Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

4 Cara Berdamai dengan "Trust Issue"

10 Agustus 2022   14:56 Diperbarui: 10 Agustus 2022   18:01 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi komunikasi asertif-photo by Christina Morillo from pexels

Kita pasti pernah dikecewakan atau bisa jadi mengecewakan seseorang dalam kehidupan. Dikecewakan itu sakit. Kita jadi sedih, marah bahkan tidak jarang rasa percaya kita pada orang tersebut berkurang atau malah hilang. Terlebih kalau kita telah dibohongi atau disakiti berulang kali. 

Berulang kali kita beri maaf dan kesempatan. Berulang kali dia berjanji untuk berubah. Namun, yang terjadi hanya janji-janji belaka. 

Tidak mengherankan jika di kemudian hari seseorang mengalami krisis kepercayaan atau istilah kerennya adalah trust issue. 

Trust issue sendiri bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang merasa sulit untuk mempercayai orang lain. 

Biasanya, trust issue timbul karena seseorang pernah dikhianati (perselingkuhan, backstabbing, dll), ditinggalkan (pengabaian oleh orangtua, dikucilkan dalam pergaulan, dll) atau dimanipulasi (ghosting, gaslighting) oleh orang lain, terutama orang-orang terdekatnya. 

Selain itu, trauma masa kecil, seperti pernah menjadi korban kekerasan atau perundungan dan perceraian orangtua juga bisa menjadi sebab seseorang mengalami trust issue. 

Adapun ciri-ciri orang yang mengalami trust issue antara lain seperti: 

1. selalu berpikir buruk tentang orang lain

Orang dengan trust issue sering menganggap kalau orang bersikap baik pada mereka karena ada maunya. 

Selain itu, mereka juga mudah curiga setiap bertemu dengan orang baru. Seolah-olah orang baru tersebut adalah ancaman. 

2. menjaga jarak dengan orang lain

Bukan menjaga jarak untuk pencegahan Covid-19, ya maksudnya, melainkan terlalu membatasi diri dalam pergaulan dengan bersikap sangat tertutup. 

Orang dengan trust issue takut kalau berteman terlalu akrab atau dekat akan membuat mereka kembali dimanfaatkan, dikhianati atau ditinggalkan. 

3. takut berkomitmen, terutama dalam relasi romantis

Sesayang dan sepeduli apapun pada orang yang dicintainya, seseorang dengan trust issue bakal takut untuk berkomitmen pada hubungan yang lebih serius. 

Seringkali, mereka dulunya pernah diselingkuhi atau mengalami kekerasan, baik fisik, verbal, emosional maupun seksual. 

4. sulit memaafkan orang lain, termasuk untuk kesalahan sekecil apapun

Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Namun, bagi orang yang memiliki trust issue, satu kesalahan kecil yang dilakukan orang lain padanya, bisa jadi tak ada ampun lagi. 

5. merasa kesepian dan depresi

Mereka yang memiliki trust issue biasanya akan mengisolasi diri sehingga rentan mengalami kesepian, stres bahkan depresi. 

Lalu, apa yang dapat kita dilakukan untuk berdamai dengan trust issue?

Pertama, cari tahu dulu apa penyebab dari trust issue tersebut

Agar dapat menyelesaikan suatu masalah, kita harus tahu dulu apa masalahnya. 

Untuk bisa berdamai dengan trust issue dan mencari solusi terbaik, kita harus mengenali apa penyebabnya. Apakah karena trauma masa kecil? Apakah karena di masa lalu pernah punya pacar yang abusive dan manipulatif? 

Kedua, berhati-hati dalam memberikan kepercayaan 

Setiap orang berhak atas kesempatan pertama.  

Tidak perlu berprasangka buruk pada orang baru, meski kesan pertama bertemu tidak terlalu menyenangkan. 

Kan baru kenal. Pasti ada banyak hal yang belum diketahui dari orang tersebut. 

Begitu pula orang itu terhadap kita. Namun, kita juga tidak perlu memaksakan diri untuk langsung akrab dan buru-buru percaya. 

Kalau Anda adalah tipikal orang yang butuh waktu untuk bisa mengenal, menerima dan mempercayai orang baru, gunakan waktu Anda untuk mengenal, mengobservasi dan mempelajari orang tersebut. 

Jika pada kesempatan pertama, ia dapat membuktikan bahwa dirinya adalah orang baik dan layak dipercaya, berarti ia berhak atas kesempatan kedua. Namun, jika kesempatan pertama disia-siakan, itu adalah warning, red flag dan Anda tahu apa yang sebaiknya dilakukan. 

Jadi, meski sebelumnya Anda pernah dikhianati, hal itu tidak seharusnya dijadikan alasan untuk selalu curiga dan berprasangka buruk pada setiap orang. 

Waspada boleh, curiga dan buruk sangka jangan. 

Ketiga, jangan terlalu bergantung dan berekseptasi tinggi pada orang lain

Seringkali, orang yang terlalu bergantung dan menaruh ekspektasi tinggi pada orang lain jadi lebih rentan mengalami trust issue. 

Ingat, di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Jadi, jangan mematok ekspektasi terlalu tinggi pada orang lain, termasuk pada keluarga, pasangan, teman, rekan kerja atau siapa saja, agar Anda tidak kelewat sakit dan kecewa. 

Jadilah orang yang independen dan berdaya sehingga mengurangi ketergantungan pada orang lain. Jika Anda adalah seorang yang beragama, bergantung itu seharusnya hanya pada Tuhan, bukan pada makhluk atau materi. Manusia bisa berkhianat atau meninggalkan Anda, tapi Tuhan tidak. 

Keempat, membangun relasi yang sehat dengan komunikasi asertif 

ilustrasi komunikasi asertif-photo by Christina Morillo from pexels
ilustrasi komunikasi asertif-photo by Christina Morillo from pexels

Komunikasi asertif merupakan cara berkomunikasi yang jujur, terbuka, tegas dan dapat dipahami, tapi tetap menghormati dan menjaga perasaan lawan bicara. 

Ada beberapa manfaat dari komunikasi asertif, seperti mudah berteman dengan siapapun, dihormati dan dihargai orang lain, meningkatkan rasa percaya diri, terhindar dari menjadi people pleasure dan tidak mudah ditindas atau dimanfaatkan. 

Lalu, apa hubungannya komunikasi asertif dengan mengatasi trust issue? 

Sebagaimana pengertiannya, komunikasi asertif akan mendorong seseorang untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara jujur dan terbuka. 

Kalau setuju, bilang setuju. Kalau tidak setuju, bilang tidak setuju. Kalau suka, bilang suka. Kalau tidak suka, bilang tidak suka. Lengkap dengan alasan yang jelas dan masuk akal. Tidak pasif, agresif apalagi manipulatif. 

Relasi yang sehat adalah relasi yang dibangun dengan rasa percaya, komunikasi, kerja sama dan toleransi. Nah, kejujuran dan keterbukaan inilah yang diperlukan dalam menjaga kepercayaan. 

Wasana Kata 

Dalam sebuah relasi, rasa percaya adalah sesuatu yang penting dan mahal. 

Merasa kecewa setelah dikhianati itu wajar. Namun, ketika kekecewaan berubah menjadi trust issue, secara tidak langsung kita telah menambah rasa sakit itu sendiri. 

Ketika kita tahu betapa sakitnya dikhianati, diabaikan, dimanipulasi, kita belajar untuk lebih berhati-hati dalam memercayai orang lain. 

Begitu pun ketika kita diberi kepercayaan oleh orang lain, kita belajar untuk menjaganya. Jangan pula sembarang mengumbar janji. Jangan sampai orang lain malah mengalami trust issue gara-gara kita. 

*) Catatan: 

ghosting: pemutusan komunikasi secara tiba-tiba, baik dalam hubungan percintaan, pertemanan maupun pekerjaan, tanpa memberitahukan alasan di balik sikap tersebut

gaslighting: manipulasi psikologis yang dilakukan dengan memaksa korban mempertanyakan pikiran, perasaan dan peristiwa yang dialami. Biasanya, gaslighting dilakukan oleh seseorang yang tidak mau disalahkan, padahal tindakannya itu merugikan orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun