Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejauh Mana Kita Menginternalisasikan Nilai-nilai dalam Ibadah Salat?

28 Februari 2022   06:31 Diperbarui: 28 Februari 2022   06:56 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi seorang muslim menjalankan ibadah salat-photo by monstera from pexels

Ini menunjukkan bahwa salat tidak hanya sebatas ritual tetapi juga punya dimensi sosial yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Seorang muslim yang menjadikan salat sebagai kebutuhan bahkan bagian dari laku hidup, ia akan mampu menginternalisasikan nilai-nilai dalam ibadah salat, baik secara personal maupun sosial. Mereka itulah orang-orang yang sejatinya "khusyuk" di dalam maupun di luar salatnya. 

Salat yang harus dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditentukan, sesungguhnya mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang disiplin dan mampu menghargai waktu. 

Dengan demikian, kita akan mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan tahu mana aktivitas yang perlu diprioritaskan dan yang tidak. 

Lalu, manakah yang biasanya kita lakukan, segera salat ketika sudah masuk waktu salat atau menunda salat hingga waktu salat hampir atau bahkan terlewat? 

Surat Al-Ankabut ayat 45 menyebutkan bahwa salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Namun, seberapa sering kita melakukan kekejian dan kemungkaran meski salat tak pernah absen dalam keseharian (kecuali perempuan yang sedang haid dan nifas)? 

Entah itu durhaka pada orangtua, menyebarkan berita bohong, bergunjing, berprasangka buruk pada orang lain, mudah menghakimi dan memusuhi mereka yang berbeda agama/suku/pandangan hidup/pilihan politik dan sebagainya. 

Barangkali kita rajin menjalankan salat. Tepat waktu pula. Namun, apakah yang membekas dari ibadah salat pada pikiran, ucapan maupun perbuatan kita? Atau jangan-jangan empati kita tetap sama tumpulnya dengan otak yang cuma jadi pajangan di kepala? 

Tentu bukan salat atau ayat itu yang salah. Sikap kita dalam memaknai salatlah yang kurang tepat. Karena salat itu seharusnya ditegakkan bukan hanya dijalankan. 

Jika Islam diibaratkan sebagai sebuah bangunan, salat adalah tiangnya. Sebagaimana tiang yang menyangga bangunan, salat seharusnya mampu menjadikan kita seseorang yang saleh secara ritual maupun sosial. Menjadi hamba yang taat kepada-Nya sekaligus mampu memberi manfaat bagi sesama. Dengan itulah tiang Islam dapat berdiri tegak. 

*) Selamat memperingati Isra Miraj 2022 bagi saudara-saudara sesama muslim. Semoga salat kita tidak hanya untuk menggugurkan kewajiban tetapi bisa menjadi kebutuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun