Jika artikel terlalu pendek, bisa jadi penjelasan argumentasinya kurang mendalam. Jika artikel terlalu panjang, bisa jadi penjelasannya kurang padat dan melebar ke mana-mana.
Ketiga, agar dapat menawarkan gagasan atau solusi baru dari suatu permasalahan
Artikel opini seringkali menawarkan solusi atas masalah yang dibahas. Solusi biasanya ditemukan di bagian penutup, bersama dengan kesimpulan ringkas.
Kemampuan penulis dalam menilai suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda akan menghasilkan gagasan atau solusi baru yang solutif dan barangkali jarang terpikirkan oleh kebanyakan orang.
Lalu, bagaimana dengan orang yang tidak terlalu suka membaca?
Di zaman serba digital ini, sumber ide dan pengetahuan bisa didapatkan dari mana saja. Jika tidak terlalu suka membaca, Anda bisa memanfaatkan platform seperti YouTube untuk mengakses video dan mengikuti kanal-kanal yang dirasa bermanfaat serta memperluas wawasan.
Selain informasi yang diperoleh dari buku, artikel, jurnal, video, Anda juga bisa menuliskan pengalaman pribadi yang relevan untuk mendukung argumentasi Anda. Oleh karena itu, berinteraksi dengan banyak orang, terutama yang berlatar belakang berbeda, dapat menambah pengalaman dan memperkaya perspektif kita.
Katakanlah Anda ingin menulis opini tentang maskulinitas toksik. Topik ini sebenarnya sudah cukup sering dibahas dari kacamata perempuan sebagai korban. Padahal laki-laki pun bisa jadi korban maskulinitas toksik laki-laki lain.
Jadi, opini tentang topik itu bisa dibahas dari sudut pandang laki-laki yang berdasar pada pengalaman mereka. Apakah mereka pernah diejek "cengeng" karena punya perasaan yang lebih sensitif? Apakah mereka pernah dikatai "kurang laki" hanya karena punya hobi yang tidak seperti laki-laki pada umumnya?
Wasana Kata
Argumentasi yang dituangkan dalam artikel opini harus jelas menunjukkan keberpihakan penulis. Apakah ia pro atau kontra dengan suatu isu, peristiwa atau pendapat orang lain yang hendak dibahas.
Setuju atau ketidaksetujuan penulis harus ada dasar ilmunya. Tanpa itu, ada dua kemungkinannya. Penulis tidak menguasai bidang atau masalah yang hendak dibahas, atau setuju dan ketidaksetujuanya didasarkan pada fanatisme buta serta kebencian semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H