Malah, masih banyak masyarakat Indonesia yang denial terhadap isu lingkungan. Sampai-sampai dalam survei global disebutkan kalau tingkat kesadaran krisis iklim masyarakat Indonesia relatif rendah. Persentase penyangkal krisis iklim di Indonesia juga termasuk salah satu yang tertinggi di dunia, setelah Amerika Serikat, Mesir, Arab Saudi dan Meksiko.
Lalu, apa yang menyebabkan rendahnya kesadaran iklim di Indonesia padahal aktivisme mengenai isu ini juga semakin gencar dilakukan?
1. Kaum Anti Sains
Alih-alih mengurainya dengan pendekatan sains, pemikiran sebagian masyarakat Indonesia terkait bencana alam masih sering dikaitkan dengan mitos atau azab Tuhan.Â
Bencana banjir, misalnya, bukannya dilihat pakai kacamata ekologis, malah dihubungkan dengan maraknya peredaran dan konsumsi minuman keras (bukan es batu ya, maksudnya).
Sebagai umat beragama, kita meyakini bahwa bencana alam juga termasuk bagian dari kuasa Tuhan.
Agama memang berguna sebagai pengingat agar kita senantiasa menjaga diri untuk tidak berbuat kerusakan dan pengingat untuk sabar serta tawakal atas ketentuan-Nya. Namun, hal-hal terkait mitigasi bencana hidrometeorologi dan solusi atas krisis iklim mesti dijawab dengan pendekatan saintifik.
Kaum denial dan anti sains menganggap krisis iklim adalah takdir karena bumi makin tua dan kita seharusnya pasrah saja.
Mungkin mereka lupa bahwa Tuhan menyuruh manusia untuk senantiasa menjaga lingkungan, tidak serakah dan membuat kerusakan serta mewanti-wanti akan akibatnya jika kita lalai dari tanggung jawab tersebut.
Dan krisis iklim inilah contohnya.
Kita yang membabat hutan, membuang sampah di sungai, merampas ruang terbuka hijau atau area konservasi untuk membangun gedung-gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, hotel dan real estate. Ketika kebanjiran, kita juga yang ribut. Menyalahkan cuaca, menyalahkan pemerintah.
2. Pemberitaan Isu Lingkungan dan Krisis Iklim di MediaÂ
Melalui framing atau pembingkaian peristiwa, media dapat membentuk pemahaman publik terkait akar masalah dan kompleksitas krisis iklim lewat pengalaman nyata yang dekat dengan kehidupan sehati-hari.Â