Mohon tunggu...
Luqi Intalia
Luqi Intalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - (Twolisan)

|| menulislah, maka namamu akan abadi || Mahasiswi UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Pendidikan Agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Candu Taman Surga

12 Juni 2022   07:31 Diperbarui: 14 Juni 2022   11:25 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Silahkan duduk sini saja pak"
"Terimakasih nak"

 ia mengecup tangan bapak yang duduk disampingnya. Aku tak melihatnya, hanya saja pandanganku melirik ke belakang dan berusaha fokus dengan perbincangan mereka.
"Masih sekolah atau kerja"
"Sekolah pak di Universitas Islam Jakarta"
"Oh iya, semoga lancar ya nak"

Perbincangan itu semakin hangat. Tanpa aku membalikkan badan rasa kehangatan itu ikut kurasakan. Dari ramahnya anak itu, pun senyum hangat bapak yang disampingnya.

"Ya robbi sholli 'ala muhammad , ya robbi sholli 'alaihi wasallim"
"Ya robbi sholli 'ala muhammad, waftah minal khoiri kulla mughlaq"

Berkali-kali lelaki di belakangku ini mengumandangkan sholawat. Nampak menghayati. Dan benar-benar memanggil Rosulullah SAW.

Lirikanku kembali lagi ke tangannya. Nampaknya ia tak memegang Maulid Simtudduror. Padahal dari tadi ia tak diam bersholawat.

"Ternyata dia hafal maulid" gumamku

Suaranya merdu, halus dan menenangkan. Ingin rasanya aku membalikkan badan dan melihat siapa orangnya. Tapi aku harus menjaga adab dalam majlis ini. Karena tujuanku bukanlah untuk mengenal orang baru, tapi menambah rindu untuk yang sedang ku rindu.

Aku hampir terlupa di depanku ada mobil terparkir. Ketika Muhallul Qiyam. Ku coba sedikit mengintip wajahnya dari jendela mobil yang terparkir. Ah tidak begitu jelas. Padahal ia telah membuka maskernya.

Muhallul qiyam masih berlanjut. Tanpa dirasa kami hanyut dalam kerinduan. Air mata tak terhenti terbendung memanggil nabiku Muhammad SAW. Tanpa sadar mataku terbuka dan ku tatap jendela mobil, nampak dirinya juga sedang menatapku. Tatapan kami bertemu meski hanya perantara jendela mobil.

Takut fokusku buyar; kembali ku pejamkan mata agar tak goyah dari tujuan utama.

Setelah muhallul qiyam usai. Suara merdunya kembali lantunkan sholawat. Pasal demi pasal maulid simtudduror ia baca tanpa terjeda. Indah. Lagi-lagi hampir aku jatuh dalam lamunan. 

Maulidpun berlalu. Kami beranjak dari tempat duduk.

"Jangan tengok belakang dulu, biar orangnya pergi dulu" gumamku menunduk malu

Saat aku mendongakkan pandanganku. Ia berhenti tepat di depanku. Nampaknya ia juga tak mau beranjak. Hampir saja air yang aku bawa jatuh sebab tertegun dalam keindahan yang hanya berlangsung sekejap mata.

"Ayo pulang"
Kulihat ia hanya terdiam saat temannya mengajak pulang. Ia memandangiku. Malu sedai-jadinya aku. Aku hanya tertunduk. Takut jika aku semakin larut dalam keindahannya.

Mungkin tidak ada satu menit ia berdiri di depanku, kemudian ia berlalu.

Ah wajahnya lebih indah dari yang ku lihat di kaca jendela. Parasnya nampak karismatik, suaranya, semuanya indah.

Entah siapa namanya, yang jelas dalam pertemuan pertama ini. Aku berdoa semoga kita di pertemukan kembali.

Meski wajahnya kian samar dalam pandanganku. Tapi suaranya; masih terekam jelas dalam ingatanku.

Ah; Begitu indahnya taman surga ini.;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun