi magetan jawa timur, dua bocah yang masih duduk dibangku SD tersebut melakukan hubungan intim layaknya suami-istri, dikutip dari POSBELITUNG.co, Kamis 18/7/2019, dalam video yang tersebar terekam dua bocah yang sama-sama masih mengenakan seragam sekolah, dijelaskan bahwa kejadian tersebut direkam dirumah laki-laki ketika ibu sedang pergi ke sawah sementara ayahnya adalah seorang TKI diluar negri. Namun kejadian tersebut telah ditangani lebih lanjut bersama dengan pihak sekolah dan Pihak Kepolisian. (editor :Fitriadi)

Jika melihat perbedaan siswa zaman dahulu dengan siswa pada era 2000-an atau era digitalisasi sangatlah berbeda jauh baik dari segi moral,akhlak budaya maupun sosial. Penulis selaku siswa yang pernah bersekolah pada era 1993 dapat merasakan bagaimana siswa zaman dahulu menghormati orangtua,guru dan orang lain. Siswa zaman dahulu memiliki rasa malu dan takut ketika pulang sekolah jika orang tua mengetahui mendapat hukuman atau di marah sewaktu disekolah berbeda dengan siswa sekarang yang sedikit-sedikit mengadu terhadap orang tua ketika mendapat jeweran atau hukuman yang kadang berakibat sampai guru di pecat atau berhadapan dengan hukum. 

Pada era globalisasi saat ini kemajuan teknologi tidak serta merta kehadirannya membawa pengaruh yang negatif tetapi juga membawa dampak yang positif bagi  orang banyak seperti mempermudah dalam memperoleh informasi, dapat berkomunikasi dengan mudah dan menambah wawasan dari berbagai belahan dunia.

Penulis berpendapat bahwa solusi dari masalah pendidikan di Indonesia dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

- Menerapkan sistem pemerataan baik di desa maupun di kota, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana belajar mengajar hingga ke pelosok daerah dan meningkatkan kualitas tenaga pendidik.

- Kurikulum yang konsisten, diharapkan semoga sistem pendidikan di Indonesia menemukan bentuk optimalnya, dan membuat kurikulum menjadi konsisten dan sesuai bagi setiap generasi.

- Membuka jalur-jalur pendidikan alternatif atau non-formal (seperti keterampilan) sehingga dapat memperkaya kemampuan dan kualitas seseorang.

- Menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan. Pendidikan bukan lagi kewajiban yang harus dilakukan. Pembenahan kualitas pendidikan diatas diharapkan mampu membentuk manusia-manusia bermutu yang mampu secara kreatif dan inovatif, berpikir tingkat tinggi, berkarakter baik, tahu dan segan terhadap bumi pertiwi, dan memiliki rasa cinta dan patriotisme terhadap bangsa Indonesia. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

- Peranan orangtua diharapkan mampu mengawasi siswa dalam dalam kesehariannya termasuk lingkungan, penggunaan gadget dan bermedia sosial.

- Perlunya mengajarkan siswa untuk etika sopan santun terhadap oranglain agar anak bertumbuh menjadi seorang yang berakhlak.

          Demikian Artikel ini dibuat dan  Semoga dapat bermanfaat. Penulis mengharapkan kritik yang membangun guna menyempurnakan tulisan ini. Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun