Mohon tunggu...
Luqyana Humaira
Luqyana Humaira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya Mahasiswa Universitas Airlangga yang hobinya olahraga dan makan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengabaian Peraturan dan Ketidakadilan Hukum dalam Kasus Rachel Vennya

17 Juni 2022   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2022   00:45 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang memiliki landasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, hal ini yang menjadikan Indonesia menjadi negara hukum yang memiliki peraturan-peraturan yang wajib diikuti oleh seluruh warga negaranya. Setiap peraturan memiliki sanksi yang akan diterima oleh setiap warga yang melanggarnya. 

Melihat dari landasan negara Indonesia, seharusnya masyarakat Indonesia sadar bahwa negaranya merupakan negara yang didasari dengan hukum bukan berdasarkan kekuasaan dan kekayaan.

Namun, kini kenyataannya landasan negara Indonesia semakin tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Indonesia sering kali mengabaikan peraturan yang berlaku di kehidupan sehari-hari, sehingga pelanggaran dan pengabaian peraturan ini akhirnya telah dianggap lumrah dan dinormalisasikan oleh sebagian masyarakat kita. 

Hal ini, terjadi dikarenakan tidak adanya kekuatan hukum di mata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menganggap peraturan yang berlaku di negara ini dapat dengan mudah tidak dipatuhi atau mereka langgar karena nyatanya ketika mereka melakukan pelanggaran tidak ada sanksi yang akan mengenai mereka.

Rachel Vennya adalah seorang influencer sekaligus selebgram yang sangat terkenal di Indonesia. Bisa dibilang ia memiliki pengaruh yang sangat besar terutama bagi para remaja masa sekarang. Sebelumnya, disebutkan bahwa Rachel terjerat kasus kabur karantina. Dia diketahui hanya menjalani masa karantina selama 3 x 24 jam dari waktu yang sudah ditentukan pemerintah yaitu 8 x 24 jam. 

Kejadian ini awalnya terungkap ketika akun sosial media milik salah satu tenaga kesehatan di wisma atlet mengatakan bahwa dirinya mengurus administrasi Rachel Vennya beserta manager dan kekasihnya. 

Ia berkata bahwa Rachel Vennya tidak menjalani masa karantina sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini, diperkuat dengan adanya Instagram Story dari teman teman Rachel Vennya yang memberikan kejutan untuk Rachel di rumahnya.

  Tidak sedikit dari netizen yang merasa curiga dan mencoba menghitung perkiraan dari hari terakhir Rachel di Amerika hingga Rachel mengupload Instagram Story tentang kejutan ulang tahunnya. 

Ditambah lagi dengan perayaan ulang tahunnya yang di gelar besar-besaran di kapal pesiar bersama teman-temannya tak lama dari kejutan di rumah Rachel semakin membuat netizen merasa curiga mengenai kabar yang beredar yaitu bahwa Rachel tidak menjalani karantina sepulangnya dari Amerika.

 Setelah terjadinya pemanggilan dirinya ke kantor polisi, Rachel Vennya langsung membuat pernyataan permintaan maaf di social media nya dengan harapan dapat meredam amarah netizen. Namun, hal ini menjadi boomerang bagi dirinya karena permintaan maafnya dirasa tidak tulus dan surat permintaan maaf ini dianggap netizen hanya alat yang dimanfaatkan oleh Rachel Vennnya dalam mereda amarah masyarakat.

Tidak berhenti di situ, Rachel Vennya pun masih harus melalui serangkaian prosedur pemeriksaan & tuntutan yang ada. Rachel Vennya bersama manajer dan kekasihnya terancam 1 tahun kurungan atau denda Rp 100.000.000 sesuai dengan tuntutan yang berada dalam Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan yang berisi setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. 

Sedangkan, pada Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Selain itu kasus pelanggaran Rachel Vennya ini juga melanggar hukum pada Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 mengenai Wabah Penyakit Menular. Di dalam pasal ini dinyatakan bahwa siapa saja yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1 juta.

Dikutip dari kompas.com, ada salah satu seorang protokol Bandara Soekarno-Hatta bernama Oveliana mengatakan bahwa ia melihat Rachel Vennya membayar seorang Satgas Covid-19 Bandara Soekarno sebesar Rp. 40 juta untuk kabur dari karantina . Ovelina juga sempat menjadi saksi di pengadilan dan menyebutkan bahwa Rachel sudah mengirimkan uang sebesar Rp 40 Juta saat ia masih berada di Amerika Serikat.

Artinya, Rachel Vennya sudah memiliki niat & tujuan serta rencana untuk kabur dari masa kekarantinaan yang seharusnya dijalankan setiap orang yang telah berpergian dari luar negeri. Ia telah merencanakan proses kabur dari karantina sejak masih berada di Amerika Serikat. 

Ia mengawali rencana tersebut dengan membayar dan menyogok para petugas Covid-19 dengan imbalan uang sebesar 10jt bagi masing-masing individunya. Dari awal perencanaan & pelaksanaannya pun, Rachel Vennya sudah banyak melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

Keputusan akhir hakim akhirnya menyatakan bahwa Rachel Vennya terbukti bersalah namun hanya diberikan hukuman percobaan dan denda Rp 50 juta. Hal ini tentunya menjadi sorotan bagi berbagai macam pihak, 

seorang pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berkata bahwa vonis yang dijatuhkan terhadap Rachel Vennya memanglah wajar menimbulkan tanda tanya dan dirasa tidak adil. Namun, ia juga menyebutkan bahwa sistem hukum pidana di Indonesia memang menganut sistem hukuman percobaan. 

"Memang terasa tidak adil, tetapi sistem hukum pidana kita seperti itu," kata Fickar kepada Kompas.com, Sabtu (11/12/2021). "Artinya, seseorang dinyatakan bersalah tetapi tidak harus masuk penjara selama masa percobaan," sambungnya.

Masyarakat menganggap alasan tersebut tidak masuk akal karena kesalahan yang dilakukan oleh mereka cukup merugikan banyak orang yang sedang atau bahkan sudah terkena dampak dari Covid-19 ini. Ditambah lagi kasus yang terjadi pada Rachel Vennya sebelumnya juga pernah terjadi, namun pelakunya tetap diberikan hukuman yang sesuai dengan tindak pelanggaran yang ada. 

Hal ini pun pastinya memunculkan banyak tanda tanya bagi masyarakat terutama mengenai perbedaan apa yang ada pada Rachel Vennya sampai dia bisa lepas dari masa tahanan dan hanya diberikan peringatan setelah melakukan kesalahan yang sama. 

Namun tidak sedikit dari masyarakat yang menganggap hal ini lumrah di negara Indonesia karena sudah mengetahui rahasia umum bahwa hukum di Indonesia akan berpihak kepada mereka yang mempunyai harta dan kekuasaan.

Pengabaian peraturan dan ketidakadilan hukum di Indonesia salah satunya dapat dilihat dari kasus Rachel Vennya dimana ia mengabaikan peraturan tentang kekarantinaan kesehatan. Sidang akhir memutuskan bahwa Rachel Vennya hanya akan dikenai hukuman penjara dan uang denda sebesar 50 juta. 

Hal ini sangat menjadi perhatian bagi publik dan masyarakat, mereka menganggap bahwa putusan hakim tidak sesuai dengan dampak & kerugian yang diberikan Rachel Vennya saat kabur dari masa karantina.

Ditambah lagi dengan alasan hakim memberikan dakwaan terhadap Rachel Vennya dapat terbebas dari hukumannya dengan alasan yang tidak masuk akal. Melihat kasus ini pun masyarakat semakin merasakan bahwa penegakan hukum berlaku pada kasus ini tidak ketat & tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kasus ini semakin membuktikan dan memperlihatkan kepada masyarakat bagaimana hukum di Indonesia berjalan dan kepada siapa mereka berpihak.

Hal ini tentu saja menjadikan hukum Indonesia semakin dianggap remeh oleh masyarakat. Mereka akan semakin percaya bahwa keadilan hukum di Indonesia memang tidak akan pernah berpihak terhadap masyarakat yang tidak memiliki harta dan kekuasaan. 

Sebenarnya bisa saja para penegak hukum membersihkan nama baik mereka dengan seperti contoh; pada kasus ini Rachel Vennya dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku tetapi sayang mereka tetap termakan oleh kekuasaan dan harta.

Diharapkan dengan munculnya perhatian masyarakat terhadap masalah masalah seperti ini, pelaksanaan hukum di Indonesia dapat menyadari kesalahan yang terjadi dan mulai memperbaiki sistem yang sekarang berlaku. 

Dengan begitu masyarakat akan dapat membangun kepercayaan terhadap keberjalanan hukum di Indonesia sehingga hal itu akan ada menimbulkan rasa takut yang akan dirasakan oleh pelaku terhadap sanksi yang berlaku. Selain itu, masyarakat juga akan dapat menjalankan kehidupan yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar kedepannya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun