Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mengapa Penulis Opini Perlu Banyak Membaca?

4 April 2022   16:56 Diperbarui: 4 April 2022   22:31 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membaca buku-photo by Rahul Shah from pexels.com

Artikel opini adalah jenis artikel yang berisi opini atau pendapat penulis mengenai suatu peristiwa. Di media-media cetak, artikel opini biasa ditulis oleh pakar dalam bidang tertentu. Dengan menjamurnya media daring saat ini, hampir setiap orang bisa menulis opini.

Menulis artikel opini bisa dibilang gampang gampang susah. Gampang kalau hanya mengomentari suatu hal. Susah kalau harus menjelaskan argumentasi secara mendalam.

Berbeda dengan berita yang lebih mengedepankan informasi dan fakta, artikel opini menekankan pada argumentasi dan keberpihakan penulisnya. Meski menekankan pada argumentasi, bukan berarti penulis tidak butuh menyertakan data atau fakta.

Data atau fakta dalam artikel opini justru penting untuk memperkuat argumentasi. Dengan demikian, penulis dapat lebih mudah meyakinkan pembaca karena apa yang ditulis ada landasan ilmunya.

Oleh karena itu, seorang penulis opini perlu memperkaya diri dengan beragam bacaan. Mengapa demikian?

Pertama, untuk memperkaya sudut pandang

Membaca berbagai bahan bacaan akan memperkaya sudut pandang kita tentang suatu permasalahan.

Semakin kaya sudut pandang penulis opini, ia akan mampu menjelaskan argumentasinya dari berbagai sisi, terutama dari sisi yang masih jarang dibahas.

Misal ingin menulis opini tentang kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Opini tentang topik ini bisa diambil dari berbagai sisi. Bagaimana hal ini dilihat dari sudut pandang ibu rumah tangga, pedagang gorengan dan pelaku UMKM kuliner, pengusaha minyak goreng dan kelapa sawit, pemerintah dan sebagainya? Bukankah masing-masing pihak ini memiliki sikap dan pandangan yang berbeda?

Kedua, agar dapat menjelaskan topik dan argumentasi secara mendalam

Penulis opini perlu banyak membaca agar dapat menulis artikel opini yang padat, tepat, tajam, dan mendalam.

Artikel opini sebaiknya tidak ditulis terlalu pendek atau terlalu panjang. Kalau saya boleh menyatakan dalam angka, mungkin sekitar 700-1.000 kata.

Jika artikel terlalu pendek, bisa jadi penjelasan argumentasinya kurang mendalam. Jika artikel terlalu panjang, bisa jadi penjelasannya kurang padat dan melebar ke mana-mana.

Ketiga, agar dapat menawarkan gagasan atau solusi baru dari suatu permasalahan

Artikel opini seringkali menawarkan solusi atas masalah yang dibahas. Solusi biasanya ditemukan di bagian penutup, bersama dengan kesimpulan ringkas.

Kemampuan penulis dalam menilai suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda akan menghasilkan gagasan atau solusi baru yang solutif dan barangkali jarang terpikirkan oleh kebanyakan orang.

Lalu, bagaimana dengan orang yang tidak terlalu suka membaca?

Di zaman serba digital ini, sumber ide dan pengetahuan bisa didapatkan dari mana saja. Jika tidak terlalu suka membaca, Anda bisa memanfaatkan platform seperti YouTube untuk mengakses video dan mengikuti kanal-kanal yang dirasa bermanfaat serta memperluas wawasan.

Selain informasi yang diperoleh dari buku, artikel, jurnal, video, Anda juga bisa menuliskan pengalaman pribadi yang relevan untuk mendukung argumentasi Anda. Oleh karena itu, berinteraksi dengan banyak orang, terutama yang berlatar belakang berbeda, dapat menambah pengalaman dan memperkaya perspektif kita.

Katakanlah Anda ingin menulis opini tentang maskulinitas toksik. Topik ini sebenarnya sudah cukup sering dibahas dari kacamata perempuan sebagai korban. Padahal laki-laki pun bisa jadi korban maskulinitas toksik laki-laki lain.

Jadi, opini tentang topik itu bisa dibahas dari sudut pandang laki-laki yang berdasar pada pengalaman mereka. Apakah mereka pernah diejek "cengeng" karena punya perasaan yang lebih sensitif? Apakah mereka pernah dikatai "kurang laki" hanya karena punya hobi yang tidak seperti laki-laki pada umumnya?

Wasana Kata

Argumentasi yang dituangkan dalam artikel opini harus jelas menunjukkan keberpihakan penulis. Apakah ia pro atau kontra dengan suatu isu, peristiwa atau pendapat orang lain yang hendak dibahas.

Setuju atau ketidaksetujuan penulis harus ada dasar ilmunya. Tanpa itu, ada dua kemungkinannya. Penulis tidak menguasai bidang atau masalah yang hendak dibahas, atau setuju dan ketidaksetujuanya didasarkan pada fanatisme buta serta kebencian semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun