Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perjokian Ilmiah dalam Kacamata Hukum dan Rumitnya Beban Kerja Dosen

22 Februari 2023   12:00 Diperbarui: 23 Februari 2023   13:27 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal konsep plagiarisme dan perjokian ilmiah berbeda. Dalam perjokian ilmiah ada hubungan transaksional. Joki mendapat imbalan berupa uang sedangkan pengguna jasa tidak perlu susah payah membuat karya ilmiah. 

Jadi, kalau mau dikatakan sebagai pelanggaran hak cipta, memang siapa yang dirugikan? Seandainya diterapkan hukuman, siapa yang seharusnya dijerat hukum, penyedia layanan (joki), pengguna jasa yang membayar atau keduanya? 

Jangankan di Indonesia, di negara-negara Persemakmuran pun praktik-praktik serupa perjokian masih saja ada meski sudah punya aturan hukum yang melarangnya. Australia misalnya, telah menerbitkan regulasi semacam ini pada 2020. Namun, hingga 2022 hanya ada satu penetapan pengadilan (injunction) yang dilayangkan kepada "pabrik esai" yang berada di luar negeri.

Rumitnya Masalah Struktural dalam Beban Kerja Dosen

Laporan Kilas Kebijakan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) tertanggal 20 April 2022 menyebut ada empat masalah struktural pada beban kerja dosen, yaitu permasalahan pendanaan riset, praktik kerja dosen yang dibebankan pada aspek pengajaran, pola kebijakan sumber daya yang rumit di tingkat perguruan tinggi dan kebijakan beban kerja dosen yang tidak sensitif dengan adanya relasi kuasa di lapangan.

Masalah perjokian ilmiah di kampus sebenarnya tidak hanya masalah etika dan moral tapi juga berkaitan dengan rumitnya masalah struktural atau birokrasi kampus sebagaimana telah disebut, terutama mengenai pola kebijakan sumber daya. 

Pengelolaan sumber daya perguruan tinggi yang sentralistik (diatur oleh negara) menyebabkan proses kenaikan pangkat terlalu bergantung pada syarat-syarat administratif dibandingkan luaran atau dampak yang dihasilkan dari kinerja dosen.

Contohnya, pengajuan kenaikan pangkat seorang dosen dinilai dari dokumen seperti ijazah, sertifikat mengikuti konferensi bahkan latar belakang profesi orangtua. Pengisian berkas dalam jumlah banyak ini dilakukan ke beberapa platform berbeda sehingga menambah beban kerja administrasi para kepala program studi (kaprodi) dan dosen-dosen junior.

Jika dosen atau calon guru besar ingin naik pangkat menjadi guru besar, syarat administratif yang harus dipenuhi salah satunya adalah mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi yang terindeks di dalam Scopus. Nah, syarat-syarat jurnal internasional bereputasi tinggi ini masih ada lagi ketentuannya. 

Bayangkan, dosen atau calon guru besar yang sudah dibebani tugas mengajar, masih ditambah dengan beban kerja administrasi seabrek, penelitian, menulis karya ilmiah dan mempublikasikannya ke jurnal internasional. Bagaimana mereka bisa maksimal dan fokus pada kerja-kerja intelektual kalau waktu, pikiran dan tenaga sudah banyak tersita untuk mengerjakan kewajiban administrasi? 

Dibutuhkan Evaluasi pada Perguruan Tinggi

Sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, riset dan teknologi, perjokian ilmiah telah meracuni dan merusak ekosistem akademik di perguruan tinggi. Tanpa perlu bergantung pada ada tidaknya aturan hukum, perjokian ilmiah adalah tindakan yang tidak beradab, terlebih jika dilakukan oleh pendidik dan intelektual bergelar mentereng. Padahal semakin tinggi gelar akademik seseorang, tanggung jawab intelektual dan moralnya semakin besar. 

Dalam beberapa hal, orang-orang yang memanfaatkan jasa joki ilmiah tidak selalu karena merasa tidak percaya diri dengan kemampuan menulis karya ilmiah. Ada yang merasa tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk mengerjakannya karena sudah terlalu lelah dengan tuntutan dan beban pekerjaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun