Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Manakah Tempat Teraman bagi Perempuan?

25 November 2022   09:48 Diperbarui: 26 November 2022   15:30 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, niat mulia Hanisah dihadapkan pada penolakan. Warga mengusirnya dan meminta agar pondok pesantrennya dipindah ke lokasi baru. Rupanya warga menganggap anak korban perkosaan itu sebagai anak yang tidak baik. Kalau diterima di pesantren, mereka takut kampung mereka akan dicap sebagai kampung yang tidak baik.

Media-media yang kritis terhadap kasus kekerasan seksual juga tak luput dari ancaman pihak-pihak yang merasa terganggu. Serangan siber tak jarang dialami oleh media berikut awaknya yang vokal dalam mengusut dan menyuarakan kasus kekerasan seksual yang melibatkan orang-orang berprivilese (baca: orang kaya, pesohor, pemuka agama, aparat dan pejabat publik).

Ketika orang-orang terdekat tak mampu berempati, melapor ke pihak berwajib tak kunjung ditanggapi, memviralkan kasus kekerasan seksual di media sosial seolah menjadi solusi untuk mendapat atensi publik. Namun, melakukan hal itu bukan tanpa risiko.

Warganet yang maha kepo seringkali mendesak pengungkapan identittas pelaku dan korban yang dimaksud dalam unggahan tentang kasus kekerasan seksual tersebut. Alih-alih membantu, hal ini justru membahayakan keamanan dan keselamatan, baik korban maupun keluarganya.

Komentar-komentar dari warganet yang maha benar juga akan memperkeruh suasana. Pasti ada saja komentar-komentar warganet yang merisak dan menyudutkan korban. Terutama yang pakai akun anonim.

Tidak di ruang privat, ruang publik juga ruang virtual, tindak kekerasan mengintai perempuan dalam beragam bentuk. Mungkinkah tempat paling aman bagi perempuan hanya di dalam rahim ibu dan di sisi Tuhan?

Namun, rahim ibu adalah tempat singgah selama 9 bulan sebelum seorang manusia dilahirkan. Dan kita yang sudah terlanjur lahir tidak akan bisa kembali ke sana.

Sementara kembali ke sisi Tuhan artinya kita harus menunggu ajal datang.  Kendati demikian, saya tidak berharap Anda, para perempuan, menempuhnya dengan jalan pintas.

Selamat memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Semoga meningkatnya kesadaran untuk mengadukan dan mencari ruang aman terus dibarengi dengan penanganan yang tepat dan berperspektif korban.

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun