Hayo, siapa nih yang dulu suka mantengin rubrik zodiak di majalah atau tabloid? Ada yang percaya dan ada yang menganggapnya sekadar hiburan atau lucu-lucuan.
Sekarang, hal serupa juga terjadi pada tes-tes kepribadian yang banyak beredar di internet. Yang paling populer adalah Tes MBTI (Myers-Briggs Type Indicator), yaitu sejenis tes psikologi yang mengelompokkan kepribadian manusia ke dalam 16 tipe.
Saking populernya, sampai ada konten di medsos yang khusus membahas serba-serbi MBTI.Â
Kadang MBTI juga dijadikan dasar untuk melabeli seseorang dengan sifat baik atau buruk tertentu. Misalnya, orang ber-MBTI INFJ distereotipekan sebagai orang yang empatetik tapi people pleasure, INFP yang altruistik tapi cengeng, ENTJ yang berjiwa pemimpin tapi suka menghalalkan segala cara untuk sukses dan sebagainya.
Baru-baru ini juga ada tes usia mental yang lagi viral di media sosial, khususnya di Facebook. Tes usia mental yang sedang viral ini sebenarnya berasal dari situs arealme.com. Pengguna dapat melakukan simulasi untuk mengetahui berapa usia mental mereka dengan menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan di situs tersebut.Â
Selain tes usia mental, situs arealme.com juga menyediakan kuis lainnya, seperti "Siapakah kamu di masa lalu?", "Binatang apakah kamu?" dan sebagainya yang cukup menarik untuk dicoba.
Sebelum menjawab pertanyaan, pengguna dapat mengisi usia asli saat ini. Pengguna akan mendapatkan hasilnya setelah semua pertanyaan dijawab. Hasilnya bisa lebih muda atau lebih tua.Â
Misalnya, usia mental yang didapat oleh seseorang adalah 10 tahun, berarti kemampuan psikologisnya seperti anak usia 10 tahun, terlepas dari berapapun usia aslinya.
Ketika mencoba tes-tes kepribadian semacam itu, seringkali orang merasa kalau hasilnya relate. Namun, ada juga yang sebaliknya, yaitu hasil bertolak belakang dengan kepribadian atau kondisi dirinya.Â
Nah, sebenarnya, tes-tes kepribadian yang banyak beredar di internet itu ilmiah gak sih? Kok hasilnya bisa relate banget sama banyak orang? Kenapa orang-orang suka mencobanya?
Tes-tes yang kerap menamakan dirinya sebagai tes psikologi atau tes kepribadian dengan klaim-klaim akurat dan telah banyak dimanfaatkan untuk pengembangan diri, nyatanya masih sering dipertanyakan status keilmiahannya.
Ambilah contoh Tes MBTI sebagai tes kepribadian terpopuler di jagat maya saat ini. Beberapa pihak menilai bahwa MBTI adalah pseudoscience sehingga tidak disarankan untuk dipakai dalam pengembangan diri maupun rekrutmen calon karyawan. Namun, tidak sedikit juga yang menyangkal dan membantah tudingan tersebut.
Begitu pula dengan tes usia mental yang sedang viral. Psikolog Muflihah Fahmi, sebagaimana dikutip dari Mojok, membenarkan adanya istilah usia mental dalam disiplin ilmu psikologi.Â
Namun, pengukurannya tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Pengukuran usia mental dapat dilakukan dengan alat ukur bernama Weschler Intelligence Scale for Children (WISC) bagi anak-anak dan Weschler Adult Intelligence Scale (WAIS) bagi orang dewasa.
Ada metode, cara, tahapan, dasar teori, indikator dan item yang perlu dites dan diuji coba untuk dapat digunakan dalam pengukuran psikologi. Oleh karena itu, Muflihah menyatakan bahwa tes usia mental yang beredar di medsos sebaiknya digunakan sebagai hiburan saja.
Alasan Tes Kepribadian Banyak Disukai
Selain demi hiburan, tes-tes kepribadian yang beredar di internet umumnya disukai oleh mereka yang merasa kurang mengenal dirinya.
Melakukan tes kepribadian, minat, dan bakat serta konseling pengembangan diri ke psikolog itu mahal dan tidak semua orang punya modal untuk mengaksesnya. Berbeda dengan tes-tes kepribadian yang beredar di dunia maya yang gratis dan praktis.
Tidak menutup kemungkinan juga kalau orang-orang yang mengenal dirinya dengan baik tapi masih suka coba-coba mengisi tes kepribadian.
Bedanya, mereka yang kurang mengenal dirinya cenderung lebih gampang percaya dengan hasil tes atau stereotipe tentang kepribadian tertentu. Sementara yang mengenal dirinya dengan baik cenderung lebih cuek.
Mereka memandangnya dengan lebih santai tapi logis. Alih-alih menganggapnya sebagai sesuatu yang mutlak, mereka menjadikannya sebagai hiburan atau motivasi untuk terus mengenal dan memperbaiki diri. Sebab mereka tahu kalau mengenal dan memperbaiki diri adalah proses yang harus terus dijalani selama hidup.
Pelajaran Penting yang Kurang Diajarkan
Pelajaran untuk mengenal diri sendiri itu penting. Namun, tidak semua orang beruntung bisa diajari dan dilatih soal sepenting ini sejak kecil. Apalagi orang yang tumbuh dalam pola asuh orangtua yang otoriter.
Anak tidak boleh punya pilihan sendiri karena semuanya sudah diatur dan dipilihkan orangtua. Kalaupun punya pilihan, pilihannya selalu ditentang dan dicibir, seolah pilihan anak selalu salah.
Padahal dengan membebaskan anak punya pilihan, orangtua bisa sekalian mengajarkannya untuk bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Terlepas dari apakah pilihan itu salah atau benar.
Dengan belajar mengenal diri sejak kecil, seseorang akan tumbuh jadi pribadi yang tegas terhadap batasan dirinya. Ia tahu apa yang disuka dan dibenci, yang ingin atau tidak ingin dilakukan, kelebihan dan kelemahan, suasana hati, emosi yang dirasakan, kebutuhan fisik dan mental dan lain-lain, sehingga bisa membuat keputusan dengan kepala dingin. Sementara orang yang tidak mengenal diri sendiri cenderung gampang minder, insecure dan kurang tegas.
Wasana Kata
Terlepas dari ilmiah tidaknya, tidak ada larangan untuk mencoba tes kepribadian yang ada di internet. Namun, apapun hasilnya, jangan terlalu mudah percaya karena kita (yang awam dengan ilmu psikologi) tidak tahu pasti apakah tes tersebut disusun berdasarkan kaidah dan metode yang berlaku dalam disiplin ilmu psikologi atau tidak. Kalau punya modal lebih dan memang butuh bantuan, lebih baik konsultasi langsung saja ke psikolog atau tenaga profesional.
Jadikan saja tes kepribadian itu sebagai hiburan atau motivasi untuk terus belajar mengenal dan memperbaiki diri. Terlalu saklek dan gampang percaya pada hasil tes kepribadian malah membuat kita tidak berkembang sebagai manusia karena seolah kita harus berperilaku sesuai hasil tes. Padahal manusia itu unik dan bisa berubah seiring dengan bertambahnya usia, pengetahuan dan pengalaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H