Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir Impor Sampah

15 Februari 2020   11:11 Diperbarui: 15 Februari 2020   11:08 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penumpang gelap pun tak dapat di pungkiri, bahwa ada keuntungan lain yang akan di dapat oleh para perusahaan. Ternyata cara mensterilkan negaranya dari sampah, perusahaan di negara maju akan menampung sampah dengan imbalan uang dan sampah akan di kumpulkan, namun ketika di kumpulkan bukannya mendaur ulang, justru sampah itu diekspor untuk ditampung di negara-negara berkembang yaitu daerah Asia dengan iming-iming uang. Biaya pengelolahan yang lebih murah dibanding dengan pengelolaan di dalam negaranya sendiri, maka negara maju lebih memilih untuk mengekspor sampah ke negara berkembang.

Celah ini dimanfaatkan sejumlah perusahaan yang ada di negara berkembang termasuk di Indonesia untuk memetik keuntungan dari bisnis sampah "karena dibayar dari negara asal," kata Dwi Sawung, Pengkampanye Urban dan Energi Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia). "Sementara jika dari dalam negeri harus membeli bahan baku," imbuhnya.

Namun sejauh ini mengaku belum memiliki data seberapa besar nilai ekonomi impor sampah luar negeri. "Kami dengar satu ton sampahnya sekitar 40 Dollar AS," tulis Dwi. (Mediaindonesia.com)

Alasan mereka yang lain ketika impor sampah menjadi solusi karena ketika mereka mengambil sampah yang ada di negara nya sendiri akan mengeluarkan uang untuk membelinya sedangkan ketika mereka mengimpor dari negara maju justru mereka mendapatkan dua keuntungan, di satu sisi mendapatkan bahan baku dan disisi lain mereka bisa meraup keuntungan material yang telah disebutkan sebelumnya.

Perjanjian impor pun terjadi bertahun-tahun hingga di tahun 2019 tanpa memperhatikan dampak negatif akibat ulah mereka. Banyak daerah yang akhirnya beralih fungsi, Misal yang awalnya adalah persawahaan namun sekarang justru menjadi tempat penampungan sampah, atau bahkan sisa sampah yang memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah akan menumpuk atau bahkan di bakar, sehingga akan semakin mencemari lingkungan, polusi udara, polusi air, polusi tanah dan bahkan akan menjadi sumber penyakit bagi warga yang ada di daerah sekitar penumpukan sampah tersebut.

Mirisnya, sampah yang di impor ke indonesia tidak terlepas dari sampah-sampah yang mengandung B3 yang akan semakin memperparah kondisi lingkungan, seperti yang disampaikan Kementrian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) RI menemukan 318 kontainer berisi sisa material plastik tercampur limbah B3 selama periode April hingga Agustus 2019 dari 772 kontainer yang di periksa. Dan total kontainer ada 822 kontainer berisi scrap plastik dan kertas, ini menandakan masih ada 50 kontainer yang belum di periksa. (Republika.co.id) Dan kata Kasih Humas Dirjen Bea dan Cukai Sudiro "Pada saat pemeriksaan ada limbah B3 padahal dokumen persetujuan impor non-B3". Budaya saling menyalahkanpun muncul.

Persoalan Indonesia sebagai negara tempat sampah bukan sekadar persoalan perubahan gaya hidup dan persoalan lingkungan belaka. Namun, terdapat aspek politis di dalamnya, bahwa sistem yang di adopsi Indonesia memberikan peluang sangat besar bagi para pengusaha yaitu sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme yaitu sistem yang tegak atas dasar pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) dan hal yang paling menonjol pada sistem ini ialah sistem ekonominya dimana kebebasan ekonomi yang di kendalikan oleh kebebasan individu bahkan pasar atau para pemilik modal dengan membiarkan mereka memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecil. Maka tak heran, dengan posisi indonesia yang akhirnya di kendalikan oleh para pengusaha dalam negeri dan luar negeri yaitu para pemilik modal.

Indonesia negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, namun tidak memiliki kekuatan dalam kancah dunia internasional. Karena Indonesia mengemban sistem yang batil yang menafikkan peran agama islam dalam mengatur sistem politik negaranya, sehingga pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia di serahkan seutuhnya pada kebebasan individu yang memiliki pengaruh besar yang tiada lain yaitu para pemilik modal. Makanya tak heran jika maraknya impor sampah menjadi bukti begitu lemahnya posisi Indonesia dalam politik dan ekonomi nasional maupun internasional.

Wibawa negeri ini begitu lemah di hadapan pengusaha dan negara maju, lemahnya pengawasan dan mudahnya perizinan yang di berikan pemerintah pada perusahaan dalam negeri maupun luar negeri melakukan praktek ekonomi yang sudah jelas akan menjadi masalah baru yang memperburuk kondisi indonesia.
Berbeda jauh dengan Islam, Islam terdiri dari akidah dan aturan, sehingga pada dasarnya aturan dalam Islam lahir dari akidah.

Dimana kedaulatan ada ditangan syara, Syara' adalah seruang sang pembuat hukum yaitu Allah SWT sebagai pencipta Alam semesta yang mengetahui segalanya. Ketika menghukumi suatu aktivitas maka akan selalu di kaitkan dengan hukum syara' maka jika aktivitas impor-ekspor jika tidak bertentangan dengan akidah Islam, maka aktivitas tersebut diperbolehkan menurut Islam dan tidak di kembalikan pada posisi pasar atau kepentingan individu seperti sistem kapitalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun