Mohon tunggu...
Luqman Fahd
Luqman Fahd Mohon Tunggu... -

Belajar menjadi travel writer. Pencari beasiswa pertukaran pelajar. Pecinta traveling dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Power Bank Ki Opo? (Part 4)

14 April 2016   21:29 Diperbarui: 14 April 2016   22:04 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita lagi jalan-jalan, rasanya kurang afdol kalau nggak beli oleh-oleh. Ya kan? Nah, hari ini, Senin, 16 September 2013, aku minta dianterin sama host-ku untuk nyari oleh-oleh khas Australia. Tetapi, aku mencari barang yang lekat dengan lingkunganku sehari-hari. Apa itu? Buku. Ya, buku! Lebih jelasnya, aku mencari buku tentang arsitektur karena kakakku seorang mahasiswi arsitektur.

            “Yah, di Albany ada toko buku, nggak, ya?” tanyaku kepada Kim. (reka ulang dialog, terjemahan bebas, percakapan ini sepenuhnya pakai bahasa Inggris plus bahasa isyarat)

            “Toko buku?” raut muka Kim mendadak berubah menjadi bingung. Mungkin dia pikir, jarang-jarang nih ada orang yang jalan-jalan tapi nggak minta dianterin ke mall, museum, pantai, atau tempat wisata lain, malah minta dianterin ke toko buku.

            “Ada sih, toko buku, tapi kecil,” kata Kim.

            Aku pikir, “Toko bukunya segede apa ya? Segede Gramedia kali ya.”

            “Ya, nanti aku anterin,” kata Kim.

            “Oh, ya, ada yang jual power bank, nggak, ya, di sini?” tanyaku. Ini masalah yang aku pikir jauh-jauh hari sebelum berangkat ke Australia.

...

            Sebelum berangkat ke Australia, aku browsing terlebih dahulu apa saja yang perlu dipersiapkan untuk berangkat ke Negeri Kanguru tersebut. Hampir semua urusan beres, kecuali satu hal: adaptor! Adaptor di Australia bentuknya berbeda dengan Indonesia. Kalau di Indonesia, adaptornya punya dua colokan (plug) yang bentuknya bulat. Kalau di Australia, adaptornya sama-sama punya dua plug, tetapi bentuknya pipih dan membentuk sudut seperti segitiga. Ada juga yang punya tiga plug, dua plug bentuknya sama persis dengan yang sudah aku jelaskan sebelumnya, satu plug letaknya tegak atau vertikal di tengah-tengah dua plug tersebut.

            Rencananya, aku pengen beli adaptor di Indonesia aja, jaga-jaga kalau Australia kan harganya mahal. Tetapi, setelah keliling Jogja dari toko peralatan listrik besar sampai yang kecil di pinggiran jalan di tengah kampung, aku nggak ketemu sama adaptor Australia itu. Yang aku dapat malah kebalikan dari yang aku cari: adaptor universal untuk digunakan di Indonesia. Jadi, steker Australia bisa masuk di situ untuk dipakai di Indonesia. Pencarian adaptor masih terus berlanjut, akhirnya aku dapet adaptor universal tiga plug. Adaptor ini bisa digunakan di Malaysia dan Singapura. Lumayan lah, kan aku transit di Malaysia, siapa tahu adaptornya bisa dipakai, hehehe.

            Pencarian adaptor Australia pun berakhir di sini. Apa boleh buat, aku harus nyari adaptor Australia di Australia. Kalau nggak dapat adaptor, paling nggak aku dapat power bank, lah. Begitu pikirku.

...

            Raut muka Kim tambah bingung.

            “Power bank ki opo?” tanya Kim. (dia nggak mendadak bisa bahasa Jawa ding, hehehe)

            Kaget aku. Masak orang Australia nggak ngerti power bank? Mungkin nggak semuanya kali ya.

            Setelah aku jelasin power bank itu apa ke Kim, aku ganti permintaanku jadi nyari adaptor Australia. Aku bilang, colokan yang aku bawa nggak pas sama yang ada di Australia.

            Kami pun berangkat ke toko buku, namanya Paper Bark Merchants. Jangan bayangkan toko bukunya segede Gramedia, toko bukunya kecil, cuma sebesar Cha-Cha Milk Tea Gejayan (hehehe, pengen ke sana lagi belum kesampaian), fasadnya nggak terlalu lebar tetapi memanjang ke belakang. Di sana aku membeli dua buku untuk kakak, sebenarnya pengen beli buku lagi namun uangku tidak cukup.

            Kim lalu mengantarku ke toko elektronik, namanya Dick Smith. Masih penasaran dengan pertanyaan “Apakah orang Australia nggak tahu power bank?”, aku pun bertanya kepada si pemilik tokonya.

            “Excuse me, di sini ada power bank?” tanyaku.

            “Power bank? Apa itu?” tanya pemilik tokonya balik.

            “Itu lo, alat untuk nge-charge baterai HP blablabla...” jelasku.

            “Oh maaf, kami nggak punya,” kata pemilik toko.

            “Kalau adaptor universal? Di sini ada nggak?” tanyaku.

            “Coba saya carikan.... (masuk ke dalam tempat penyimpanan barang) ini, adaptor universalnya,”

            “Oke, ini uangnya, terima kasih!” ujarku. Akhirnya aku bisa nge-charge HP juga, hehehe.

            Sesampainya di rumah, aku langsung nge-charge HP, lah. Mumpung udah ada adaptornya. Oh ya, di kamarku ada lampu nakas (nakas adalah meja atau rak kecil yang biasanya diletakkan di samping tempat tidur) pintar. Tidak ada tombol atau saklar apapun untuk menyalakan atau mematikan lampu nakas tersebut. Lalu bagaimana? Cara menyalakannya cukup dengan menyentuh dasar dari lampu tersebut sekali. Kecerahan lampu tersebut dapat diatur dengan cara menyentuh dasar lampu tersebut beberapa kali sampai sesuai dengan yang kita inginkan. Ingin mematikan lampu tersebut karena hendak segera tidur? Cukup menyentuh dasar lampu tersebut dua kali. Di Jogja toko mana yang jual, ya? Rasanya boleh tuh satu lampu dibawa pulang ke rumah, hehehe.

[caption caption="Paper Bark Merchants, tempat beli oleh-oleh buku di Albany"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun