Itu sebabnya, meski sudah dijamin undang-undang, perempuan yang menyusui di ruang publik masih mungkin mendapat perhatian seksual atau tatapan mengintimidasi. Apa yang dilakukannya seolah dianggap sama dengan pornografi.Â
Kedua, seksismeÂ
Hal ini merupakan bagian dari benevolent sexism.Â
Benevolent sexism mungkin tidak nampak seperti seksisme biasa yang penuh prasangka, stereotipe atau diskriminasi terhadap perempuan. Ia lebih kepada mengatur agar perempuan berperilaku sesuai dengan peran dan stereotipe gender tradisional.Â
Perempuan yang baik, menurut peran dan stereotipe gender tradisional, diidentikkan dengan sikap lembut, penyayang, ramah, keibuan dan sopan santun. Oleh karena itu, menyusui di ruang publik dianggap tidak mencerminkan perilaku perempuan yang baik dan sopan
Ketiga, tidak familiar dengan budaya atau kebiasaan perempuan menyusui di depan umumÂ
PenutupÂ
Perlu diingat bahwa payudara perempuan bukan hanya objek seksual. Lebih dari itu, payudara perempuan memiliki fungsi dan peran biologis yang memberi kehidupan pada anak manusia.Â
Jika suatu saat Anda menemukan perempuan menyusui di tempat umum atau tempat terbuka, tidak perlu diperhatikan karena itu bisa membuatnya tidak nyaman.Â
Jika Anda yang merasa tidak nyaman, alihkan pandangan ke tempat lain.Â
Ketersediaan ruang laktasi yang memenuhi standar kelayakan, baik di tempat kerja, pusat perbelanjaan, taman, tempat wisata dan fasilitas publik lainnya, bukan hanya untuk mendukung komitmen ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Itu adalah hak setiap ibu untuk bisa menyusui atau memerah ASI dengan aman dan nyaman serta tetap mampu beraktivitas di ruang publik dengan leluasa.Â