Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pubertas Dini dan Cara Pandang Kita tentang Tubuh

7 Januari 2023   06:35 Diperbarui: 7 Januari 2023   09:06 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski belum diketahui secara pasti, beberapa peneliti mengungkapkan sejumlah faktor yang mungkin memicu pubertas dini, antara lain:

  • Faktor genetik
    Sebanyak 5% anak laki-laki dan 1% anak perempuan mewarisi kondisi ini dari orangtuanya
  • Obesitas
    Hal ini berkaitan dengan produksi hormon leptin yang berperan dalam meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh. Ketika kadar estrogen, leptin dan lemak meningkat, akan tetrjadi putaran umpan balik, di mana peningkatan berat badan memicu pubertas dan pubertas dapat memicu peningkatan berat badan. 
  • Paparan bahan kimia
    Misalnya, paraben dalam kosmetik, makanan dan obat-obatan; ftalat yang ditambahkan pada produk plastik untuk meningkatkan daya tahan dan fleksibilitas dan BPA, bahan kimia yang oleh Food and Drug Administration (semacam BPOM di AS) dilarang untuk digunakan dalam pembuatan dot bayi dan cangkir minum anak kecil. 
  • Pelecehan seksual, stres atau masalah mental
    Beberapa penelitian Marcia Herman-Giddens, dokter di Duke University Medical Center, terhadap anak-anak perempuan yang diyakini mengalami pelecehan fisik dan seksual, masih menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara pelecehan dengan pubertas dini. Namun, stres ditengarai dapat meningkatkan hormon kortisol yang memicu aktivasi prematur kelenjar pituitar dan adrenal. 
  • Rangsangan audio visual
    Rangsangan ini adalah faktor paling besar yang menyebabkan anak lebih cepat dewasa. Rangsangan yang diperoleh dari melihat gambar-gambar bergerak atau video yang mengandung unsur pornografi akan diteruskan ke otak kecil sehingga mempengaruhi fungsi reproduksi anak.

Pubertas Dini dan Pandangan Soal Tubuh 

Perubahan fisik pada masa pubertas itu wajar. Namun, respon lingkungan atas perubahan fisik itulah yang akan mempengaruhi cara pandang anak tentang tubuhnya. 

Cara pandang yang buruk tentang tubuh rentan membuat anak mengalami gangguan makan, rasa percaya diri rendah dan beberapa masalah mental lainnya. Ketidakpuasan terhadap bentuk dan ukuran tubuh bisa membuat anak terjebak pada diet ekstrem demi mendapatkan tubuh yang dianggap ideal oleh orang-orang. 

Anak-anak perempuan yang mengalami pubertas dini lebih rentan mengalami pelecehan seksual, baik dari anak laki-laki maupun laki-laki yang lebih dewasa. Respon tidak mengenakkan juga bisa datang dari sesama perempuan. Hal ini bisa memicu depresi bahkan keinginan untuk bunuh diri. 

Seorang teman perempuan di SD yang mengalami pubertas lebih dulu dibandingkan anak-anak perempuan lainnya, sering sekali diganggu oleh beberapa anak laki-laki. Gangguan itu kadang cukup keterlaluan karena sampai pegang-pegang paha atau dada. 

Ketika diganggu, dia bukannya tidak melawan atau menolak. Anak-anak itu saja yang tidak paham arti kata "tidak" dan "jangan".

Meski pubertas saya tidak datang sedini teman tersebut, saya sempat berada di fase tidak pede dengan tubuh sendiri. 

Badan saya jadi agak gemuk dan muka saya jerawatan parah. Gara-gara itu, saya beberapa kali disindir oleh teman, guru bahkan keluarga besar kalau lagi kumpul keluarga. Cowok yang waktu itu saya sukai, di belakang saya pun ikut mengejek. Hiks, sakit hati ini T_T. 

Kurangnya pendidikan seks dan keterbukaan tentang seksualitas membuat anak-anak malu berdiskusi perihal perubahan tubuhnya. Padahal bertanya atau berdiskusi tentang kesehatan reproduksi (kespro) dan seks bukan sesuatu yang tabu atau memalukan. 

Minimnya pengetahuan kespro dan seks membuat mereka bingung atau malah keliru dalam merespon perubahan atas fisik dan psikis mereka.

Jika mereka paham, seharusnya payudara yang lebih menonjol atau pinggul yang melebar pada pubertas perempuan tidak perlu diseksualisasi. Tidak perlu juga melakukan body shaming karena badan yang tampak lebih berisi, wajah berjerawat dan sebagainya. Sebab, pemahaman yang baik soal kespro dan seks juga berarti mampu menghormati dan tidak sembarangan berkomentar buruk atas tubuh orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun