Pada dasarnya, teknologi itu netral gender. Ia bukan monopoli kaum laki-laki, bukan representasi maskulinitas dan bukan pula kepanjangan tangan budaya patriarki.
Teknologi dan transformasi digital bukan hanya bicara tentang alat, infrastruktur, software, aplikasi atau akses internet. Lebih jauh, ia juga harus memperhatikan aspek-aspek yang mendukung terbentuknya ekosistem digital yang inklusif, seperti tentang hak pekerja digital, keamanan siber, kesetaraan gender, dan sebagainya.
Kesetaraan gender di dunia digital termasuk bagian dari cita-cita global yang tertuang dalam rumusan SDGs tahun 2030.Â
Berbagai studi menunjukkan adanya hubungan erat antara pemberdayaan perempuan dalam dunia digital dengan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat di suatu negara.Â
Salah satu buktinya adalah adanya para penggerak UMKM yang diinisiasi oleh perempuan atau ibu-ibu untuk menciptakan ketahanan ekonomi keluarga di masa pandemi.
Kemudian, perempuan yang memiliki kemampuan dan tingkat literasi digital yang baik lebih dapat bersaing dalam dunia kerja yang semakin ketat.
Transformasi digital dalam dunia kerja telah membuat beberapa pekerjaan yang dulu biasa dilakukan oleh manusia beralih dilakukan oleh teknologi/mesin. Perempuan menjadi salah satu pihak yang paling rentan kehilangan pekerjaan dengan adanya perubahan tersebut. Tanpa kemampuan dan literasi digital yang mumpuni, sulit bagi mereka untuk bisa bersaing.
Selain itu, kesetaraan gender dalam dunia digital juga penting agar tercipta produk-produk teknologi yang dapat meng-cover kebutuhan dan masalah kaum perempuan maupun kelompok rentan dan marginal lainnya. Hal ini penting agar penciptaan dan pengembangan teknologi tidak lagi hanya menjadi monopoli laki-laki, kulit putih, dan able bodied.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H