Sebagaimana halnya pakaian, produk kecantikan juga termasuk barang yang trennya cepat berubah sehingga rentan menghasilkan banyak sampah.Â
Secara global, industri perawatan tubuh dan kecantikan memproduksi lebih dari 120 miliar unit kemasan produk per tahun, yang sebagian besarnya tidak dapat didaur ulang.Â
Di Amerika Serikat sendiri, pada tahun 2018, hampir 7,9 miliar unit rigid plastic diproduksi hanya untuk kemasan produk perawatan tubuh dan kecantikan.Â
Pasar kosmetik global mencatat, pendapatan kosmetik di seluruh dunia yang dihasilkan mencapai US$ 341,1 miliar per 2020 dan diperkirakan akan meningkat hingga US$ 560,50 miliar pada 2030 mendatang. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menciptakan masalah sampah, terutama yang bersumber dari plastik sekali pakai.Â
Dalam laporan terbaru Greenpeace USA, ditemukan bahwa hanya plastik tipe 1 dan 2 (dari 7 tipe plastik) yang secara legal dinyatakan sebagai plastik yang dapat didaur ulang di AS. Sementara itu, kebanyakan kemasan produk kosmetik berbahan baku plastik selain tipe 1 dan 2.Â
Sebenarnya, desakan konsumen kepada produsen kosmetik untuk menggunakan kemasan dan bahan baku produk yang ramah lingkungan sudah mengemuka sejak beberapa tahun terakhir.Â
Tekanan itu ditujukan agar produsen dapat melaksanakan komitmennya pada bisnis yang berkelanjutan, di mana salah satu unsurnya adalah kepedulian dan keberpihakan pada kelestarian lingkungan.Â
Keinginan agar produsen beralih menggunakan kemasan ramah lingkungan terutama didominasi oleh konsumen milenial dan generasi Z serta pengguna skin care ekstensif (biasanya mereka yang memiliki masalah kulit tertentu sehingga menggunakan lebih banyak produk perawatan kulit).Â
Kemasan yang dapat didaur ulang (recycleable packaging) menjadi kemasan ramah lingkungan yang paling diminati oleh konsumen global. Berikutnya diikuti oleh kemasan daur ulang (recycled packaging) dan botol isi ulang (refillable bottle).Â
Jika produsen mau, kondisi ini bisa dibaca sebagai peluang untuk menarik konsumen muda sebab kesadaran mereka yang tinggi terhadap isu lingkungan. Kecenderungan konsumen milenial dan generasi Z juga mulai beralih pada brand-brand kosmetik yang dianggap mengusung nilai yang sama dengan mereka, seperti tentang lingkungan, kesetaraan gender, merangkul bentuk kecantikan yang beragam dan sebagainya.Â
Upaya untuk merawat kulit sembari mendukung pengurangan sampah plastik, dapat dilakukan pula melalui tren kecantikan bernama skin care minimalism atau skinimalism.Â
Dikutip dari m.klikdokter.com, skinimalism adalah sebuah tren kecantikan yang menekankan pada wujud kulit alami dengan mengurangi penggunaan skin care atau makeup pada kulit wajah.Â
Skinimalism berusaha untuk memunculkan kecantikan alami dan menjauhkan diri dari menutup atau memperbaiki kekurangan pada wajah.Â
Dengan kata lain, skinimalism menanamkan pemahaman bahwa kita tetap cantik, meski ada keriput, freckles atau kulit muka yang tidak seputih dan semulus porselen.Â
Selain membuat kulit lebih sehat dan bercahaya, skinimalism juga bermanfaat dalam mengurangi sampah kemasan kosmetik.Â
Kita jadi tidak perlu beli banyak produk perawatan kulit dan kecantikan sebab skinimalism memangkas rutinitas perawatan kulit yang terlalu panjang dan rumit menjadi lebih sederhana dan praktis. So, it's time to say good bye to 12 steps of skin care routine. Â
Beberapa produsen kosmetik juga sudah ada yang menerapkan tren ini pada brand-nya, yaitu dengan menciptakan produk yang multi guna (one product multi purposes). Seperti yang dilakukan oleh Charlotte Libby, pendiri brand kosmetik asal Inggris, XO Balm.Â
Bahan baku yang digunakan sedikit. Begitu pula dengan sampah yang dihasilkan. Pokoknya sesuai dengan prinsip bisnisnya: many uses, few ingredients, no waste. Â
Misalnya, produk pelembab (balm) yang dapat digunakan pada rambut, kuku, kulit dan bibir, terbuat hanya dari empat bahan baku, yaitu chia seed oil, beeswax, minyak kelapa dan minyak zaitun.Â
Libby juga menerapkan konsep minim sampah pada proses pengemasan, pengiriman dan pembayaran.Â
Alih-alih menggunakan bahan plastik, Libby memilih menggunakan bahan logam dan kayu untuk kemasan produknya. Wadahnya pun sengaja dibuat agar dapat digunakan kembali ketika isinya sudah habis.Â
Kemasan yang ringan namun kuat dan tahan lama membuatnya tidak perlu dibungkus berlapis-lapis saat dikirim ke pelanggan.Â
Sementara pembayaran diutamakan secara daring untuk mengurangi penggunaan kertas.Â
Nah, bagaimana menerapkan skinimalism?Â
Sesuai namanya, skinimalism memang ditujukan untuk memangkas rutinitas perawatan kulit harian yang panjang dan rumit. Hal ini akan menghemat tenaga, waktu, biaya, bahkan meminimalkan  sampah kemasan produk kosmetik.Â
Dalam skinimalism, produk perawatan kulit yang perlu dimiliki hanyalah produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kulit.Â
Produk basic skin care, seperti cleanser, toner, sabun cuci muka, pelembab, tabir surya dan serum adalah produk yang paling penting dimiliki.Â
Bisa juga ditambah produk lain jika diperlukan, seperti krim penghilang jerawat, krim anti-aging dan sebagainya.Â
Jika mau lebih praktis lagi, pakai saja produk perawatan kulit multi guna (multi purpose skin care products). Â
Namun, yang lebih penting lagi adalah mengetahui jenis kulit masing-masing karena bahan produk perawatan kulit berbeda, tergantung untuk jenis kulit apa.Â
Tidak semua bahan cocok untuk jenis kulit tertentu. Misalnya, pemilik kulit berminyak disarankan untuk menghindari produk perawatan kulit yang mengandung petroleum oil, pemilik kulit kering disarankan untuk menghindari produk berbahan salicylic acid dan sebagainya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H