"No, not yet. But, I think that's not important."
"Kenapa? Kamu sungguh mau ninggalin ayahmu, Nick?"
"That's my dream, man. Bayangkan aku dari dulu ingin jadi seorang penulis. Aku ingin seperti Dee, Andrea Hirata, atau penulis-penulis lainnya. Aku ingin setiap buku yang kutulis mencerahkan setiap yang membaca. Menyemangati hidup mereka. Kamu lihat bagaimana sebuah cerita Naruto menyemangati jiwa-jiwa muda untuk mengejar impiannya."
"Sekarang penulis-penulis itu kumpul di acara ini. Bahkan penerbit besar juga ada. Kalau berhasil aku akan membangunkan impianku. Ayahku tak tahu itu. Ia hanya peduli dengan gelar dokternya."
"That's bullshit! Ibuku tetap mati kan?!"
"Nick, apa kamu juga ingin menjadi penulis seperti ibumu? Maaf kalau aku menyinggungnya."
Mata Nick berkaca-kaca. Walau kacamata kecil itu seperti menutupi jiwa Nick, namun Pete tahu kalau pertanyaan tentang ibu Nick membuatnya sedih.
"Nick, sorry. Aku tak bermaksud menyinggungmu....."
Nick memalingkan mukanya ke bawah. Tatapannya berpaling pada kehidupan di bawah kaki Paman Willie.
"Ehm...aku tak ke toilet dulu ya. Ngantuk, mau cuci muka."
"OK," balas Nick.