Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

6 Mitos tentang Gula yang Diyakini Banyak Orang

5 Oktober 2022   11:20 Diperbarui: 5 Oktober 2022   11:39 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
madu sering dianggap lebih sehat dari gula-photo by pixabay

Siapa yang mampu menahan godaan manisnya es krim, cokelat, permen, puding dan berbagai makanan dan minuman manis lainnya? 

Makanan dan minuman manis memang favorit semua orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. 

Konsumsi gula hampir tidak dapat dipisahkan dari keseharian kita. Secangkir teh atau kopi yang kita seruput, aneka kue dan jajanan manis yang kita konsumsi di sela waktu sarapan dan makan siang, bahkan masakan yang kita santap sehari-hari pun ditambahkan gula di dalamnya. 

Kita juga kerap diwanti-wanti akan dampak buruk gula bagi kesehatan. Beberapa orang malah cenderung menghindari atau menghapus gula dari daftar konsumsi harian mereka, terutama bagi mereka yang sedang diet. 

Benarkah pandangan tersebut? Nah, artikel saya kali ini akan mengulas tentang mitos-mitos seputar gula yang sering diyakini orang. Mari simak sampai akhir. 

1. Gula berdampak buruk pada kesehatan 

Gula yang dikonsumsi akan diubah menjadi glukosa yang merupakan sumber energi utama bagi manusia, khususnya otak. Namun, tidak sedikit yang meyakini bahwa gula adalah biang kerok atas sejumlah masalah kesehatan, terutama diabetes tipe 2. 

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah karena yang perlu diperhatikan dari konsumsi gula adalah jumlah dan jenis gula yang dikonsumsi. 

Kelebihan konsumsi gula memang dapat menyebabkan penyakit tertentu, seperti diabetes tipe 2. Namun, konsumsi gula berlebih hanya salah satu faktor. Faktor lain yang turut meningkatkan risiko diabetes adalah genetik, pola makan yang tidak sehat, berat badan berlebih dan malas gerak. 

2. Terlalu banyak mengonsumsi gula membuat anak hiperaktif

ilustrasi anak-anak mengonsumsi permen-photo by eren li from pexels
ilustrasi anak-anak mengonsumsi permen-photo by eren li from pexels
Kondisi anak yang menjadi lebih aktif setelah mengonsumsi makanan atau minuman manis ini dinamakan sugar rush. Namun, fenomena ini masih menjadi kontroversi dan perdebatan di kalangan ahli. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada hubungannya antara konsumsi gula dengan anak hiperaktif, ada pula yang mengatakan sebaliknya. 

Anggapan tersebut berasal dari sugesti orangtua yang merasa bahwa anaknya jadi hiperaktif atau tidak bisa diam setelah mengonsumsi kudapan manis. 

Padahal yang terjadi adalah asupan gula tersebut membuat anak memperoleh energi sehingga anak tampak lebih bersemangat dan tidak bisa diam. 

Meski belum jelas benar apakah ada keterkaitan antara konsumsi gula berlebih dengan perilaku hiperaktif, konsumsi gula pada anak-anak tetap harus diatur. 

Asupan gula yang normal untuk anak-anak adalah tidak lebih dari 25 gram atau setara dengan 6 sendok teh per hari. Jumlah ini bukan hanya meliputi konsumsi gula pasir, melainkan juga gula yang terkandung dalam makanan atau minuman manis. 

3. Tidak boleh mengonsumsi gula saat diet 

Mitos ini sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan karena biar bagaimanapun tubuh tetap membutuhkan gula sebagai sumber energi. 

Jika tubuh kekurangan asupan gula, ia akan membakar cadangan lemak sebagai sumber energi (disebut sebagai ketosis). 

Dalam jangka panjang, ketosis akan berpengaruh buruk terhadap berat badan, gula darah tidak stabil, penurunan fungsi kognitif, kelelahan, menimbulkan peradangan dan masalah pada fungsi hormon. 

Sejatinya, diet bebas gula bukan berarti tidak mengonsumsi gula sama sekali. Diet gula hanya mengurangi (bukan menghilangkan atau meniadakan) konsumsi gula dari takaran yang biasa kita konsumsi sehari-hari. 

Lantas berapa konsumsi gula harian untuk mereka yang sedang diet gula? 

Kementerian Kesehatan RI sebenarnya telah mengatur batas konsumsi gula harian yang ideal untuk setiap orang, yaitu 50 gram atau 5-9 sendok teh per hari. 

Konsumsi gula harian untuk orang yang sedang menjalani diet gula juga bergantung pada jenis kelaminnya. 

Laki-laki yang sedang menjalani diet gula tidak boleh mengonsumsi gula tambahan lebih dari 9 sendok teh per hari, sedangkan perempuan tidak boleh lebih dari 6 sendok teh per hari.

4. Jika rasanya tidak manis, berarti tidak mengandung gula

ilustrasi nasi juga mengandung gula meski tidak manis-photo by Huy Phan from pexels
ilustrasi nasi juga mengandung gula meski tidak manis-photo by Huy Phan from pexels
Anggapan ini tidak tepat karena ada makanan atau minuman yang rasanya tidak manis tapi mengandung gula. 

Apa contohnya? 

Ya, nasi, terutama nasi putih! 

Makanan pokok masyarakat Indonesia ini memiliki kandungan gula sebesar 0,05 gram dan 28,17 gram karbohidrat yang diubah menjadi gula dalam seporsi atau 100 gram (untuk nasi putih berbutir panjang). 

Indeks glikemik nasi putih pun cukup tinggi, yaitu 73. Indeks glikemik sendiri adalah skala untuk mengukur cepat lambatnya makanan tertentu dalam meningkatkan kadar gula darah. 

Indeks glikemik yang tinggi pada nasi putih mempercepat lonjakan gula darah, terlebih pada nasi yang masih hangat, sehingga penderita diabetes disarankan untuk mengonsumsi nasi putih yang sudah dingin. 

Rasa manis pada nasi memang tidak langsung terasa saat pertama kali masuk ke mulut dan dikunyah, Namun, ketika kita terus mengunyahnya hingga beberapa kali, baru terasa agak manis. 

Adapun makanan lain yang rasanya tidak manis tapi mengandung gula seperti sereal, pasta, saus sambal dan lain-lain. 

5. Madu adalah pengganti gula yang paling sehat

madu sering dianggap lebih sehat dari gula-photo by pixabay
madu sering dianggap lebih sehat dari gula-photo by pixabay
Orang-orang yang diet gula sering menjadikan madu sebagai alternatif agar lebih sehat. 

Hal ini tak terlepas dari kandungan antioksidan dan antimikroba yang terdapat dalam madu. Padahal konsumsi madu dalam jumlah berlebih juga sama buruknya dengan konsumsi gula pada jumlah yang sama. 

Selain itu, kandungan gula juga dipengaruhi oleh keaslian madu. Baik madu asli maupun palsu sebetulnya sama-sama mengandung gula. 

Madu asli sepenuhnya dibuat oleh lebah madu tanpa campur tangan manusia sehingga tidak terlalu banyak gula tambahan. 

Sementara madu palsu terbuat dari sirup gula yang rasanya mirip madu asli. Madu palsu juga ditambah sirup jagung dengan kandungan fruktosa yang tinggi, dekstrosa dan molase sehingga kandungan gulanya lebih tinggi dari madu asli, tapi lebih minim nilai gizi. 

6. Pemanis buatan lebih baik dari pemanis alami 

Selain madu, pemanis buatan juga kerap dijadikan alternatif bagi orang-orang yang ingin mengurangi gula. 

Jumlah kalori yang dihasilkan oleh pemanis buatan memang lebih rendah dari gula pasir, tapi menghasilkan rasa manis yang setara. Namun, konsumsi berlebih dapat menimbulkan efek samping, seperti perut kembung, sering kentut, diare dan mudah lapar. 

Pemanis buatan juga tidak serta merta meningkatkan kadar gula darah karena ia bukan karbohidrat. Namun, beda halnya dengan pemanis buatan yang terdapat dalam minuman tertentu, seperti minuman bersoda. 

American Diabetes Association menyebutkan bahwa kandungan pemanis buatan dalam  minuman soda diet (diet coke) dapat menyebabkan sindrom metabolik hingga 36% lebih tinggi dengan risiko diabetes tipe 2 67% lebih tinggi. 

Berhati-hati juga dengan makanan atau minuman berlabel sugar free atau bebas gula karena di dalamnya tetap mengandung kalori dari pemanis buatan. Konsumsi berlebihan berisiko menimbulkan kelebihan berat badan. 

Penutup 

Meski dalam jumlah terbatas, gula tetap diperlukan sebagai sumber energi bagi tubuh, terutama untuk meningkatkan fungsi orak, respirasi irama jantung, regulasi suhu tubuh, meredakan stres dan lainnya. Tanpa konsumsi gula, tubuh akan lemas dan otak tidak dapat bekerja secara normal. 

Alih-alih menghindari, kita hanya perlu bijak dalam mengonsumsinya. Konsumsi gula dalam jumlah yang wajar, disesuaikan dengan kebutuhan, jenis kelamin, usia dan kondisi kesehatan. 

Perhatikan pula jenis gula yang dikonsumsi. Meski kalorinya lebih rendah, konsumsi pemanis buatan tetap harus memperhatikan jumlah kalori dan takaran agar tidak berlebihan dan menimbulkan penyakit dalam jangka panjang. Selain itu, kebutuhan gula secara alami juga dapat diperoleh dari sayuran dan buah-buahan segar. 

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun