Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Perilaku Manipulatif Pelaku KDRT yang Dapat Memperburuk Kondisi Korban

13 Oktober 2023   17:16 Diperbarui: 14 Oktober 2023   08:45 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip dari Siloam Hospitals, love bombing adalah perilaku atau tindakan yang diberikan oleh pasangan berupa perhatian dan kasih sayang yang berlebihan. Pelaku love bombing namanya love bomber. 

Seorang love bomber kerap memiliki kepribadian narsistik, sosiopat atau manipulatif sehingga bisa memicu hubungan toksik. Di depan orang lain, love bomber akan menampilkan diri sebagai pasangan yang so sweet, sedangkan ketika berdua saja dengan pasangannya, ia tidak segan untuk bersikap kasar.

Itu sebabnya, ketika seorang love bomber melakukan kekerasan pada pasangan dan pasangannya mengadu kalau ia telah disakiti, orang-orang sering sulit untuk percaya. Apalagi kalau penampilan si love bomber ini tampak saleh, kalem, sopan dan kharismatik.

Korban love bombing pun cenderung sulit berlepas diri karena ia menganggap kalau yang dilakukan pasangannya adalah tanda sayang. Alih-alih mengakui perilaku pasangan sebagai bagian dari kekerasan, korban love bombing akan menyalahkan diri sendiri ketika pasangan berperilaku kasar padanya. 

Menunjukkan rasa cinta, baik dengan kata-kata, tindakan maupun memberi hadiah pada pasangan memang tidak salah. Namun, ketika dilakukan secara berlebihan, justru cinta itu sendiri jadi kehilangan makna, palsu dan manipulatif. 

Bicarakan Baik-Baik Sebelum Terlambat

Tidak ada seorang pun yang mau jadi korban KDRT. Potensi perilaku KDRT sebenarnya bisa dibaca dari sebelum memasuki jenjang pernikahan, misalnya ketika masih pacaran. 

Ketika ada niat untuk membawa hubungan ke jenjang lebih serius, hal-hal penting dan prinsip perlu dibicarakan bersama, Misalnya, menanyakan apakah setelah jadi istri, masih boleh bekerja? Kalau tidak boleh, apa alasannya dan bagaimana solusinya? Jangan sampai istri dilarang bekerja, tapi secara finansial terlantar. 

Lalu, dalam hal interaksi dan komunikasi dengan lawan jenis, bicarakan apa batasan seseorang dianggap selingkuh dan tidak. Apakah memuji teman lawan jenis bisa dikategorikan sebagai flirting? Apakah nge-love postingan mantan di instagram termasuk selingkuh? Apakah setelah menikah kita masih boleh main atau kumpul-kumpul sama teman-teman? 

Saya paham bahwa ada aturan dan etika tidak tertulis yang harus dipatuhi dalam bergaul, terutama dengan lawan jenis, bagi orang yang sudah berumah tangga. Tapi, apa iya, harus seketat itu?

KDRT tidak melulu berupa kekerasan fisik atau seksual. KDRT juga bisa berupa kekerasan ekonomi, emosional, verbal dan psikis. Jika dari fase penjajakan sudah terlihat banyak red flag, sila dipikirkan lagi, apakah mau dilanjutkan atau udahan aja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun