Hampir semua aktivitas harian manusia modern bersinggungan dengan teknologi.Â
Orang bangun tidur yang dicari dan dipegang pertama kali adalah HP. Malam hari, saat mau tidur yang dipegang juga HP. Kadang ketika tidur, HP masih dalam keadaan menyala.Â
Sekarang, orang bepergian pun lebih panik kalau HP-nya yang ketinggalan dibandingkan dompet.Â
Meja makan yang dulu biasa menjadi tempat bagi seluruh anggota keluarga untuk makan bersama sembari bercengkerama, menikmati kebersamaan, sekarang masing-masing sibuk makan sambil main HP.Â
Di tongkrongan pun sama saja. Ngajak kumpul karena sudah lama tidak bertemu. Sekalinya ketemu malah sibuk main HP masing-masing. Ada yang kayak gini?Â
Ponsel pintar, sebuah benda yang bagai pedang bermata dua. Di satu sisi ia bermanfaat, tapi di sisi lain ia merusak. Baik itu merusak mental maupun lingkungan.Â
Ponsel membuat kita dapat melakukan banyak aktivitas di dunia maya, mulai dari membaca dan/atau menulis artikel, mengirim surat elektronik (surel), melakukan rapat virtual, bermain game online, streaming drama Korea, stalking akun medsos mantan dan lain sebagainya.Â
Namun, pernahkah Anda berpikir berapa konsumsi energi yang dihabiskan untuk setiap aktivitas tersebut dan apa dampaknya bagi lingkungan?Â
Berbagai klaim yang menyatakan bahwa sesuatu yang onlen-onlen itu lebih ramah lingkungan, nyatanya tak selalu benar. Begitulah kiranya yang saya ketahui dan tuliskan dalam artikel sebelumnya. Silakan dibaca untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai topik ini.Â
Baiklah, sebelum Anda mulai bosan karena intronya panjang banget, langsung saja kita bahas langkah apa saja yang dapat kita lakukan untuk mengurangi jejak karbon dari aktivitas digital.
1. Bijak dalam membeli gawai
Para ahli memperkirakan sebanyak 50 juta ton sampah elektronik dihasilkan setiap tahun atau setara dengan 1.000 unit laptop yang dibuang setiap detik setiap hari. Menurut EPA, hanya 12,5% dari sampah tersebut yang dapat didaur ulang. Selebihnya menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dari bahan kimia maupun material-material penyusun komponen barang elektronik tersebut.Â
Kita tidak perlu membeli gawai hanya untuk mengikuti tren atau setiap ada model terbaru. Beli jika sudah rusak dan tidak lagi bisa diperbaiki. Kemudian, rawatlah gawai yang Anda miliki dengan baik agar lebih awet.Â
2. Hemat energiÂ
Departemen Energi Amerika Serikat menyarankan untuk mematikan komputer/laptop jika Anda akan meninggalkannya dalam waktu lebih dari 2 jam.Â
Redupkan tingkat kecerahan layar gawai dari 100% menjadi 70% agar dapat menghemat hingga 20% dari energi yang digunakan. Menurunkan kecerahan layar juga membuat mata tidak cepat lelah.
Kemudian, untuk memperpanjang usia baterai ponsel atau laptop, hindari mengisi daya hingga 100%. Charging saat daya tinggal 20% dan hentikan ketika sudah mencapai 80% untuk menjaga performa baterai.Â
Baterai ponsel atau laptop yang berbahan lithium ion jika di-charge dalam waktu lama akan menimbulkan lapisan lithium metalik yang lama kelamaan dapat mengurangi stabilitas baterai dan membuat sistem mengalami malfungsi serta reboot.Â
Lalu, jangan pernah pula membiarkan pengisi daya masih tercolok pada stop kontak jika sudah tidak digunakan sebab aliran listrik akan terus mengalir sehingga mubazir.Â
3. Bijak dalam melakukan aktivitas digitalÂ
Meskipun jumlah energi dan emisi karbon dari aktivitas digital relatif lebih kecil, tapi dengan jumlah pengguna internet yang sangat banyak, sisa energi dari setiap aktivitas digital akan menguap dan menghasilkan gas rumah kaca.Â
Menurut studi The Shift Project, aktivitas streaming video menghasilkan 300 juta ton CO2 per tahun. Jumlah ini merupakan 20% dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh seluruh perangkat digital (termasuk yang berasal dari penggunaan dan proses produksi) dan berkontribusi sebanyak 1% terhadap emisi global. Oleh karena itu, batasi diri dari streaming video yang tidak penting, matikan fitur autoplay dan jangan lupa matikan video ketika Anda meninggalkan ruangan atau akan tidur.Â
Meskipun mengirim surel lebih ramah lingkungan dari mengirim surat secara fisik, hindari juga mengirim surel yang tidak penting
4. Melakukan digital declutteringÂ
Digital decluttering adalah kegiatan memilah dan mengurangi sampah digital yang memenuhi gawai, seperti gambar dan video dari grup WA, file dokumen yang sudah tidak dibutuhkan, browser history dan sebagainya. Kita dapat melakukan digital decluttering dengan beberapa cara berikut.
Pertama, menghapus file yang sudah tidak diperlukan, misalnya file tugas zaman SMA atau kuliah, gambar atau video dari grup WA dan sebagainya
Kedua, back up file-file penting baik di iCloud, Google Drive atau hardisk eksternal
Ketiga, menghapus browser history, cookies (bukan makanan) dan cache yang menumpuk pada gawai
Keempat, menghapus aplikasi yang tidak pernah dipakai agar tidak memenuhi memori gawaiÂ
Kelima, menghapus surel yang sudah dibaca atau tidak lagi diperlukan, berhenti berlangganan (unsubscribe) newsletter yang tidak pernah dibaca agar tidak memenuhi kotak masuk.
Sebuah riset dari McAfee yang dikutip dalam theguardian.com menyatakan bahwa 78% surel yang masuk merupakan spam. Sekitar 62 triliun pesan spam yang dikirim setiap tahun, membutuhkan 33 miliar kWh energi listrik dan menghasilkan sekitar 20 juta ton CO2 per tahun.Â
Keenam, surel yang dibiarkan menumpuk akan tersimpan di komputasi awan (cloud) dan membutuhkan energi listrik yang besar sehingga menghasilkan lebih banyak emisi karbon.Â
Jika kita rutin menghapus 10 surel setiap hari, kita dapat menghemat ruang penyimpanan pada pusat data sekitar 1,7 juta GB dan 55,2 juta kWh listrik. Dengan demikian, penyedia pusat data dapat mengurangi emisi karbon hingga 39.035 ton.Â
Selamat mencoba kiat-kiat sederhana tersebut. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H