Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kelangkaan Minyak Goreng dalam Pusaran Isu Pangan, Energi, dan Lingkungan

21 Maret 2022   11:20 Diperbarui: 22 Maret 2022   13:03 2122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kelangkaan minyak goreng. Foto: Antara Foto/Irwansyah Putra via Kompas.com

Kelangkaan minyak goreng yang telah berlangsung berbulan-bulan menyebabkan harganya meroket. Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah guna menstabilkan harga dan memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional.

Terbaru, pemerintah memutuskan untuk mencabut HET (Harga Eceran Tertinggi) minyak goreng kemasan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022. Sementara untuk minyak goreng eceran, pemerintah masih menetapkan HET di angka Rp 14.000/liter atau Rp 15.500/kg.

Penyesuaian HET minyak goreng kemasan menyebabkan harga minyak goreng melambung tinggi dengan harga rata-rata di atas Rp 23.000. Meski HET telah dicabut, ketersediaan minyak goreng di sejumlah ritel masih kosong.

Kondisi ini membuat masyarakat bertanya-tanya, mengapa minyak goreng langka dan mahal, padahal Indonesia adalah negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia?

Penyebab Minyak Goreng Langka dan Mahal

Hasil kajian yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) seperti yang dikutip dalam beritasatu.com (18/02/2022), menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan harga minyak goreng. Salah satunya adalah kenaikan harga CPO dunia yang mencapai 36,30% (year on year) selama 2021.

Adapun empat faktor utama yang memicu kenaikan harga CPO dunia adalah penurunan produksi CPO di negara produsen akibat pandemi Covid-19 dan gangguan cuaca. Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia pun mengalami penurunan produksi sebesar 0,31%, yaitu dari 47,03 juta ton di tahun 2020 menjadi 46,88 juta ton di tahun 2021.

Kedua, adanya kenaikan permintaan CPO di pasar domestik maupun ekspor. Permintaan minyak sawit dalam negeri saja telah mengalami kenaikan hingga 6%, dari 17,34 juta ton pada tahun 2020 menjadi 18,42 juta ton pada 2021.

Ketiga, kenaikan harga komoditas energi, seperti minyak mentah, gas dan batu bara mendorong industri untuk beralih dari menggunakan energi fosil ke energi biofuel atau bahan bakar nabati (BBN).

Keempat, terjadinya gejala commodity supercycle di masa pandemi Covid-19 yang melahirkan fenomena spekulasi di pasar komoditas, termasuk pasar CPO.

Pandangan lain tentang kelangkaan minyak goreng yang disampaikan oleh ekonom, Faisal Basri adalah adanya pergeseran konsumsi CPO dalam negeri dari industri pangan ke industri biodiesel. Kondisi ini terjadi sejak tahun 2020 ketika pemerintah menerapkan program B-20 yang mewajibkan pencampuran 20% biodiesel dengan bahan bakar minyak jenis solar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun