Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mencatat Kisah Keluarga Tapol Lewat Novel "Namaku Alam"

27 Oktober 2023   11:16 Diperbarui: 27 Oktober 2023   20:02 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Impian akan sekolah yang demokratis, inklusif dan bebas perundungan inilah yang kemudian diimajinasikan penulis melalui satu bab khusus (bab 7) tentang SMA Putra Nusa. Meski hanya sekolah fiktif, sebenarnya, ini juga bisa dibaca sebagai kritik terhadap sistem pendidikan tanah air yang seringkali mengabaikan hal-hal intangible. Akibatnya, pendidikan kita selama ini hanya fokus pada kecerdasan intelektual, tapi lupa membangun kecerdasan emosional serta spiritual, sehingga menghasilkan "manusia-manusia yang tanpa kemanusiaan". 

Leila menggambarkannya sebagai sekolah yang didirikan oleh 7 orang (yang disebut sebagai Kelompok 7) dengan mengusung falsafah pendidikan yang bebas dan mandiri. Selain kurikulum wajib dari pemerintah, sekolah ini juga mampu menyelipkan berbagai mata pelajaran seperti sastra, filsafat, antropologi dan sejarah modern Indonesia. 

Murid-murid dididik dan dibiasakan untuk berpikir kritis dan terbuka. Pembelajaran pun bisa dilakukan di mana saja dan dengan cara apa saja, termasuk lewat menonton film bersama, pergi ke museum atau diskusi dengan mengundang pembicara dari luar. 

Ketika demokrasi menjadi barang mewah di zaman Orba, SMA Putra Nusa menerapkan praktik demokrasi melalui Village Meeting. Dalam agenda tersebut, murid-murid (tidak hanya anak-anak OSIS) juga punya hak suara untuk menentukan kebijakan atau mencari solusi atas masalah di sekolah mereka. 

Betapa indahnya, jika semua sekolah di tanah air bisa seperti ini. 

Upaya Menulis Ulang Sejarah Bangsa

Selama bertahun-tahun, sejarah tragedi 1965 disampaikan berdasarkan versi pemerintah dan diperlakukan sebagai kebenaran tunggal. Selama itu pula, sejarah 1965 dibiarkan berada di ruang gelap, tanpa ada ruang lain untuk kritik, eksplorasi serta diskusi. Untung saja, sekarang tabir tersebut mulai disingkap oleh para akademisi, jurnalis, seniman, sastrawan dan sebagainya melalui berbagai medium. 

Penulis yang pernah bekerja sebagai wartawan Tempo ini mampu mengolah hasil riset yang dilakukannya pada 2006-2007 silam, menjadi karya sastra bernuansa sejarah yang komprehensif sekaligus mencerahkan pikiran pembaca. Selain menelusuri literatur karya para akademisi, risetnya juga dilakukan dengan mewawancarai para saksi sejarah (mantan tapol maupun anak cucunya) yang tidak tercatat dalam sejarah resmi. 

Kehadiran Namaku Alam, maupun dua novel sebelumnya yang juga berlatar sejarah, Pulang dan Laut Bercerita, sekaligus menjadi upaya penulis untuk merawat ingatan kolektif akan sejarah bangsanya. Bahwa sejarah sebagai ilmu seharusnya mampu membuka ruang dialog yang kritis, seiring perkembangan zaman dan fakta-fakta baru yang ditemukan. 

Sejarah sebagai rekaman peristiwa masa lalu yang rentan dimanipulasi untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu, perlu ditulis ulang dan disampaikan sesuai kebenaran. 

Jika Alam, Bimo bersama sekitar 30 anak lainnya menggali kebenaran sejarah dan mencatatnya melalui ekskul Para Pencatat Sejarah (PPS), Leila adalah salah satu dari "para pencatat sejarah" di negeri ini yang kualitasnya patut diperhitungkan, baik melalui kiprahnya dulu sebagai wartawan, maupun sekarang sebagai penulis.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun