Sejauh Mana Kita Menginternalisasikan Nilai-nilai dalam Ibadah Salat?

Salat (dalam hal ini salat 5 waktu) adalah ibadah yang wajib dijalankan oleh seorang muslim bagaimana pun keadaannya, selama nyawa masih bersatu dengan raga. 

Perjalanan suci Isra Miraj sejatinya adalah perjalanan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina (Isra), kemudian dilanjutkan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha (Miraj). Di Sidratul Muntaha inilah Nabi Muhammad Saw menerima perintah salat dari Allah SWT. 

Dikisahkan pula bahwa awalnya ketika Rasulullah Saw menghadap Allah SWT, beliau menerima perintah salat 50 waktu. Ketika Rasulullah Saw turun kembali dan singgah di langit keenam, beliau bertemu dengan Nabi Musa As. 

Pada pertemuan tersebut, Nabi Musa As menyarankan agar Rasulullah Saw meminta keringanan jumlah waktu salat karena dirasa memberatkan umat. 

Rasulullah Saw pun kembali memohon kepada Allah agar diberikan keringanan jumlah waktu salat dalam sehari semalam. Allah SWT mengabulkan permintaan Rasulullah Saw dengan memberi keringanan 10 rakaat. 

Ketika Rasulullah Saw turun kembali dan bertemu Nabi Musa, Nabi Musa menyarankan hal yang sama sehingga Rasulullah Saw kembali memohon keringanan kepada Allah SWT. Akhirnya, disyariatkanlah salat 5 waktu dalam sehari semalam bagi umat Islam yang berlaku hingga saat ini. 

Dari kisah tersebut, umat Islam seharusnya bersyukur karena kemurahan dan kasih sayang-Nya, permohonan keringanan salat dikabulkan. Kita juga patut berterima kasih pada Nabi Musa As yang telah menyarankan kepada Nabi Muhammad Saw untuk memohonkan keringanan. 

Coba bayangkan, jika salat wajib benar-benar diberlakukan 50 waktu. Siapa manusia di zaman sekarang yang sanggup menjalani? Jangankan 50 waktu, 5 waktu saja banyak yang masih bolong-bolong. Malah ada yang tidak salat sama sekali. 

Ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan perintah salat meski tidak disebutkan waktunya secara eksplisit. Seingkali, perintah salat dilekatkan dengan ibadah lain, seperti zakat. 

Contohnya terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 43 dan 110, Surat Al-Hajj ayat 78, Surat Al-Bayyinah ayat 5 dan sebagainya. Selain itu, salat juga kerap dikaitkan dengan sikap sabar dan ikhlas. 

Ini menunjukkan bahwa salat tidak hanya sebatas ritual tetapi juga punya dimensi sosial yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Seorang muslim yang menjadikan salat sebagai kebutuhan bahkan bagian dari laku hidup, ia akan mampu menginternalisasikan nilai-nilai dalam ibadah salat, baik secara personal maupun sosial. Mereka itulah orang-orang yang sejatinya "khusyuk" di dalam maupun di luar salatnya. 

Salat yang harus dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditentukan, sesungguhnya mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang disiplin dan mampu menghargai waktu. 

Dengan demikian, kita akan mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan tahu mana aktivitas yang perlu diprioritaskan dan yang tidak. 

Lalu, manakah yang biasanya kita lakukan, segera salat ketika sudah masuk waktu salat atau menunda salat hingga waktu salat hampir atau bahkan terlewat? 

Surat Al-Ankabut ayat 45 menyebutkan bahwa salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Namun, seberapa sering kita melakukan kekejian dan kemungkaran meski salat tak pernah absen dalam keseharian (kecuali perempuan yang sedang haid dan nifas)? 

Entah itu durhaka pada orangtua, menyebarkan berita bohong, bergunjing, berprasangka buruk pada orang lain, mudah menghakimi dan memusuhi mereka yang berbeda agama/suku/pandangan hidup/pilihan politik dan sebagainya. 

Barangkali kita rajin menjalankan salat. Tepat waktu pula. Namun, apakah yang membekas dari ibadah salat pada pikiran, ucapan maupun perbuatan kita? Atau jangan-jangan empati kita tetap sama tumpulnya dengan otak yang cuma jadi pajangan di kepala? 

Tentu bukan salat atau ayat itu yang salah. Sikap kita dalam memaknai salatlah yang kurang tepat. Karena salat itu seharusnya ditegakkan bukan hanya dijalankan. 

Jika Islam diibaratkan sebagai sebuah bangunan, salat adalah tiangnya. Sebagaimana tiang yang menyangga bangunan, salat seharusnya mampu menjadikan kita seseorang yang saleh secara ritual maupun sosial. Menjadi hamba yang taat kepada-Nya sekaligus mampu memberi manfaat bagi sesama. Dengan itulah tiang Islam dapat berdiri tegak. 

*) Selamat memperingati Isra Miraj 2022 bagi saudara-saudara sesama muslim. Semoga salat kita tidak hanya untuk menggugurkan kewajiban tetapi bisa menjadi kebutuhan.