Ruang Rindu untuk Ayah
Dinginnya malam menusuk kulit ku hingga menembus tulang - tulang putih kokoh
Terasa gemetar walau sudah dilapisi kain usang hadiah pemberian Mu
Melodi kesunyian malam mencengkram pendengaran ku
Terdengar suara burung hantu Hutulu Hutulu Dari balik jendela kamar tidur
Terlihat jelas dua kelelawar yang setia menyantap habis buah pepaya masak didepan kamar ku
Dan nyanyian merdu jangking dari balik rumput ilalang
Ku balikkan pandangan kedalam kamar indah yang diterangi bola lampu neon putih 11 watt
Ku tatapi setiap buah tangan pemberian cinta Mu
Ku eluskan satu persatu dengan jari  telanjang ini
Sebongkah kenangan terlintas
Ketika dengan telitihnya engkau tak kenal lelah, memperbaiki setiap barang kamar ku yang rusak.
Warna pucat pada tempat tidurku, kamu rela mengecetnya tak kala tidak mementingkan kesehatanmu yang lagi memburuk.
Ku alihkan mata ku keatas plafon kamar ku, yang sudah berlubang dan juga tembok kamar yang mulai retak.
Terdengar suara mu menunggu kesuksesan ku untuk memperbaiki semuanya itu.
Ku tolehkan lagi kepala ini pada pintu masuk kamar yang terhalangi kain gorden berwarna hijau, tempat favorit kamu berdiri ketika melihat kedalam kamar ku.
Ku buang pandangan ku lagi pada kursi kokoh yang engkau taruh didepan meja belajar ku.
Ku edarkan pandangan mata ini keselusuh ruangan kecil penuh kenangan ini
Semuanya adalah buah tangan Mu
Engkau selalu berkoar menunggu kesuksesan anak - anak mu
Nyatanya engkau tidak bertahan melawan sakit itu
Engkau mengakhiri hidup Mu, disaat engkau belum merasakan apa yang engkau ingin rasakan
Engkau pernah hadir sekali dalam mimpi ku
Engkau datang dengan pakaian rapi kesukaanmu serta sepatu hitam
Kerinduan ini kulepaskan dengan pelukan erat
Namun, engkau datang memberi pamit "Selamat Jalan"
Ayah
Kerinduan ini hanya aku bawa dalam doa, semoga engkau memperoleh tempat yang layak dalam kerajaan surga.
Amin.
Puisi by Lusia Missa