Metode ini kemudian berubah jadi control landfill karena tidak lagi memisahkan antara sampah organik dan anorganik. Perubahan metode ini menimbulkan peningkatan volume sampah dan risiko bencana ekologis.Â
Menurut data dari Dinas PUPR dan ESDM sebagaimana dikutip oleh WALHI Yogyakarta, volume sampah yang ditampung oleh TPST Piyungan pada tahun 2022 mencapai 757,2 ton per hari.Â
Di masa libur Lebaran, jumlahnya bisa meningkat hingga sekitar 900 ton per hari. Sampah yang masuk ke TPST ini berasal dari tiga kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Itu sebabnya tampungan sampah di TPST begitu banyak sehingga sering buka-tutup.Â
Kalau biasanya penutupan TPST hanya berlangsung beberapa hari, kali ini 45 hari. Di daerah Kota Yogyakarta, sampah menumpuk di sejumlah tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Di komplek tempat saya tinggal, sudah seminggu lebih mobil pengangkut sampah tidak beroperasi di sini.Â
Pemerintah daerah pun mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini. Di Sleman, sejumlah titik disiapkan sebagai lokasi TPS, misalnya TPS Cangkringan. Sementara di Bantul, warga diminta untuk mengoptimalkan TPST tingkat desa.Â
Pedukuhan-pedukuhan diminta untuk mengoptimalkan aktivitas pemilahan sampah. Begitu pula dengan Kota Yogyakarta yang masyarakatnya diimbau untuk imbauan untuk memilah dan mengolah sampah secara mandiri.Â
Saya sepakat bahwa masalah sampah berkaitan pula dengan kesadaran masyarakat. Kebiasaan buang-buang makanan, cara penyimpanan bahan makanan yang tidak tepat, kualitas tempat penyimpanan yang buruk, kebiasaan dan gaya hidup konsumtif adalah beberapa perilaku yang berkontribusi menghasilkan sampah.Â
Namun persoalan sampah bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Mengalihkan pembuangan sampah dari TPST Piyungan ke tempat lain adalah solusi sementara dan jangka pendek. Ketika TPST Piyungan kembali dibuka, akankah masalah tumpukan sampah yang over capacity terulang seperti biasa?
Meski masyarakat sudah diimbau untuk memilah dan mengolah sampah secara mandiri, apakah seterusnya mereka akan konsisten? Apakah sosialisasi pengelolaan sampah sudah dilakukan secara masif dan merata?Â
Status Yogyakarta sebagai daerah istimewa sejatinya memiliki privilese berupa dana keistimewaan (Danais). Danais berbeda dengan APBD karena ia dianggarkan oleh Kementerian Keuangan dalam APBN. Penggunaannya diatur dalam UU No.13 tahun 2012, yang mencakup lima bidang, yaitu jabatan, tata ruang, pertanahan dan kelembagaan.Â
Nyatanya, penggunaan Danais kerap menuai kritik karena lebih sering digunakan untuk beautifikasi pariwisata ketimbang urusan yang lebih krusial dan mendesak.Â