Di masa kini, perempuan menjadi pemimpin bukan hal baru, termasuk di dunia kerja. Tidak menutup kemungkinan ada di antara Anda yang punya bos perempuan atau jangan-jangan Anda sendirilah bos perempuan itu.
Bagi bawahan, punya atasan perempuan memang memberikan pengalaman dan kesan yang berbeda dengan atasan laki-laki.
Sementara bagi atasan perempuan, untuk bisa berada di posisi ini pasti ada kesulitan dan tantangan tersendiri..Kesulitan dan tantangan itu kadang tidak hanya datang dari rekan kerja laki-laki tapi juga sesama perempuan.
Bos perempuan itu ribet, emosional apalagi kalau lagi menstruasi, gak mau kalah dari pekerja perempuan lain, suka bikin drama, adalah sederet stereotipe tentang bos perempuan yang biasa kita dengar.
Berlakunya standar ganda menyebabkan bos laki-laki yang memberi feedback atas hasil kerja karyawannya dianggap proaktif. Sementara kalau bos perempuan yang memberi feedback akan dianggap galak, cerewet dan menyebalkan.
Sampai-sampai dikatakan bahwa "women are mean to each other". Seolah-olah antara perempuan satu dengan perempuan lain atau antara kelompok perempuan satu dengan kelompok perempuan lain kalau ditaruh dalam satu ruang, yang ada cuma persaingan dan permusuhan.
Namun, tahukah Anda, bahwa pemikiran dan sikap seperti itu termasuk internalized misogyny?
Apaitu Internalized Misogyny?
Internalized misogyny sebenarnya merupakan bagian dari internalized sexism, yaitu suatu bentuk sikap dan perilaku seksis yang dilakukan oleh perempuan terhadap perempuan lain.
Dengan demikian, internalized misogyny dapat diartikan sebagai kebencian, penghinaan atau prasangka yang ditujukan kepada sesama perempuan.