Bentuk-bentuk breastfeeding shaming antara lain berupa tatapan jijik atau mengintimidasi, dianggap tidak sopan, diminta berhenti menyusui atau pindah ke tempat lain dan dilecehkan. Di media sosial, para ibu yang membagikan momen sedang menyusui bayinya juga tak luput dari komentar-komentar bernada seksual.Â
Lalu, bagaimana jika bayinya haus dan lapar di tempat umum dan tidak tersedia ruang laktasi di sekitar tempat tersebut?Â
Sebenarnya, menyusui di ruang publik adalah hal yang normal dalam banyak budaya di berbagai belahan dunia. Hal itu karena menyusui dianggap bukan aktivitas seksual, meski dalam hal ini perempuan menampakkan organ seksualnya (baca: payudara).Â
Mengutip dari Journal of Pediatric & Neonatal Care, beberapa negara memiliki aturan dan ketentuan yang berbeda-beda terkait menyusui di ruang publik.Â
Di Inggris Raya, perlindungan terhadap ibu menyusui di ruang publik diatur dalam Sex Discrimination Act 1975 dan Equality Act 2010.Â
Belanda punya undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang penyusuan di tempat kerja, di mana pemberi kerja wajib menyediakan ruang laktasi yang layak untuk 9 bulan pertama setelah kelahiran dan menjamin 25% dari jam kerja karyawan tersebut digunakan untuk menyusui.Â
Negara-negara Skandinavia dengan tingkat kesetaraan gendernya yang termasuk terbaik di dunia, serius mengkampanyekan pentingnya laktasi dan masyarakat tidak mempermasalahkan ibu-ibu yang menyusui di ruang publik.Â
Di Amerika Serikat, aturan terkait laktasi berbeda antar negara bagian. Saat ini, setidaknya telah ada 34 negara bagian yang memiliki undang-undang yang jelas terkait menyusui di ruang publik.Â
Di Asia, setiap negara memiliki keunikan budaya dan kehidupan keagamaan yang memengaruhi pandangan dan sikap masyarakatnya tentang penyusuan di ruang publik.Â
Di Israel, Bangladesh, Iran, dan Yordania, perempuan dapat menyusui tanpa pembatasan.Â
Di Filipina, menyusui di ruang publik tidak dilarang, tapi berisiko dianggap tidak etis apabila payudara terlihat oleh orang lain.Â