Mereka punya modal pendidikan tinggi, gawai yang canggih, akses internet, literasi digital yang lebih baik dan modal lain yang membuat mereka lebih mudah dalam memahami bahkan berpartisipasi dalam gerakan peduli lingkungan.
Sementara bagi masyarakat pedesaan atau daerah terpencil, miskin, tidak berpendidikan dan kelompok underprivileged lainnya, isu lingkungan dan krisis iklim adalah sesuatu yang asing dan jauh bagi mereka. Padahal merekalah kelompok yang rentan dan paling banyak dirugikan akibat kerusakan lingkungan. Menerjemahkan isu lingkungan dan krisis iklim ke dalam bahasa yang lebih merakyat dan inklusif juga tidak mudah.
Wasana Kata
Tingginya tingkat pengetahuan dan kesadaran iklim generasi muda telah membawa perubahan dalam gaya hidup mereka. Meski baik, hal ini masih berupa kesadaran personal yang belum memiliki pengaruh kuat untuk mendorong pengarusutamaan isu lingkungan dan krisis iklim dalam pembuatan kebijakan publik.
Selain itu, secara keseluruhan, tingkat kesadaran iklim masyarakat Indonesia tergolong rendah dibandingkan masyarakat negara lain.Â
Media punya peran untuk membentuk pemahaman yang benar agar masyarakat tidak lagi gagal paham atau terjebak sesat pikir terhadap isu ini.Â
Perlu juga untuk mengimbangi aktivisme digital dengan aktivisme luring yang lebih dekat dengan masyarakat akar rumput agar isu lingkungan dan krisis iklim tidak sekadar menjadi concern kelompok berprivilese tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H