Ingat tidak, di usia berapa Anda mengalami menstruasi (bagi perempuan) dan mimpi basah (bagi laki-laki) pertama kali?Â
Buat Anda yang sudah jadi orangtua dan punya anak remaja, coba bandingkan antara usia pubertas Anda dengan anak. Lebih cepat atau sama saja?Â
Mama saya (kelahiran 1965) pernah mengatakan kalau menstruasi pertamanya terjadi di usia 14 tahun. Saya yang lahir tahun 90-an, mendapat menstruasi pertama di usia 11 hampir 12 tahun. Adik perempuan saya yang lahir pada tahun 2000-an awal, menstruasi pertamanya juga beda tipis dengan saya. Mungkin kelas 6 SD atau awal SMP kelas 7.Â
Dilihat dari usia haid pertama kami, saya dan adik mendapat menstruasi pertama di usia yang lebih muda. Saya juga ingat kalau rata-rata teman perempuan di sekolah di komplek perumahan mendapat menstruasi pertama di usia 11-13 tahun atau kelas 5 SD-7 SMP. Tapi ada juga teman sekelas yang sudah haid saat dia masih kelas 4 SD. Lebih awal daripada rata-rata anak perempuan yang saya tahu.
Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Profesor Biran Affandi mengatakan bahwa pubertas saat ini semakin maju, baik menstruasi maupun mimpi basah. Anak perempuan sudah banyak yang mengalami pubertas dini di usia 8 tahun. Begitu juga dengan mimpi basah pada anak laki-laki yang terjadi lebih cepat.Â
Meski indikator yang sering digunakan sebagai tanda dimulainya pubertas adalah haid dan mimpi basah pertama, sebenarnya tanda awalnya bisa diketahui dari perubahan fisik, seperti pertumbuhan payudara pada anak perempuan atau penis pada anak laki-laki.Â
Dikutip dari The Atlantic, ahli endokrin anak dan co-author The New Puberty: How to Navigate Early Development in Today's Girls, Louise Greenspan mengamati sekitar 1.200 anak perempuan usia 6-8 tahun dalam kurun waktu 2004-2011 untuk mengetahui pubertas pertama mereka.Â
Dari observasinya, Greenspan menemukan usia rata-rata pertumbuhan payudara yang merupakan tanda awal pubertas bervariasi berdasarkan ras. Rata-rata paling rendah adalah 8,8 tahun untuk anak-anak perempuan kulit hitam dan tertinggi 9,7 tahun untuk anak-anak perempuan Asia.Â
Usia pubertas yang semakin cepat sebenarnya telah berlangsung sejak 1970-an. Mengutip dari BBC, di tahun tersebut, rata-rata anak perempuan di Amerika Serikat (AS) mengalami pubertas awal di usia 12 tahun. Tahun 2011, rata-ratanya jadi 9 tahun.Â
Temuan lainnya adalah sebanyak 18% anak-anak perempuan kulit putih, 43% kulit hitam non Hispanik dan 31% Hispanik mencapai masa puber pada hari ulang tahun mereka yang kesembilan. Hal ini membuat risiko pelecehan seksual pada anak-anak berusia 6-8 tahun menjadi lebih besar.Â
Mengapa Anak-Anak Makin Cepat Puber?Â
Meski belum diketahui secara pasti, beberapa peneliti mengungkapkan sejumlah faktor yang mungkin memicu pubertas dini, antara lain:
- Faktor genetik
Sebanyak 5% anak laki-laki dan 1% anak perempuan mewarisi kondisi ini dari orangtuanya - Obesitas
Hal ini berkaitan dengan produksi hormon leptin yang berperan dalam meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh. Ketika kadar estrogen, leptin dan lemak meningkat, akan tetrjadi putaran umpan balik, di mana peningkatan berat badan memicu pubertas dan pubertas dapat memicu peningkatan berat badan. - Paparan bahan kimia
Misalnya, paraben dalam kosmetik, makanan dan obat-obatan; ftalat yang ditambahkan pada produk plastik untuk meningkatkan daya tahan dan fleksibilitas dan BPA, bahan kimia yang oleh Food and Drug Administration (semacam BPOM di AS) dilarang untuk digunakan dalam pembuatan dot bayi dan cangkir minum anak kecil. - Pelecehan seksual, stres atau masalah mental
Beberapa penelitian Marcia Herman-Giddens, dokter di Duke University Medical Center, terhadap anak-anak perempuan yang diyakini mengalami pelecehan fisik dan seksual, masih menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara pelecehan dengan pubertas dini. Namun, stres ditengarai dapat meningkatkan hormon kortisol yang memicu aktivasi prematur kelenjar pituitar dan adrenal. - Rangsangan audio visual
Rangsangan ini adalah faktor paling besar yang menyebabkan anak lebih cepat dewasa. Rangsangan yang diperoleh dari melihat gambar-gambar bergerak atau video yang mengandung unsur pornografi akan diteruskan ke otak kecil sehingga mempengaruhi fungsi reproduksi anak.
Pubertas Dini dan Pandangan Soal TubuhÂ
Perubahan fisik pada masa pubertas itu wajar. Namun, respon lingkungan atas perubahan fisik itulah yang akan mempengaruhi cara pandang anak tentang tubuhnya.Â
Cara pandang yang buruk tentang tubuh rentan membuat anak mengalami gangguan makan, rasa percaya diri rendah dan beberapa masalah mental lainnya. Ketidakpuasan terhadap bentuk dan ukuran tubuh bisa membuat anak terjebak pada diet ekstrem demi mendapatkan tubuh yang dianggap ideal oleh orang-orang.Â
Anak-anak perempuan yang mengalami pubertas dini lebih rentan mengalami pelecehan seksual, baik dari anak laki-laki maupun laki-laki yang lebih dewasa. Respon tidak mengenakkan juga bisa datang dari sesama perempuan. Hal ini bisa memicu depresi bahkan keinginan untuk bunuh diri.Â
Seorang teman perempuan di SD yang mengalami pubertas lebih dulu dibandingkan anak-anak perempuan lainnya, sering sekali diganggu oleh beberapa anak laki-laki. Gangguan itu kadang cukup keterlaluan karena sampai pegang-pegang paha atau dada.Â
Ketika diganggu, dia bukannya tidak melawan atau menolak. Anak-anak itu saja yang tidak paham arti kata "tidak" dan "jangan".
Meski pubertas saya tidak datang sedini teman tersebut, saya sempat berada di fase tidak pede dengan tubuh sendiri.Â
Badan saya jadi agak gemuk dan muka saya jerawatan parah. Gara-gara itu, saya beberapa kali disindir oleh teman, guru bahkan keluarga besar kalau lagi kumpul keluarga. Cowok yang waktu itu saya sukai, di belakang saya pun ikut mengejek. Hiks, sakit hati ini T_T.Â
Kurangnya pendidikan seks dan keterbukaan tentang seksualitas membuat anak-anak malu berdiskusi perihal perubahan tubuhnya. Padahal bertanya atau berdiskusi tentang kesehatan reproduksi (kespro) dan seks bukan sesuatu yang tabu atau memalukan.Â
Minimnya pengetahuan kespro dan seks membuat mereka bingung atau malah keliru dalam merespon perubahan atas fisik dan psikis mereka.
Jika mereka paham, seharusnya payudara yang lebih menonjol atau pinggul yang melebar pada pubertas perempuan tidak perlu diseksualisasi. Tidak perlu juga melakukan body shaming karena badan yang tampak lebih berisi, wajah berjerawat dan sebagainya. Sebab, pemahaman yang baik soal kespro dan seks juga berarti mampu menghormati dan tidak sembarangan berkomentar buruk atas tubuh orang lain.Â
Pubertas dini memang bisa menimbulkan masalah serius, seperti peningkatan tingkat depresi, lebih rentan terhadap pelecehan seksual, aktivitas seksual dini, rendahnya rasa percaya diri dan beberapa masalah kesehatan lainnya.Â
Namun, yang lebih penting adalah respon lingkungan, terutama orangtua dan guru dalam menciptakan support system dan ruang aman bagi anak-anak untuk berdiskusi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H