Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jilbab dan Obsesi untuk Mengatur Tubuh Perempuan

5 Agustus 2022   17:09 Diperbarui: 8 Agustus 2022   18:04 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang siswi SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikabarkan mengalami depresi akibat pemaksaan penggunaan jilbab di sekolahnya. Kejadian itu bermula ketika siswi kelas 10 tersebut dipanggil ke ruang bimbingan konseling (BK) oleh beberapa guru pada 19 Juli 2022. 

Di ruang BK, ia ditanyai oleh gurunya mengapa tidak memakai jilbab padahal siswi itu beragama Islam. Siswi tersebut sudah menjelaskan dengan jujur bahwa ia belum mau memakai jilbab. Namun, ia tetap diinterogasi hingga merasa dipojokkan. Ia juga sempat dipakaikan jilbab oleh gurunya dan merasa tidak nyaman. 

Ini bukan kali pertama pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri terjadi. Setahun yang lalu, kejadian serupa dialami oleh siswi SMKN 2 Padang, Sumatera Barat. Padahal siswi tersebut seorang nonmuslim, tapi terpaksa memakai jilbab karena aturan sekolah. 

Sebenarnya aturan tentang seragam sekolah negeri sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014. Aturan tersebut memberi pilihan bagi siswa-siswi apakah ingin menggunakan seragam pendek, panjang maupun berjilbab. 

Namun, kenyataannya, pemaksaan dan pelarangan penggunaan atribut keagamaan pada seragam sekolah negeri cenderung meningkat dalam 10 tahun terakhir. Tak ayal, di media sosial banyak yang menyuarakan untuk mengembalikan seragam sekolah negeri menjadi "seperti dulu". 

Kondisi ini berbanding terbalik dengan masa Orde Baru di mana siswi berjilbab kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Para guru sering menolak untuk mengajar jika ditemukan siswi berjilbab di kelasnya. 

Mereka yang menolak untuk menanggalkan jilbabnya bisa dikenakan sanksi, seperti skorsing bahkan terancam dikeluarkan dari sekolah. 

Pemaksaan dan pelarangan jilbab atau pakaian tertentu pada perempuan di beberapa wilayah, bukan hanya dapat dibaca sebagai masalah intoleransi, melainkan mengandung pesan tersirat betapa kita kerap terobsesi untuk mengatur dan menundukkan tubuh perempuan. Bahkan, dalam beberapa kasus juga diwarnai dengan tindakan represif. 

Aturan Berpakaian Kaum Perempuan Dari Masa ke Masa

Obsesi mengatur tubuh perempuan, salah satunya dilakukan dengan mengatur pakaian perempuan. Sejak kecil, anak perempuan selalu diberitahu untuk berpakaian yang sopan ketika keluar rumah. 

Anak perempuan kerap diingatkan untuk tidak memakai pakaian ketat dan minim karena dapat mengundang nafsu lawan jenis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun